Chereads / Husband In the Dark / Chapter 48 - Rencana licik Galas lagi

Chapter 48 - Rencana licik Galas lagi

Bella menyipit. "Suka sama dia?" delik Bella.

Neo tertawa kecil. Suka sepertinya melihat raut kecemburuan dalam wajah Bella. "Aku lebih suka yang sedikit padat dan mungil."

Bella memutar bola matanya namun otot wajahnya mengendur lagi. mengindikasikan kalau Bella senang dengan perkataan Neo yang itu tapi dia terlalu gengsi untuk tersipu malu seperti biasanya.

"Gerah ya, gue mau mandi dulu, deh." Bella membuka bajunya membuat Neo mengerang diseberang sana.

"Sayang …" geram Neo. Bella tertawa puas.

"Dasar lo! Gue tutup ya!" Bella mematikan telepon sebelum Galas melihat lebih banyak. Padahal sejujurnya pria itu sudah tahu semuanya bahkan sampai detail-detailnya.

***

Pagi-pagi sekali, Milk mengetuk kamar. Dia dengan kamera pada lehernya sudah siap berpetualang. Sementara Bella masih menguap kecil.

"Aku bahkan belum mandi," ujar Bella pada kawannya tersebut.

Milk berdecak kecil. "Agenda kita banyak hari ini. Bukankah kau akan langsung terbang ke praha nanti malam?"

Bella sudah memikirkannya. Praha menjadi destinasi selanjutnya. Ia menganggukkan kepalanya.

Milk berdecak kecil, mendorong Bella ke kamar mandi. Setelahnya Bella berkemas.

"Bel, ponsel kamu berdering dari tadi. Enggak niat diangkat apa?"

Bella menarik nafasnya. "Biarin ajalah. Dia juga enggak akan berhenti nelpon seharian ini."

"Dari siapa? Suami kamu, ya? Aku udah dengar sih selintingan kabar dari anak-anak kalau kamu udah nikah."

Bella menatap Milk sekilas. "Gitulah." Bella hanya menjawab singkat.

"Terus, kenapa dia enggak ikut sama lo. Honeymoon berdua kan bagus tuh?"

Bella berdecak kecil. "Enggaklah. Males."

Milk mengerut keningnya. "Kenapa?" perempuan blasteran thai-eropa tapi pernah menghabiskan sepuluh tahun hidupnya di Indonesia itu menyerngit.

Bella berfikir sejenak. "Enggak kenapa-napa."

Milk menatap lagi Bella beberapa saat kemudian tersenyum kecil. "Kamu memang terlalu misterius dari dulu."

Bella menatap Milk lagi lantas tersenyum kecil. "Memang itu kelebihanku." Setelahnya Bella mengambil sepatunya. Memakai sepatu lebih baik untuk pertualangannya di bandingkan sandal dan highheels.

"Dia sedang ada kerjaan di luar kota. Mungkin baru minggu depan kembali. Enggak ldr sih, tapi dia memang cukup sering keluar kota dalam setahun untuk urusan pekerjaan."

Milk menganggukkan kepalanya. "Orang yang cukup sibuk ya?"

"Dia juga bisa menganggur kalau enggak dapat tender."

"Tender?" Milk menaikkan alisnya.

"Menager konstruksi." Bella menyebutkan profesi Neo padanya.

"Wow, kriteria idaman kamu sekali ya?"

Bella menarik nafasnya. "Kadang yang kita anggap idaman, tidak seindah itu kenyataannya. Dia sedikit menyebalkan. Lihat aja!" Bella memperlihatkan telepon dari Neo itu.

"Dia khawatir mungkin."

Bella menggelengkan kepalanya. "Itu berlebihan."

"Lantas, apa kalian sudah punya baby?"

Bella menggelengkan kepalanya. "Kami sengaja menundanya dulu. Karena accident aku itu."

"Lalu sekarang kalian belum merencanakannya?"

Bella tertegun sebentar kemudian menggelengkan kepalanya. "Belum. Belum sempat memikirkan kearah sana."

Milk berdecak kecil. "Pacaran lama-lama lebih bagus kali ya?"

Bella tertawa kecil kemudian menganggukkan kepalanya. "Aku angkat telepon dari dia dulu."

Bella akhirnya tidak tega dengan Neo yang menghubunginya sekian kali. "Kenapa sih? Semalamkan udah nelpon. Katanya kita enggak perlu sering-sering."

"Ini soal Toro semalam."

Bella menaikkan alisnya. "Jadi Toro punya pesan apa buat pacarnya."

"Toro nanya kapan harinya kamu ketemu adiknya Amora itu?"

"Belum tahu. Mungkin habis dari Praha mungkin baru ke Paris."

"Ehm gitu ..."

"Kenapa memangnya kalian tanya-tanya kapan aku mau nemuin Kirana?" Bella menyipit meski Neo tidak akan bisa melihat ekspresinha yang seperti itu.

"Enggak kenapa-napa, sih." Neo menggumam. "Mau nyusulin aja recananya."

"Apa?" Bella terkejut dengan perkataan suaminya.

"Kan udah lama Toro yang enggak nyusulin Kirana, Be."

Bella memutar bola matanya. "Ya udah, deh terserah."

"Kalau ada kamu kan Amora enggak terlalu neror Toro dengan macam-macam aturan."

Sekali lagi Bella memutar bola matanya. "Okeeh. Udahkan? Gue udah mau cabut nih."

"Cepat banget? Masih jam 8-an padahal."

"Iya nih, phi Milk. Katanya biar bisa dapet banyak spot." Bella menyerngit kecil.

"Sarapan udah?" tanya Neo lagi.

"Belum. Orang gue masih tidur dibangunin ama Phi Milk." Milk yang merasa namanya dinotice hanya bisa tertawa kecil.

"Jangan lupa sarapan, Be."

Bella memutar bola matanya. "Iya, habis ini."

"I miss you, Be."

"Hm," jawab Bella singkat tanpa mengatakan balasan.

***

"I miss you, Be." Neo memberikan kata termanisnya untuk isteri tercintanya.

"Hm," jawaban Bella sudah bisa Neo prediksi. Perempuan itu sudah pasti tidak akan menjawab Neo dengan kata serupa. Tapi Neo tetap berdecak tipis.

Dia langsung menghubungi Toro. "Kemungkinan tiga hari lagi."

Toro mendengus. "Bisa banget lo nyusahin gue. Udah jadiin gue kambing hitam mana jadiin gue sama Kirana nyamuk ntar." Toro bersungut-sungut pada temannya itu sementara Neo tersenyum kecil.

"Kan lo juga bisa sama Kirana."

Toro mendengus. "Tapi enggak bisa sebebas kalian."

Neo tertawa puas. "Makanya gue bilang juga apa. Nikahin Kirana, udah selesai masalahnya."

Toro mengumpat. "Kalau bukan karena Amora yang belum menikah, Kirana udah mau gue nikahin dari dulu. Mana mau dilangkahin kakaknya. Udah ya, Nyet. Gue sibuk." Toro mematikan panggilan teleponnya sementara Neo tertawa tipis. Senang membuat Toro merepet pagi-pagi.

"Mas Galas," seseorang menghampiri Galas dengan senyuman manisnya yang dimiliki oleh perempuan ayu itu. Perempuan lokal dengan paras manis dengan kulit sawo matang miliknya. Mata hitamnya yang indah membuat kecantikannya semakin bertampah. Apalagi iris mata itu senada dengan rambut hitam legamnya nan tergerai indah. "Saya diminta nanyain Mas Galas, mau makan siang menu apa?"

"Nanti saya masak sendiri," ujar Galas dingin tanpa memandang perempuan itu sekalipun. Ia memasang kembali topi miliknya. Galas cukup tahu, puteri kepala desa itu memiliki perasaan ketertarikan padanya. Karena itu Galas selalu bersikap dingin. Tidak mau memberi harapan.

Pria yang perasaannya sudah tertambat pada Bella itu tidak pernah ingin melirik perempuan manapun lagi. sekalipun dia melirik perempuanl lain, ujung-ujungnya dia akan kembali pada Bella. Begitulah yang terjadi semenjak Galas mengenal Bella.

"Mik," Galas memanggil tangan kanannya itu untuk menghampirinya.

"Ya, mas!" ujar Miko tergopoh-gopoh.

"Gimana? Apa masih ada kendala?" tanya Galas.

"Sejauh ini warga sudah setuju sesuai dengan kesepakatan, Pak. Kita juga sudah memastikan bahwa bangunan yang akan berdiri ini sudah dikonsultasikan dulu oleh ahlinya. Klienpun juga sudah setuju dengan hal yang ingin kita jelaskan."

Galas menganggukkan kepalanya. "Kalau masih ada kendala kamu tinggal telepon saya."

"Mas jadi pergi?" tanya Miko.

"Kenapa? Kamu ingin ikut juga, bisa tuh kita triple date."

Mika manyun. Memainkan bibirnya. "Amora lebih keras dari Mbak Bella, Mas. Saya enggak pernah dikasih jalan apapun. Belum ngomong apa-apa, Amora pasti udah bilang enggak."

Galas tertawa kecil, menepuk-nepuk punggung Miko. Memberikan semangat tidak menyerah untuk laki-laki itu. Amora memang sulit ditaklukkan. Bagaimana lagi, Amora tidak suka berhubungan dengan pria yang usianya berada beberapa tahun dibawahnya untuk dijadikan imam. Padahal umur belum tentu patokan kedewasaan kemimpinan. Miko cukup bijak sebenarnya.