"Aku sedang tidak mood, Rose! Mending kamu duduk di sini saja, temani aku bicara!" Edric menepuk-nepuk sofa di samping kanannya sebagai tanda menyuruh Rose untuk duduk di sana.
Permintaan Edric bertepatan dengan Rose yang telah membuka kemejanya sampai kancing ke 4, kurang 2 lagi kemeja yang dikenakan Rose akan benar-benar terbuka. Jadi, daripada tanggung, Rose memutuskan melanjutkannya sampai terlepas, memperlihatkan payudara gigantic yang terbungkus dalam balutan kaos. Baru sesudah menjatuhkan kemeja putih itu ke lantai, Rose duduk di tempat yang diinginkan Edric.
"Aku sangat takjub padamu, memakai sebegitu banyaknya rangkap pakaian, tapi tidak ada tanda-tanda gerah! Aku saja yang cuma mengenakan kemeja lengan panjang udah merasa gerah banget!" Edric menggelengkan kepalanya mengetahui total ada 7 rangkap pakaian yang dikenakan Rose, mulai yang terluar ada blezer, kemeja, kaos, miniset, dan yang terakhir kendit sebagai pengganti beha.
"Aku sudah biasa seperti ini sejak dahulu, mungkin usia 20-an ya! jadi enggak ada bedanya antara memakai pakaian berlapis-lapis atau tidak! Justru aku yang takjub sama Tuan Muda..." Di jeda ini Rose menunjukkan gelagat yang sangat membangkitkan gairah, tangan kiri Rose memeluk lengan kanan Edric, membuatnya tenggelam di antara belahan payudara giganticnya itu. Sementara tangan kanannya memberikan sentuhan menggoda, pelan-pelan dari dengkul menuju ke atas, sembari masih melanjutkan omongan. "...daerah sini kan suhunya sangat dingin, dan Tuan Muda sukanya memakai yang tipis-tipis, apa Tuan Muda enggak kasihan sama yang di sini?!" Sampai di kata terakhirnya, tangan kanan Rose telah berhasil tiba di selangkangan, dan mengelus-elus sebuah tonjolan yang berada di sana.
"Nngh!" Sentuhan di selangkangan membangkitkan gairah yang dimiliki Edric, tapi Edric mencoba menahan naluri binatangnya agar tidak keluar lantaran sedang tidak mood. "Rose!" Usaha yang dilakukan Edric untuk menghentikan apa yang dilakukan Rose bukan menggunakan gerakan, melainkan hanya sebuah panggilan nama.
Rose tahu artinya hanya dari nadanya saja, meski begitu tidak ada tanda-tanda dari Rose ingin menghentikan tangannya. "Tuan Muda, tolong sebentar saja! Terakhir kali kita berhubungan intim dua hari yang lalu! Boleh ya, mumpung yang lainnya belum datang!" Wajah melas dipasang Rose untuk meningkatkan keberhasilan keinginannya dikabulkan oleh Edric.
Tahu saja wajah melas itu hanya akting semata, akan tetapi bukan hal itu yang membuat Edric termenung untuk mempertimbangkan keinginan Rose, yang membuatnya mempertimbangkan adalah kalimat 'Terakhir kali berhubungan intim dua hari yang lalu'. Bila dipikir-pikir memang benar, di antara wanita di sekelilingnya hanya Rose yang belum melakukan hubungan intim dua hari belakangan ini. Hal ini tidak mengejutkan, mengingat kesibukan yang dimiliki Rose dalam menggantikan dirinya mengurus diskotek, dan kesibukan dirinya di sekolah, membuat mereka berdua jarang bertemu.
"Baiklah kamu boleh, asal dengan satu syarat, jangan lama-lama!" Selesai berbicara, Edric mengeluarkan tangannya dari belahan payudara giganticnya Rose, berganti membentangkan tangannya ke sofa dan melebarkan kakinya sebagai tanda kepada Rose bahwa dia siap dilayani.
"Terima kasih!" Sebagai tanda ucapan terima kasihnya, Rose membenamkan ciuman ke pipi kanan Edric.
Kemudian, dilanjutkan dengan Rose yang berpindah ke depan Edric, berdiri dengan bertumpu pada dengkul. Sudah dalam posisi seperti ini, tidak perlu lagi untuk menjelaskannya, Rose berniat memberikan sebuah Blowjob lantaran dari semua hal job, ini merupakan yang tercepat. Tidak perlu repot-repot mencopot sesuatu di tubuh Rose, cukup sedikit melorotkan celana Edric, persiapan sudah selesai.
"Aroma yang bikin kangen!" Dari buah zakar sampai ke helm penis, Rose mendekatkan hidungnya, menciumi aroma khas yang sangat dikenal tubuhnya, yang seketika bisa membuat vagina basah sekalinya bau itu masuk ke hidung. "Tapi sepertinya jagoanku ini belum bangun sepenuhnya!" Meski penis Edric sudah berdiri tegak, teksturnya masih terasa lembek di genggaman tangan Rose.
Hal ini memunculkan keinginan untuk membuatnya benar-benar ereksi, dan tanpa pikir panjang Rose langsung melakukan keinginannya itu. Dia menjulurkan lidahnya, menjilati bagian bawah kepala penis, tempat paling sensitif yang dimiliki Edric. Untuk lebih mempercepat prosesnya, kedua tangan juga ikut bekerja. Tangan kiri bergerak ke atas ke bawah, mengocok batang penis, sementara tangan kanan membelai kedua bola zakar.
"Nngh" Erangan Edric sebagai tanda apa yang dilakukan Rose telah berhasil. Sekarang, penis Edric tumbuh menjadi 12 inci, ukuran sesungguhnya saat benar-benar ereksi.
Sayangnya malang bagi Rose, belum sempat melihat hasilnya, tiba-tiba Edric memegang kepalanya, lalu begitu saja memasukkan penis ke dalam mulut Rose yang mana penis itu langsung memenuhi rongga tenggorokannya. Kaget, respons yang diberikan Rose membelalakkan mata, hanya itu, tidak menolak atau mencoba berontak meski jalur oksigen terhalang.
Tidak ada kepanikan di wajah Rose, yang ada cuma ekstasi kesenangan merasakan tiap tarikan atau dorongan penis yang berada di dalam tenggorokannya. Sama halnya terjadi kepada Edric, di wajahnya tidak ada kekhawatiran bahwa apa yang dilakukannya itu dapat membunuh Rose. Dia masih dengan tenang menaikturunkan kepala Rose.
"Rose aku akan muncrat!" Sudah 10 menit mereka melakukannya, Rose belum ada tanda-tanda kehabisan oksigen, sementara Edric sudah mencapai batasnya.
Tangan Edric menggerakkan kepala Rose lebih cepat, dan intensitas gerakannya terus bertambah saat semakin mendekati titik klimaks. "Ahh Rose!!!" Bagai semprotan air pemadam kebakaran, sperma keluar tak terkendali, bahkan volumenya lebih banyak dari biasanya.
Yang bisa mengenali kelainan itu hanya Rose, sedangkan Edric jangan ditanya, yang dia tahu hanya menikmati rasa aftertaste yang terjadi setelah muncrat.
"Huft nikmatnya!" Merasa sudah mengeluarkan sperma hingga tetes terakhir, Edric melepaskan kepala Rose, lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. "Kamu benar-benar yang terbaik Rose!" Tangan kanan Edric mengelus-elus kepala Rose sebagai bentuk pujian atas pelayanannya.
Pelan-pelan Rose mengeluarkan penis yang masih sangat keras itu dari dalam mulutnya. Belum sempat Rose membalas ucapan Edric barusan, Edric sudah berbicara lagi.
"Dari mana cairan berwarna emas itu, apakah sebelumnya kamu memasukkan sesuatu ke dalam mulutmu, Rose?" Cairan kental yang mengalir dari sudut mulut Rose telah menarik rasa penasarannya Edric.
Sementara Rose menyadari cairan yang dimaksud Edric dari carian yang masih tertinggal di ujung penisnya Edric. "Tidak!" Rose menggelengkan kepalanya. "Terakhir kali aku makan sesuatu tadi sore! Kalo minum, cuma segelas air put~ Akhh!!!" Sebuah rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk ribuan jarum tiba-tiba menyerang bagian tubuh yang terdapat bekas luka. Terlalu nyeri, sehingga mengharuskan Rose untuk menghentikan omongannya seketika itu juga.
Selang beberapa milidetik dari teriakan, Rose menjatuhkan diri ke lantai, berguling kesana-kemari tak beraturan, juga menutup wajah sambil masih berteriak kesakitan, hal ini tentunya membuat Edric terkejut plus khawatir. Edric buru-buru membenarkan celana, dan datang ke samping Rose untuk bertanya apa yang sedang terjadi.
"Hei, Rose! Apa yang terjadi padamu?!" Edric memegang kedua bahu Rose, menghentikannya berguling-guling untuk mencegah hal-hal tidak diinginkan seperti menabrak meja atau sofa.
Tidak ada respons dari Rose, dia masih saja berteriak kesakitan, dan masih berusaha berguling-guling, sayangnya Edric menahannya dengan sangat kuat.
Selang setengah menit Rose menghentikan apa yang dilakukannya, tidak ada lagi teriakan kesakitan, tidak ada lagi berguling-guling, hanya diam dengan tenang. "Fiuh!" Rose membuang napas sebagai tanda syukur atas rasa sakit itu yang menghilang. Bersamaan dengan itu, tangan yang menutup muka juga disingkirkannya. Sekalinya tangan tersingkir, pemandangan yang pertama kali masuk ke mata Rose adalah muka bengong Edric. Hal ini tentunya memancing minat Rose lantaran setelah sekian lama bersama Edric, ini baru pertama kalinya dia melihat Edric memandang seseorang dengan ekspresi itu. Bahkan saat memandang top 1 artis AV yang super cantik, tidak akan pernah sampai seperti itu. "Tuan Muda?!" Lama-lama tatapan Edric membuatnya sedikit malu, jadi dia melambaikan tangan di depan muka Edric untuk membangunkannya.
Edric tersentak bangun dari lamunannya, dan langsung mengajukan pertanyaan tentang sesuatu yang dapat mengalihkan dunianya itu. "Rose, mukamu..." Saking menakjubkannya sesuatu itu, sampai tak tahu cara mengungkapkannya.
"Ada apa dengan mukaku?!" Menyadari tidak ada ekspresi bercanda di muka Edric, Rose berpendapat pasti ada sesuatu yang terjadi dengan wajahnya.
Kedua tangan Rose mulai menyentuh beberapa tempat di wajah, terutama di bagian yang sebelumnya terdapat bekas luka. Mulus dan kenyal, kedua sensasi itulah yang terasa di permukaan kulit telapak tangan saat menyentuh wajah.
"Ha?!" Rose sangat terkejut mendapati perubahan yang dirasakannya, dan keterkejutannya semakin bertambah waktu menengok ke arah meja rias, lebih tepatnya cermin rias yang menempel di tembok.
Bayangan yang terpantul di sana memperlihatkan wajah Rose yang glowing super cantik, mengingatkan Rose akan penampilan saat berusia 30 tahunan, yang mana masih belum mengenal yang namanya pacaran. Tentu saja, Rose tidak serta merta langsung mempercayai apa yang dilihatnya, jarak dirinya dengan cermin lumayan jauh, bisa saja matanya salah melihat.
Untuk lebih memastikannya, Rose buru-buru bangun, dan berlari mendekat ke meja rias. "Luar biasa! Bagaimana bisa begini?!" Yang dilihatnya tadi ternyata 100% benar. Menghilangnya bekas luka di wajah seketika mengingatkan Rose akan bekas luka di tubuhnya. "Tunggu! Kalo bekas luka di wajahku menghilang, lalu apakah bekas luka yang ada di tubuhku juga ikut menghilang?!" Bagai dikejar anjing, dengan sangat cepat Rose bertelanjang bulat di depan cermin.
Hasilnya membuat Rose menitikkan air mata, bukan diakibatkan tubuhnya masih terdapat bekas luka, justru diakibatkan sekujur tubuhnya tidak lagi memiliki bekas luka. Sangat bersih, sama halnya muka yang kembali ke penampilannya saat berusia 30 tahunan. Hal ini sangat mengharukan, terutama bagi Rose yang selalu mengharapkan keajaiban datang, ada obat atau sesuatu yang dapat mengembalikan penampilannya seperti semula.