Salsa tengah asik menonton tivi diruang tengah seorang diri. Karena tadi suaminya izin untuk ke ruang kerjanya.
Ya, kini mereka sudah sampai dirumah barunya. Dan disini juga sudah ada 1 asisten rumah tangga yang bernama Bi Jum, dan tukang kebun yang bernama Mang Dadang. Mereka juga suami istri dan memang sudah dekat dengan Dewa. Karena Bi Jum dan Mang Dadang ini Dewa ambil dari rumah Ayah Bundanya.
Bi Jum hanya membereskan rumah saja, sedangkan untuk mencuci baju, serta masak, akan Salsa lakukan. Itu permintaan dari Salsa.
Dewa pun menurutinya, asal istrinya tidak merasa kecapean saja, itu sudah cukup.
Lea melirik jam diatas dinding, ternyata sudah pukul 4 sore. Ia bergegas jalan ke ruangan kerja suaminya untuk menanyakan ingin dimasakan apa hari ini.
Tanpa mengetuk pintu, Lea langsung saja masuk dan duduk diatas pangkuan suaminya dengan tiba-tiba.
Dewa hanya tersenyum melihat tingkah aneh istrinya akhir-akhir ini.
"Kenapa, hm?" tanya Dewa sembari mengelus punggung gadisnya.
"Aku mau masak, Mas mau dimasakin apa?" jawab Lea dengan pertanyaan juga.
Dewa tampak berpikir. "Kari ayam sama kentang balado aja," ucap Dewa.
"Itu aja?"
"Iya sayang, itu aja."
"Em, oke. Minta duit, dong," ucap Salsa mengulurkan tangannya.
"Lho, bukannya di kulkas udah lengkap, ya?" bingung Dewa.
Salsa menyengir. "Buat beli telor gulung sama basreng, abis masak aku mau jalan-jalan sama Bi Jum, boleh, kan?"
"Ohh, boleh sayang." ucap Dewa sembari mengeluarkan 3 lembar uang berwarna merah ke tangan istrinya.
"Mas nanti mau nitip, gak?"
"Engga usah, kamu aja."
"Okay, Bos."
Dewa terkekeh dan mengeluarkan dua blackcard nya dari dompet untuk diberikan kepada istrinya.
"Kartu? Buat apa, Mas?" heran Salsa.
"Ya, buat kamu. 1 kartu buat uang bulan an, 1 lagi buat kamu pribadi, setiap bulan Mas isiin, dan itu udah ada." ucap Dewa.
"Wahh... suami aku tajir banget! Papah sama Mamah gak salah pilih cari mantu." takjub Salsa.
"Daebak, makin sayang sama Mas Dewa, deh." lanjut Salsa mencium pipi Dewa sekilas.
Dewa tidak bisa dipungkiri lagi bahwa ia benar-benar bahagia bila didekat istrinya ini.
"Gih, sana. Katanya mau masak, hm,"
Salsa menepuk jidatnya. "Ah, iya. Lupa, terhipnotis sama blackcard yang Mas kasih. Makasih yaa, istri gemoy nan cantik ini mau masak dulu, ya. Dadah... " ujar Salsa berlari keluar dari ruangan Dewa.
Dewa tak habis pikir dengan tingkah gemas istrinya ini. Ada-ada saja.
•••
Kini Salsa dan Dewa sedang bersiap-siap untuk pergi ke masjid. Melaksanakan shalat taraweh nya di tempat tinggal baru.
Walau susah bagi Salsa untuk beradaptasi dengan lingkungan nya, tetapi Salsa selalu berusaha untuk bersikap ramah pada tetangga-tetangga nya. Dan juga mereka sangat asik di ajak ngobrol. Pikir Salsa.
"Udah selesai, sayang?" tanya Dewa.
"Udah, Mas. Ayok,"
Mereka berdua pun berjalan beriringan dijalan menuju masjid, dan banyak juga orang-orang yang berlalu lalang dengan niat yang sama. Melakukan ibadah shalat teraweh.
"Mas," panggil Salsa.
Dewa menoleh. "Kenapa, hm?"
"Aku seneng banget, deh."
Dewa mengulas senyumnnya dan mengusap pucuk kepala Salsa yang tertutupi oleh mukena dengan sayang.
"Alhamdulilah kalo kamu seneng. Mas juga ikut seneng,"
Mereka pun melanjutkan jalannya menuju masjid.
•••
Kini keduanya sedang berada dalam kamar mereka. Salsa yang tengah memeluk tubuh Dewa dengan manja dan menciummi aroma tubuh suaminya yang sering ia lakukan belakangan ini.
Di satu sisi, Dewa sendiri sedang memainkan ponselnya, lebih tepatnya mengecek email yang masuk. Ia tidak risih saat Salsa seperti ini, justru senang.
"Mas Dewa," panggil Salsa manja.
Dewa tidak menoleh, ia masih fokus dengan ponselnya. "Hm?"
Salsa kesal, suaminya ini tidak menoleh kepadanya sama sekali dan malah sibuk dengan ponselnya. Sepenting itu kah, ponsel dibanding istrinya sendiri?
Oke, Salsa akan mencoba lagi.
Kini Salsa lebih mendekatkan lagi dirinya dengan Dewa, dan bersembunyi di ceruk leher suaminya. "Mas... " panggil Salsa sekali lagi dengan sedikit menggodanya. Bagaimana tidak, Salsa sudah mulai nakal dengan menggigit bahu Dewa.
Dewa masih tidak risih, dan tidak terusik sama sekali.
Salsa geram, ia mulai menjauhkan tubuhnya dari sang suami dan mulai berbicara dengan nada tinggi.
"MAS DEWA!" teriak Salsa emosi.
Dewa yang kaget akan teriakan istrinya pun langsung menoleh dan duduk dengan benar. "Kenapa sayang?" tanya Dewa khawatir.
"KAMU LEBIH SAYANG SAMA PONSEL KAMU DIBANDING AKU? IYA?!"
Dewa panik bukan main, ia gelagapan. Ia sudah tahu letak kesalahannya dimana.
"Engga sayang, bukan gitu,"
"TERUS APA? SEKARANG BUANG PONSELNYA."
"Jangan dong, sayang kalo dibuang," melas Dewa.
Salsa naik pitam. Sudah jelas jika suaminya ini lebih menyayangi ponselnya daripada istrinya sendiri. Dirinya bangkit dan langsung merebut kasar ponsel milik Dewa serta ia lemparkan secara kasar ke dinding kamar mereka.
BRAK
Dewa melongo, kini ponsel yang ia beli mahal-mahal di Paris sudah hancur lebur tak terbentuk. Sedangkan si pelaku hanya bisa menangis. Seharusnya Dewa yang marah dan menangis, karena korban. Ini malah kebalikannya, si pelaku yang seakan menjadi korban.
Dewa menghela napas berat, dan mengusap wajahnya dengan kasar.
Dewa berjalan memutari kasur, dan mendekati istrinya yang sesenggukkan menangis. Dewa yang memang dasarnya tidak bisa memarahi istrinya hanya bisa mengulum senyum tipis.
Ia tarik lembut istrinya dan mendekapnya dengan penuh kasih sayang. Dikecup nya seluruh wajah sang istri dan mencoba menenangkan gadisnya.
"Jangan nangis," ucap Dewa lembut.
Salsa tidak membalas pelukan suaminya, ia masih saja terus menangis.
"Mas minta maaf kalo Mas punya salah. Mas minta maaf karena tadi udah nyuekin kamu, maaf ya, sayang."
Dewa terus dekap tubuh gadisnya dengan sayang dan mengusap-usap pelan punggung gadisnya.
"Kamu jahat," lirih Salsa yang sudah berhenti dari tangisnya.
"Iya, sayang. Mas jahat, mas minta maaf sama kamu, ya?" bujuk Dewa.
"Aku maaf in,"
Dewa lega, akhirnya.
"Sekarang tidur, ya. Udah malam, besok kan harus puasa lagi."
Salaa mengangguk patuh. "Ponsel kamu?"
"Biarin aja, udah gak sayang. Aku sayang nya sama kamu," ucap Dewa mencium lembut bibir ranum istrinya.
Salsa hanya bisa menahan malu dan memeluk suaminya. Kini mereka sudah berbaring di atas kasur.
"Mimpi indah, sayang nya Mas dewa," ucap Dewa mencium pucuk kepala istrinya dan ikut masuk ke alam mimpinya.
•••
Jam kembali menunjukkan pukul 2 dini hari. Dan di luar sana sudah sangat amat ramai untuk membangunkan orang-orang sahur.
Begitupun dengan dua pasangan halal ini. Siapa lagi kalo bukan Salsa dan Dewa.
Dewa dan Salsa sebenarnya sudah terbangun. Tetapi belum ada yang beranjak turun dari ranjang sama sekali.
Masing-masing masih memikirkan pikiran nya sendiri.
•••