Salsa melihat wajah suaminya yang sangat amat tampan. Hidung mancung, bibir merah tebal yang sangat menggoda dan juga ada sedikit bulu tipis-tipis di bagian bawah hidungnya. Kumis tipis maksudnya.
Tangan Salsa nakal mengusap jari nya seperti menyeret satu jari dari atas kepala suaminya dan turun ke bibir.
Dewa terkekeh dan menghentikan tangan nakal Salsa.
"Kenapa, hm?"
Salsa menggeleng. Jantungnya sudah tidak bisa di ajak berdamai lagi.
"Gapapa," ujar Salsa.
Cup
Cup
Cup
Dewa mengecup tiga kali bibir mungil sang istri dan memandangi wajah cantiknya.
Salsa sudah dibuat menegang akibat ulah suaminya ini.
"Ma-mas," cicit Salsa.
"Hm? Mau ini kan?" ujar Dewa tersenyum menggoda.
"Malu," lirih Salsa memeluk Dewa semakin erat.
"Istri siapa sih, gemes banget," ucap Dewa sudah tidak tahan dengan tingkah lucu istrinya.
Salsa tersenyum dibalik dada sang suami dan menatap Dewa dengan muka memerah.
"Mas Dewa," ujar Salsa malu-malu.
Dewa tersenyum dan menggendong Salsa ala koala untuk ke bawah, ke dapur.
Saat sudah melepaskan gendongan Salsa, tiba-tiba Salsa meremas kuat kaos yang dipakai Dewa.
"Shh... sakit, Mas... " ringis Salsa.
"Asstaghfirullah, sayang kamu kenapa?" panik Dewa yang melihat wajah istrinya menahan kesakitan.
"Perut aku sakit, Mas... " lirih Salsa.
"Kita ke kamar," ujar Dewa menggendong Salsa kembali naik ke kamar mereka.
Dewa mendudukkan Salsa di pinggir kasur. "Sakit banget perutnya?"
"Sakit, Mas hiks hiks... " tangis Salsa memegangi perutnya.
Dewa mengusap lembut perut Salsa tak tega melihat sang istri kesakitan seperti ini. "Kita ke rumah sakit ya, sayang?"
Salsa menggeleng. "Jangan, Mas. Kayak nya ini sakit datang bulan aku, emang udah tanggal nya." ujar Salsa.
"Terus Mas harus apa, hm? Mas gak ngerti, ini pertama kalinya buat Mas," ucap Dewa lembut.
"Boleh buatin aku air putih anget, Mas? Buat di botol satu sama di gelas, buat aku minum," pinta Salsa ragu.
"Boleh sayang, Mas kebawah sebentar, ya,"
"Jangan lama-lama,"
"Iya sayang,"
•••
Kenapa Dewa tidak meminta tolong pada Bi Jum, karena jawabannya ia juga bisa membuatnya sendiri. Dan juga tidak mau merepotkan di jam seperti ini.
Serta pasti sekarang juga Bi Jum sedang makan sahur bersama Mang Dadang, suaminya.
Karena memang Bi Jum dan Mang Dadang tidak tinggal di dalam rumah Dewa, tetapi di rumah belakang, tepatnya di taman. Karena memang ada satu rumah, disana. Tidak besar, dan juga tidak kecil. Ada dua kamar juga disana.
Daripada kosong, mending ditempati oleh mereka. Pikir Dewa.
Serta Bi Jum juga akan masuk kedalam hanya untuk membersihkan rumah saja, seperti menyapu, mengepel dan membersihkan debu-debu. Sisanya akan Salsa lakukan. Karena itu permintaan dari Salsa.
Dewa sudah selesai dengan permintaan sang istri dan langsung menuju kembali ke kamarnya.
"Sayang, minum dulu, ya?" ujar Dewa.
Salsa mengangguk, dan sedikit demi sedikit meminum air yang diberikan oleh suaminya.
"Udah, Mas."
Dewa menaruh gelas tersebut di atas meja laci samping kasurnya.
"Aku mau ke kamar mandi, mau ganti ini," cicit Salsa.
Dewa mengangguk paham. "Mas bantu, ayok."
"Jangan, malu. Pasti merah ini aku," polos Salsa.
Dewa terkekeh. "Gak usah malu, Mas ini suami kamu, bukan orang lain," ucap Dewa lembut.
Salsa mengangguk pasrah kala Dewa langsung mengangkat Salsa ala bridal style ke kamar mandi.
"Em, Mas," panggil Salsa ragu.
"Boleh minta tolong sekali lagi?"
"Apa sayang?"
"Em, itu... beliin aku pembalut dong, Mas." ucap Salsa ragu, takut kalo suaminya itu tidak mau.
Dewa tersenyum. "Boleh sayang, Mas kedepan sebentar, ya,"
Salsa sungguh sangat beruntung bisa memiliki suami seperti Dewa. Selama ini Dewa tidak pernah membuatnya menangis atau tidak nyaman di sampingnya.
Justru Dewa selama ini sangat membuat dirinya ingin selalu berada di samping laki-laki itu, nyaman, bahagia dan selalu dijadikan ratu satu-satu nya di dalam hidup Dewa.
Setelah sekitar 15 menit, Dewa baru sampai rumah dan langsung memberikan pesan sang istri.
"Sayang... " panggil Dewa.
"Iya, Mas?"
"Ini udah ada, buka dulu pintunya."
Salsa membukakan pintunya. "Makasih, Mas."
"Sama-sama,"
•••
Salsa keluar dari kamar mandi sudah dengan pakaian gantinya dan langsung menuju kasur, untuk merebahkan dirinya. Karena rasa ngilu di perutnya masih ada.
Salsa mengambil botol air hangat tersebut dan menempelkan di atas perutnya.
"Mas Dewa udah sahur?" tanya Salsa.
"Belum sayang," jawab Dewa.
"Maaf," cicit Salsa.
Dewa mendekat dan mencium pucuk kepala sang istri dengan sayang.
"Kenapa minta maaf, hm?"
"Udah lalai jadi istri. Masa suaminya gak disiapin sahur, sedangkan istrinya malah tiduran," lirih Salsa malu.
Dewa menggeleng. "Jangan kayak gitu, sayang. Kan lagi sakit, Mas gak apa-apa. Nanti bisa buat mie aja yang cepet,"
"Tuh, kan. Masa kamu makan sahur sama mie aja. Aku ke bawah ya, Mas. Aku masakin,"
Dewa kembali menggeleng dan memeluk istrinya. "Mas gak izin in, kamu lagi sakit, udah diem disini. Biar Mas yang buat mie,"
"Tapi Mas,"
"Nurut, Salsa."
"I-iya,"
Dewa tersenyum. "Mas ke bawah dulu," ujar Dewa mengecup singkat kening Salsa lalu turun ke bawah. Untuk makan sahur.
Setelah sekitar 20 menit Dewa selesai dengan sahurnya, kini ia sudah kembali ke kamarnya.
Sampai disana, Dewa melihat Salsa sudah tertidur pulas dengan selimut yang menutupi nya sampai kaki saja.
Dewa mendekat dan menarik selimut tersebut sampai batas dada istrinya lalu mengecup singkat kening Salsa.
Setelahnya, Dewa masuk ke kamar mandi, mengambil wudhu, untuk melaksanakan ibadah shalat subuh.
Selesai Dewa dengan shalat subuhnya dan juga mengaji, ia membereskan sejadahnya dan ditaruh ke tempat semula.
Dengan masih berpakaian baju koko putih, sarung hitam dan juga peci di kepala nya. Itu membuat ketampanan seorang Dewa bertambah.
Ia mendekati istrinya lalu mengusap-usap pelan perut sang istri dan melatunkan solawat dengan merdu.
Salsa sedikit terusik karena usapan dan suara merdu suaminya. Salsa membuka matanya, dan melihat pangeran di sampingnya.
Eh, suaminya.
"Maaf sayang, kebangun ya,"
"Engga apa-apa, Mas."
Dewa tersenyum melihat netra mata sang istri dan mengusap pelan pipi istrinya. "Masih sakit perutnya?" tanya Dewa lembut.
"Sedikit, Mas. Engga kayak tadi," jawab Salsa sembari mendudukkan dirinya.
"Alhamdulilah,"
"Mas nanti mau ke pondok, mau ikut?" lanjut Dewa.
Salsa mengerutkan keningnya. "Pondok? Kamu punya pondok?"
"Iya, maaf ya Mas baru ngasih tahu kamu,"
Salsa mengangguk paham. Karena memant kita berdua masih dalam tahap membuka secara perlahan.
"Engga apa-apa, Mas. Jadi, kamu ini Gus?"
"Bisa dibilang seperti itu," ujar Dewa.
"Ya Allah, suami aku keren banget sih. Udah CEO, Gus lagi. Mana ganteng banget." seru Salsa.
Dewa terkekeh mendengarnya. "Kamu ini," gemas Dewa.
"Hehe... mau Mas. Kapan kesananya?"
"Abis ashar, ya?"
"Boleh,"
"Nanti jangan masak buat buka, ya. Kita buka di pesantren," ujar Dewa.
•••