"JINNY!"
Aku langsung kaget mendengar teriakan dari ayahku.
"Kemana Leo?! Kau tidak menjemput?!"
Mataku membulat mendengar bentakan ayahku. Aku langsung bangun dan melihat jam diatas.
08.30 PM
Ini sudah lewat dua jam Leo pulang dari Playground.
"Aku ketiduran!" Teriaku dan langsung saja bergegas pergi menuju Playground Leo. Hanya memakai kaos dan jaket, aku langsung mengambil kunci mobil dan ponsel.
Sial.
Aku kelepasan tidur hingga lupa menjemput Leo.
Sekitar 30 menit, akhirnya aku sampai di Playground Leo dan apa yang aku lihat?
Playground ini tutup!
Kemana Leo perginya!
Aku bergegas lagi mencari taman disekitar Playground untuk sekedar memastikan, apakah Leo ini main di taman sendiri atau bersama gurunya? Tapi, yang lebih aneh. Sekolah ini benar-benar sangat elit, tapi; kenapa tidak ada yang menghubungi kalau Leo sudah harus dijemput ketika keluarganya belum ada yang menjemput?!
Aku akan tuntut sekolah ini! Jikalau Leo benar-benar hilang!
Napasku terengah-engah karena aku belum melihat Leo sejauh ini. Kemana anak itu pergi?
Aku langsung menelpon ibu dari si Leo ini. Dasar ibu sialan, dia lebih mementingkan karir modelingnya ketimbang putranya sendiri.
Tutt....
Belum diangkat.
Tutt....
Belum juga diangkat.
Sial!
Aku langsung menelpon ayahku dan nyatanya beliau juga tidak mengangkat teleponku. Mereka berdua ini orangtua macam apa?!
Tidak ada yang bisa aku hubungi lagi selain ibuku. Aku langsung menelpon ibu dan pastinya; ibu akan menjawab teleponku dengan sangat cepat.
["Ada apa Jinny-ah?]
"Ibu! Leo hilang, aku bingung!" Teriaku kebingungan sambil terus mencari-cari didaerah sekitar Playground Leo.
["Sudah hubungi keluarganya?"]
"Sudah Bu.... Jinny takut Leo diculik...."
["Ibu akan minta para penjaga rumah untuk segera membantu mencari didaerah sekitar sana, jangan menangis! Ibu juga akan ikut bantu cari!"]
Aku mengusap air mataku, "iya Bu."
Panggilan kami terputus. Aku masih berlari-lari sambil meneriaki nama Leo hingga aku melewati sebuah cafe, mataku melihat seseorang yang seperti Leo. Aku masih mematung memperhatikan keadaan di balik kaca cafe. Hingga, anak laki-laki itu menengok kearahku. Mataku membulat, iapun langsung berusaha turun dari bangku ketika melihatku.
Itu Leo!
Aku langsung berlari masuk kedalam cafe.
"LEO!" Teriakku nyaring.
"Nini!" balasnya dengan suara nyaring.
Aku langsung memeluknya dengan erat. Air mataku meluncur dengan sendirinya. Aku hanya takut, takut jika aku tidak bisa melihat adikku ini.
"Nini! Leo pikil, tidak ada yang jemput Leo."
Hiks.
Aku masih memeluknya dengan erat.
"Nini...."
Aku melepaskan pelukanku dan berjongkok dihadapannya.
"Nini pasti jemput Leo, Nini janji!" yakinku pada Leo.
"Permisi," panggil seseorang. Aku langsung mengelap airmatku dan menatap orang tersebut dengan sedikit mendongak. Wajahnya gelap karena memang ia menutupi cahaya lampu kafe.
"Aish," ucapanya sedikit kesal. Aku bingung, apa yang menyebabkan orang ini kesal. Aku bangun dari posisiku dan aku bisa melihat dengan jelas siapa orang yang ada di hadapanku ini.
Kim Dohyun.
'Plak'
Itu adalah bunyi tamparan yang kulayangkan pada Dohyun. Suasana yang tadinya lumayan bising, berubah menjadi senyap.
"Kau ingin membalas apa yang kulakukan padamu?" tanyaku padanya. Dohyun tidak menjawab karena ia masih shock dengan apa yang kulakukan.
Aku memang menyukaimu, tapi aku tidak buta dengan apa yang ingin kau coba lakukan pada Leo.
"Nini," panggil Leo. Aku tidak hiraukan panggilan Leo, aku menarik tangan Leo dan membawanya berdiri di belakangku. Dohyun memegangi pipi kirinya yang benar-benar merah, karena memang aku tidak main-main menamparnya.
"Leo," panggil anak laki-laki lain yang ada disamping Dohyun. Aku menatap anak tersebut dan anak tersebut bersembunyi langsung dibelakang Dohyun.
"Sampai kapanpun," aku menunjuk Dohyun, "tidak akan bisa membalasku. Kau harusnya tau posisimu itu dimana," sarkasku dan langsung pergi dari sini sambil menarik Leo untuk mengikutiku.
"WANITA GILA!"
Aku tersentak kaget mendengar teriakan yang aku yakini Dohyun yang melakukan hal tersebut.
Aku menoleh.
"KAU GILA! GILA!" Teriaknya kesetanan dan berjalan kearahku. Ia menunjukku seperti apa yang aku lakukan barusan padanya.
"Pantas saja sampai ini kau ini tidak menikah, karena memang kau gila! Laki-laki normal juga tidak akan ada yang mau denganmu!" makinya padaku. Ia mengatur napasnya dan tersenyum kearah Leo, aku masih tidak bisa mencerna apa yang terjadi ini!
Ia mengusap pipi Leo dan aku langsung tepis tangan Dohyun. Ia melirik sekilas dengan sinis dan menatap Leo lagi.
"Leo, samchon pulang. Pai-pai."
Ia melirikku dan langsung mengeluarkan jari tengah setelah itu pergi meninggalkan arena kafe.
Note:
Pai-pai = Bye bye.
Dohyun kenal Leo?
Selagi aku berpikir, Leo memanggil seseorang, "ibu gulu!"
Atensiku teralihkan dengan panggilan Leo terhadap seseorang. Aku berusaha mengikuti arah mata Leo kemana, dan ia meneriaki seorang wanita yang terlihat sedang mencari sesuatu. Leo melepaskan genggaman tangannya padaku dan berlari kearah wanita yang ia panggil Ibu guru itu.
Ibu guru?
Aku langsung berjalan cepat kearah ibu guru tersebut. Emosiku tiba-tiba memuncak tidak karuan.
"Ibu guru, aku rasa kita perlu bicara."
Ibu guru tersebut mengangguk. Ia menyuruh Leo agar duduk di bangku yang Leo duduki kali pertama aku melihat dirinya dari luar.
"Kita bicara diluar," jelas ibu guru dan berjalan duluan. Aku mengikutinya dari belakang.
Disinilah kami.
Diluar kafe.
"Kenapa Anda membawa Leo keluar sembarangan? Ini sudah melanggar kode etik sekolah! Kau tidak tau hal ini atau memang bodoh?!" makiku padanya. Emosiku sudah benar-benar meluap tidak karuan.
Ibu guru tersebut terlihat tertawa meremehkan.
"Anda mengejek saya?" tanyaku tidak percaya.
Ia tertawa, "Anda menampar Dohyun?" tanyanya.
"Jangan mengalihkan pembicaraan, ini tentang kredibilitas Anda sebagai seorang guru bagaimana?! Apa pantas guru yang tidak tau tata krama harus mengajar adikku?!"
Guru ini sukses membuatku kesal.
Ia masih saja bersikap menjengkelkan dihadapanku.
"Anda yang tidak punya tatakrama!" bentaknya padaku.
Orang ini main-main denganku.
"Sinting! Beraninya kau mengatakan hal tersebut padaku?!"
"Aku dan Dohyun yang mengajak Leo main sehabis dari Playground karena memang, kalian tidak datang menjemputnya!"
Aku terdiam.
"Leo sudah menunggu hampir 30menit, dan kalian ini keluarga yang sangat sibuk!" Ia mengatur napasnya, matanya benar-benar sudah memerah, ia melanjutkan lagi ucapannya.
hingga kalian semua lupa dengan salah satu anak yang menjadi pelengkap di keluarga Anda!"
Hatiku sedikit teriris.
Sang guru mengusap matanya. Ia menangis. Aku juga tidak bisa menahan air mataku.
"Kalian semua ini selalu saja memikirkan bisnis, tetapi kalian, tidak memikirkan Leo!"
Aku terdiam sambil tetap menahan air mataku walaupun tetap saja ada beberapa yang lolos.
"Pihak sekolah sudah menghubungi kalian semua, tapi apa? Tidak ada balasan dari kalian," jelas ibu guru dengan nada yang mulai tenang. Aku tidak tau kalau pihak sekolah sudah mencoba menghubungi ayah dan istrinya. Aku jadi merasa aku ini kakak yang benar-benar buruk bagi Leo.
"Maaf, saya tidak tau jika kalian sudah berusaha menghubungi orangtua Leo," jelasku. Ia tertawa miris.
"Harusnya Anda minta maaf pada pamannya Rowon."
Aku mengerutkan dahi dan bertanya, "siapa?"
"Anak sekolah tadi yang Anda tampar, Leo tadi yang memberitahu saya. Sikap Anda sudah sangat keterlaluan."
Aku membungkuk meminta maaf.
"Aku minta maaf ibu guru," ucapku tulus.
"Jangan minta maaf pada saya, minta maaf pada Dohyun. Tidak usah membungkuk padaku."
Aku menghentikan tindakanku yang membungkuk minta maaf padanya.
"Saya permisi pulang, lain kali jangan langsung menghakimi seseorang seenaknya. Permisi," pamitnya dan pergi meninggalkanku mematung.
Aku langsung menarik rambutku kesal!
Aku ini benar-benar kakak dan juga wanita yang jahat bagi Leo dan Dohyun. Apa yang harus aku lakukan lagi? Pria yang kusukai, tanpa aku sadari; sudah aku sakiti.
Aku mencoba terlihat 'tidak apa-apa' dan masuk lagi kedalam kafe, Leo yang melihatku langsung berlari kearahku.
"Nini-noona," panggilnya sambil menarik tanganku. Aku tersenyum.
Kuusap dahinya.
"Ayo kita pulang."
Ia mengangguk dan menggandeng tanganku menuju luar kafe. Aku mengambil tas yang dipakai Leo dan memegangnya sambil berjalan gontai. Aku juga tidak lupa menelepon ibu—mengabarinya—bahwa Leo sudah ketemu.
....
Ketika aku sampai apartment, ibu, ayah, dan istri kedua ayah ada di apartemenku.
"LEO!" Teriak istri kedua ayah dan berlari kearah Leo, ia mencoba untuk memeluknya. Aku langsung menarik Leo kebelakangku.
"Jinny...," panggilnya dengan nada memelas.
"Leo hari ini tidur diapartemenku, aku tidak peduli! Jika kalian tidak ada urusan denganku, pulang. Kecuali ibu."
Aku menarik Leo kearah kamar, tapi istri kedua ayah ini keras kepala. Ia menahan tangan Leo yang satunya.
"Nini...," panggil Leo. Aku menoleh dan melepaskan genggaman tangan Leo. Ibu Leo langsung mencoba memeluknya, tapi anak tersebut mundur dan berlari kearah ibuku.
"Leo mau sama mami."
Suasana menjadi tegang.
Ini diluar dugaanku. Leo malah mau ikut dengan ibu bukan dengan ibunya.
"Leo pulang sama ayah ya?" bujuk ayahku. Leo menggeleng lagi.
"Leo mau sama mami dan Nini."
Aku tersenyum, langsung ku tarik Leo dari ibu.
"Untukmu Airin," panggilku pada ibu Leo yang bernama asli Airin Kim. Kenapa aku bisa memanggilnya seperti itu? Karena memang, umurku dan ibunya Leo tidak beda jauh. Jarak kami hanya tiga tahun. Aku lebih muda tiga tahun dari ibu Leo.
"Jika kau tidak bisa mengurus Leo, ijinkan aku dan ibu yang mengurusnya," ucapku dan pergi dari ruang tengah apartemen menuju kamarku yang ada di lantai dua. Aku tidak tau apa yang terjadi di lantai bawah, aku tidak peduli. Dua hal yang aku pedulikan saat ini adalah Leo dan juga Dohyunku.
To be continued ....