Aku tidak bisa bersikap seperti biasa, hatiku sakit.
Dohyun sepertinya benar-benar sakit hati padaku. Tapi, ia juga telah menyakiti hatiku langsung lewat perkataannya. Apa yang aku lakukan belum sebanding dengan luka dihatiku akibat ucapannya tadi pagi. Aku tidak setua itu! Aku juga tidak sakit!
Raut wajah kesalku pasti akan terlihat dihadapan ibu walaupun Dohyun sudah menghilang dari tadi. Aku kembali lagi ke mini bar— tempat dimana ibuku duduk. Ia menyerahkan beberapa file di meja ketika aku baru saja menjatuhkan bokongku dibangku mini bar.
Ia menuangkan wine lagi padaku, "lihatlah," perintahnya.
Aku membuka file tersebut.
"Ini anak pertama dari kongres Seo. Namanya Danny Seo, umurnya sama denganmu. Besok ada acara makan siang, kau harus datang. Jika tidak datang, ibu akan menyeretmu dengan paksa."
Jantungku serasa berhenti berdekat. Kepalaku benar-benar pusing.
Apa barusan yang ibu bilang?
Kongres SEO?
Ibu mau menjodohkanku dengan orang itu?
"Maksud ibu?" tanyaku untuk memastikan apa benar tebakanku.
"Danny Seo itu orang yang akan ibu nikahkan dengamu. Hentikan sikap psycomu pada anak SMA tadi dan mulailah sadar. Kau dengannya berbeda, ia miskin dan labil. Sedangkan kau, dewasa dan pastinya mapan. Jangan coba-coba minta bantuan ayahmu, itu tidak akan mempan kepada ibu. Karena kepala di keluarga itu ibu, bukan ayah."
Sial.
"Aku ini sudah dewasa, aku bisa menentukan pilihanku sendiri Bu."
Ibu terkekeh mendengar ucapanku, "apa yang disebut dewasa itu membuat anak laki-laki SMA berlutut meminta maaf. Itu yang disebut dewasa?"
Aku menghela napas kasar, aku tatap ibu dengan lekat.
"Ibu tau apa yang ia katakan padaku tadi pagi? Ia mengatakan aku tidak tau malu, mengataiku seorang tante-tante, itu cukup membuatku sakit hati Bu!" aku mengatur napasku lagi, aku mencoba melanjutkan lagi apa yang ada dibenakku. "Apa yang salah jika aku menyukainya? Bukankah akan lebih baik jika ia mengatakan tidak suka?! Tidak usah mengatakan aku tidak tau malu ataupun sudah seperti tante-tante!"
"Hiks...."
Tangisku lolos pada akhirnya.
"Jinny—"
"Aku lelah, aku butuh waktu sendiri," jelasku dan bangun dari bangku masuk ke kamarku.
Blam.
Aku membantingnya dengan lumayan keras.
Apa yang salah memangnya jika aku menyukai anak SMA?
Aku juga tidak mau?!
Tapi, memangnya bisa cinta itu memilih untuk jatuh kesiapa?!
Jika aku sudah menemukan seseorang yang cocok denganku, aku juga tidak akan membuat anak SMA mengemis meminta maaf padaku!
Drrt... Drrt...
Ponselku bergetar hebat.
Aku langsung mengambilnya di nakas. Aku sudah tidak kaget jika Dohyun menghubungiku lagi.
"Apa lagi?"
["Terimakasih hadiahnya."]
Aku mengusap mataku yang sebelumnya bercucuran air mata.
"Jika tidak suka, buang saja."
["Aku suka."]
"Bagus. Jika tidak ada yang penting, aku tu—"
["Jangan, aku masih ingin berbicara padamu.]
"Katakan, apa yang ingin kau bicarakan."
["Maafkan ucapanku ta—"]
"Jika hanya membicarakan itu, lupakan saja. Aku tidak mau membicarakan itu."
["Baiklah."]
"Aku tu—"
["Aku bilang belum, aku masih mau bicara. Kau dengar tidak?"]
Aku menghembuskan napas.
"Baiklah."
["Kartu kredit milikmu ada didalam paket, besok ambil ketika berangkat bersama."]
"Suasana hatiku buruk saat ini, aku sedang tidak mau mendengar suaramu. Hatiku merasa sakit setiap mendengarmu berbicara. Benar katamu, hahaha..., Hiks. Aku memang sudah Tante dan tidak tau malu."
Pip
Sambungan kuputuskan lebih dulu. Aku sudah tidak sanggup, kepalaku mau pecah
....
Lima jam berlalu.
Drrt... Drrt...
Ponsel sialan.
Aku raba area sekitar ranjang, dan berhasil menemukannya.
"Apa?"
["Aku sudah di basment. Kapan kau akan turun?"]
Huft.
Dohyun lagi.
"Tunggu. 10 menit lagi aku kebawah."
Pip.
Aku memutuskan panggilan duluan. Tanpa mandi terlebih dahulu, aku cuci muka serta gosok gigi. Setelah itu langsung mengganti pakaian. Ketika keluar kamar, aku lihat tidak ada siapa-siapa. Berarti ibu pulang. Aku ambil dompetku serta kunci mobil dan keluar apartemen. Kurang dari 10menit aku sudah sampai di basment. Dapat aku lihat, anak itu berdiri tepat membelakangi lift. Aku berjalan kearahnya tanpa memanggilnya dengan antusias seperti kemarin.
Aku tidak mau begitu lagi.
Aku berdiri tepat di sampingnya yang sedang membalas pesan dengan serius.
Kau jadi simpanan tante-tante 'kan Dohyun?
Aku tidak sangka, anak sepertimu itu suka menjadi simpanan.
Jihan sudah tau pasti, tapi apa dia akan melepaskanmu?
Kim Dohyun yang selalu disukai banyak orang, ternyata lebih buruk dari gangster hahahahah.
Pecundang pasti harus mempunyai backingan yang kuat kan?
Jika berita ini sampai media, tamatlah kau Dohyun dan si Tante ckckck.
Aku menutup mataku perlahan dan menepuk pundaknya.
"Ayo jalan," ajakku dan berjalan duluan ke mobil Mercedes Benz e-class milikku yang berwarna putih. Aku tidak pakai kacamata hitam lagi, aku memakai kontak lens hari ini. Wajahku benar-benar bare face, tidak pakai skincare ataupun makeup. Bibirku tidak semerah biasanya, karena memang aku tidak memakai lipstik, lip tin, ataupun lipbam.
Aku tidak peduli.
"Pakai sabukmu," perintahku. Aku mulai menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilku menerobos area parkir.
Diperjalanan menuju sekolah Dohyun, tidak ada pembicaraan sama sekali.
Kim Dohyun.
Aku pikir kau berbeda dari para lelaki lain, tapi ternyata....
Kau sama.
Suka memanfaatkan wanita yang tidak muda lagi sepertiku.
Maaf Dohyun.
Aku tetap akan membuatmu sengsara.
"Noona, berhenti!"
Aku langsung menginjak pedal remku.
Bugh.
Keningku benar-benar terbentur stir dan beberapa detik kemudian mobilku ditabrak lagi dari belakang.
BRAK.
Aku terbentur lagi oleh stir mobil. Kutatap langsung Dohyun dengan wajah kaget dan ternyata ia juga sedang menatapku dengan ekspresi yang sama persis denganku.
"Apa? Kau yang salah. Mengemudi sambil melamun. Aku juga kaget, jangan tatap aku dengan tatapan itu," jelas Dohyun.
Aish.
Aku langsung menepikan mobilku dan segera keluar. Mobil yang mengalami hal yang sama padaku juga ikut menepikan mobilnya. Ternyata ada sekitar dua mobil lainnya yang menabrak mobilku. Bisa dibilang, ini kecelakaan beruntun. Orang-orang mulai menghampiriku, diantara orang-orang tersebut; ada satu wajah yang aku kenal.
Itu asisten pribadi keluargaku.
Asisten Nam yang berdiri menatapku. Ia tidak sendiri, melainkan bersama dengan seorang anak perempuan yang mengenakan seragam sama dengan seragam milik Dohyun.
"YA! Kau ini bagaimana mengemudinya?! Kalau kita semua mati bagaimana?! Kau mau tanggung jawab?" ucap salah seorang pria yang sepertinya tidak jauh umurnya denganku.
Aku mengeluarkan dompetku dan memberikan kartu namaku pada orang-orang yang kena imbas akibat kelakuanku. Mereka menerimanya.
"Ini kartu namaku, kalian bisa menghubungiku soal kerusakan mobil kalian. Aku pasti akan langsung meresponnya."
Mereka kompak mengangguk, aku berkata, "jika ada masalah dengan kesehatan karena benturan ataupun kaget. Hubungi aku juga, aku akan tanggungjawab. Itu pasti."
Dua orang tersebut pergi setelah mendengarkan penjelasanku. Setelah sepi, aku berjalan menghampiri asisten Nam.
"Anda hampir celakan Jinny-ssi," ucapnya ketika kami sudah berhadapan.
"Benar sekali," aku mengalihkan pandanganku kearah anak yang seumuran dengan Dohyun, "siapa dia?"
"Dia ini adikku, namanya Nam Minkyung," jelasnya padaku. Anak ini langsung membungkukkan badan dan memperkenalkan diri padaku. Aku mengangguk paham.
"Aku pergi, jika ada kerusakan apapun. Hubungi aku, jangan segan," jelasku. Ia mengangguk, "baik. Tapi, dahi anda sedikit bengkak."
Aku memegang dahiku, benar saja. Terdapat tonjolan, yang sebelumnya memang tidak ada.
"Bukan masalah serius, aku pergi dulu. Hati-hati kalian."
Aku langsung kembali kemobil dan satu hal yang aku lihat; Dohyun sudah tidak ada. Ia nampaknya sudah masuk kearea sekolah, di kursi yang ia duduki terdapat kartu kredit yang ia bicarakan padaku semalam. Perasaanku campur aduk sekarang.
Antara rasa sukaku yang berlebihan dan rasa benciku yang hampir berlebihan seperti rasa sukaku.
Aku menyukainya karena pertemuan kami yang seperti layaknya drama di tv.
Flashback.
"Kau ini perempuan gila! Sudah aku bilang jangan keluar!"
Bugh
Satu tendangan berhasil membuat wanita ini meringkuk kesakitan. Pria yang barusan meneriaki serta menendang wanita ini adalah kekasihnya sendiri—Kim Hangyeom . Ini bukan kali pertama wanita ini mendapatkan pukulan serta tendangan seperti ini.
"Dengar tidak?!"
Tidak ada sautan, yang terdengar hanyalah erangan menahan sakit. Baru ingin menendang lagi, seorang anak remaja yang baru saja sampai di lantai ini berlari dan mendorong Hangyeom yang hendak menendang perempuan barusan. Dorongan itu sukses membuat pria yang sedang melakukan kekerasan ini terhempas kebelakang.
"Noona! Dengar aku?!" teriaknya sambil berusaha menyadarkan diri wanita yang sudah hampir pingsan ini. Terlihat dengan sangat jelas, orang ini mengalami kekerasan yang bukan main-main.
Mata, pipi, pelipis, serta pinggiran bibirnya lebab.
"To-tolong...," pintanya. Langsung saja, anak remaja ini berusaha memapah perempuan ini. Belum sempat ia berhasil membuat wanita ini berdiri, seseorang sudah menendang kepala bagian belakang miliknya.
Hampir saja oleng, ia langsung berusaha mencoba berdiri dan tetap berusaha membawa perempuan ini berjalan kearah lift. Sedikit lagi sampai pada lift, wanita yang sedang ia papah ini mengerang kesakitan karena pria yang menyiksanya itu menarik rambut sang wanita yang sudah menjerit kesakitan. Bagaimana tidak, Hangyeom menariknya hingga beberapa helain rambut ada di telapak tangan miliknya. Anak laki-laki yang melihat kejadian tersebut langsung menarik sang wanita kebelakang dirinya. Hingga wanita tersebut menabrak pintu lift. Tanpa jeda, ia langsung saja memegang lengan jas orang tersebut dengan kedua tangan. Bugh.
Ia menendang perut orang tersebut dengan kencang dan langsung membanting dengan cukup keras layaknya ia bermain judo.
Ting.
Pintu lift terbuka.
Anak laki-laki ini langsung memapah tubuh wanita yang memang sudah hampir tidak sadarkan diri. Anak laki-laki tersebut adalah Kim Dohyun, perempuan yang ditolong adalah Jinny Kim. Pecundang yang melecehkan Jinny adalah mantan kekasihnya yaitu Kim Hangyeom.
Flashback end.
Aku kagum untuk beberapa saat jika ingat hal ini. Tapi, tetap saja. Dohyun masih buruk dimataku.
Dan aku masih tetap menginginkan dia menjadi milikku walaupun harus aku buat ia menderita terlebih dahulu.
Ia harus sadar, aku ini adalah ratu di catur sedangkan dia?
Dia hanyalah bidak yang melindungiku.
...
Hari ini aku memutuskan untuk pergi ke perusahaan ayah setelah mengantarkan Dohyun. Ucapan ibuku nampaknya bukan suatu hal yang bisa dianggap remeh, itu adalah suatu perintah yang harus aku turuti.
Tapi, aku tidak mau menuruti hal yang satu ini.
Sekarang jam 09.00AM, aku masih punya waktu dua atau tiga jam untuk membatalkan acara makan siang itu. Satu orang yang bisa membantuku hanyalah ayahku.
Ketika sampai di basment perusahaan ayah, aku langsung mengirimi pesan pada ayah bahwa aku sudah sampai di perusahaan miliknya. Ada hal mendesak, yang harus terselesaikan hari ini. Ia membalas pesanku.
Tunggu diruangan ayah dan jangan keluar sampai sang ayah datang—ayahku.
Tanpa membalas pesannya, aku pun menurut dan berjalan kearah lift menuju ruangan paling atas di kantor ini. Sesampainya dilantai ruangan khusus ayah, aku sudah disambut asisten pribadinya.
"Pagi, silahkan tunggu didalam ya," jelasnya sambil tersenyum kearahku. Aku hanya mengangguk ketika ia mengarahkanku keruangan milik ayah. Ketika memasuki ruang pribadi kerja ayah, aku dapat melihat figur foto keluarga kami disana. Bukan hanya keluarga kami, tapi keluarga ayah yang lain juga ada. Sambil menunggu ayah datang, aku membaca email asiten Nam tentang informasi Dohyun.
1. Doyoung lahir tanggal 24 Desember 2003
2. Orangtuanya meninggal ketika ia berumur 10 tahun, setelah itu ia tinggal dan diasuh oleh kakaknya yang bernama Jia.
3. Hubungannya dengan kakak ipar yang bernama Song Woosik tidak berjalan baik karena Woosik yang merasa Dohyun itu beban.
4. Ia punya kekasih bernama Nam Minkyung.
Nam Minkyung?
Minkyung?
Minkyung?
Nama ini tidak asing sekali untukku. Mataku membesar setelah ingat siapa Minkyung ini, anak ini adalah adiknya asisten Nam. Anak yang dikenalkan padaku beberapa jam yang lalu.
"Jinny?"
Aku tersentak kaget setelah suara ayah memanggilku terdengar.
To be continued....