Chereads / Sujud Terakhir / Chapter 14 - Moving house

Chapter 14 - Moving house

Yang awalnya menyakinkan akan terus bersamapun tetap pergi. Pada akhirnya tidak ada jalan lain selain bertahan atau mengakhirinya.

***

Davian berjalan dari kamar mandi menuju ranjang dimana istrinya masih tertidur.

Sehelai handuk masih menempel di bawah pinggangnya, memperlihatkan dada bidang laki laki itu.

Perlahan ia mendekat, duduk di samping gadis itu.

Fuhhh

Davian tampak meniup wajah Anissa hingga beberapa helai rambut panjang gadis itu bergerak.

Errgghh

Anissa tampak mengerang saat hembusan nafas laki laki benar benar terasa menerpa wajahnya.

Beberapa detik kemudian gadis itu tampak mengerjapkan matanya, memperlihatkan wajah Davian yang begitu dekat dengan wajah nya.

"Astagfirullah .." ucap gadis itu kaget.

Davian spontan menjauhkan wajah nya, ia kemudian berdiri tegak di samping istrinya.

"Bangun udah siang .." ucap laki laki itu, ia kemudian menggosok rambut pendek basahnya menggunakan handuk kecil di tangannya.

"DAVIAN ..." teriak Anissa saat ia sadar jika suaminya hanya memakai handuk yang melingkar di bawah pinggangnya.

Davian tampak menutup kedua telinga nya saat istrinya itu berteriak memanggil namanya hingga membuat gendang telinganya sakit.

"Berisik Niss, masih pagi. Nanti Ayah sama Bunda salah paham lagi" ucap Davian.

Anissa tidak bersuara ia memilih menutup wajahnya menggunakan selimut yang sedari tadi masih menempel di badannya.

"Kenapa sih?" Tanya Davian lagi penasaran.

Beberapa kali ia memanggil istrinya itu, menggoyahkan badan kecil istrinya namun tetap tak ada jawaban hingga akhirnya Anissa perlahan membuka selimut yang sedari tadi menutup wajahnya.

Kini bukan selimut melainkan tangannya yang berusaha menutup kedua mata gadis itu.

"Itu ..." Ucap Anissa terbata-bata.

"Apa?" Tanya Davian

"Kamu gak pake baju Davian .." ucap Anissa kemudian hingga membuat Davian menganga tak percaya.

"Astagfirullah ..." Ucap laki laki itu.

Setelah nya Anissa hanya mendengar suara langkah kaki laki laki itu yang tergesa gesa menuju walk in closet.

20 menit kemudian ..

Tap tap tap

Clek

"Sudah siap semua Nis?" Tanya Lidya yang sudah berdiri tegak di samping pintu.

"Udah semua Bund, lagian cuma baju baju Nissa kok. Punya Davian kan udah disana semua" ucap Anissa yang sedang memasukan baju bajunya ke koper.

Perlahan Lidya berjalan menghampiri putri kecilnya itu.

Ya bagi Lidya Anissa tetap putri kecil nya, meskipun kini putrinya sudah menikah. Baginya Anissa tetap anak kecil yang begitu ia sayangi.

Lidya duduk di samping putri kecilnya itu, mengelus rambut halus yang terurai hingga sebahu.

"Kamu udah dewasa. Sudah menikah, sudah menjadi milik suamimu. Tapi bagi Bunda kamu tetap putri kecil Bunda yang manja ..."

"Bakti kamu ke Ayah sama Bunda udah selesai sayang, sekarang kamu harus berbakti sama suami kamu, sama Davian. Pria yang Ayahmu percaya mampu membuat putri bungsu nya bahagia ..." Sambung Lidya.

Anissa hanya mampu tertunduk merasakan setiap belaian yang ia rasakan dari Bunda nya. Belaian yang selama ini sangat ia rindukan.

"Di detik ini rasanya hanya ada Anissa dan Bunda, tidak ada kak Clara. Hanya ada Anissa dan Bunda .." batin gadis itu

"Bunda .." ucap gadis itu, rasanya suara nya kian tercekat ketika rasa yang ada di dalam hatinya seolah terkoyak.

Perlahan gadis itu menengadahkan wajahnya melihat wajah Lidya yang sudah mulai ada keriput.

Lidya tampak berdehem menanggapi sapaan dari putri bungsu nya itu.

"Bunda ... bunda sayang sama Nissa?" Tanya gadis itu. Matanya kian memanas merasakan sakit yang begitu ia rasakan di dalam hatinya.

"Bunda sayang sama Nissa!" Ucap Lidya cepat.

"Bohong ..."

"Bunda ga bohong sayang, Bunda akan selalu sayang sama Nissa. Siapa bilang Bunda ga sayang sama Nissa?" Tanya Lidya.

Keduanya kini saling bertatapan satu sama lain.

"Nissa! Barusan Nissa yang bilang" ucap gadis itu. Kini air matanya sudah tidak bisa lagi ia bendung.

Satu isakan lolos dari mulut nya begitu saja.

Lidya seketika langsung memeluk putri bungsu nya itu.

"Jangan nangis sayang! Bunda gak suka liat Nissa nangis. Bunda ga bisa liat putri yang begitu Bunda sayang nangis kaya gini" ucap Lidya lagi.

Anissa tak mampu berbicara apapun, air matanya kian deras.

Selama ini yang ia dengar dari mulut Lidya hanya tentang Clara kakak perempuannya.

"Clara yang baik, Clara yang cerdas, pintar bla bla bla .."

Hanya ada omong kosong yang ia dengar dari kedua orang tuanya. Tidak ada 1 pujian pun yang ia dengar untuk dirinya.

Hanya ada "Anissa yang nakal, Anissa yang selalu membangkang. Dan hanya ada Anissa si anak durhaka .."

Hanya itu kata kata yang selalu ia dengar entah itu dari Handoko ataupun Lidya.

Kedua nya sama saja baginya, tidak ada yang sayang, tidak ada yang peduli.

"Dan sekarang tiba tiba Lidya mengatakan bahwa ia adalah gadis kecil nya yang selalu ia sayangi."

"Tuhan rasanya rasa sakit ini benar benar terasa membingungkan. Di lain sisi bukan hanya rasa sakit yang terasa melainkan kebahagian juga berada dalam satu ruangan yang sama .."

***

Davian berjalan naik menuju tangga, setelah ia keluar dari walk in closet. Ia tak melihat Anissa di ranjang, gadis itu pasti sudah masuk ke kamar mandi.

Waktu yang tepat bagi dirinya untuk melarikan diri, ia tak mau memperlihatkan wajah nya yang sudah memerah hebat karena malu.

Bisa bisanya dia lupa jika ia sebenarnya belum mengenakan pakaian, ini pertama kalinya dia harus memperlihatkan dada bidang pada seorang gadis.

"Ya aku tau Nissa memang istriku tapi kami bahkan belum mengenal satu sama lain. Aku juga belum terbiasa ada dia di dalam hidupku .."

Ia berjalan hingga akhirnya suara Isak tangis terdengar dari kamar nya.

Ia berjalan cepat ingin menghampiri Anissa, namun langkah kaki laki itu terhenti ketika melihat Lidya dan Anissa tengah berpelukan.

Aku tahu hal ini pasti berat bagi Anissa, gadis itu pasti tidak mau berpisah dengan Bunda nya.

Itu hanya pikiran Davian saja, lagipula setiap anak perempuan pasti akan melakukan hal yang sama jika harus berpisah rumah bersama orang orang yang begitu ia sayangi.

Laki laki itu berputar arah hendak meninggalkan kamar nya, namun langkah kakinya terdengar oleh Lidya.

"Davian ..." Ucap Lidya

Laki laki tampak menoleh dan tersenyum canggung. "Bund .."

"Sini masuk, maaf yah Bunda sama Nissa jadi melow gini" ucap Lidya

"Gak apa apa Bund, Davian ngerti kok. Davian minta maaf yah udah ganggu Bunda sama Anissa .." ucap laki laki itu yang masih setia berdiri di samping pintu.

"Nggak ko gak apa apa. Gmna semua nya udah beres kan" tanya Lidya.

"Udah kok Bund .." ucap laki laki itu.

Lidya beralih menatap putri bungsu nya lagi.

"Hati hati di jalan, inget pesan Bunda barusan .." ucap Lidya lagi. Ia kemudian mengecup singkat pucuk rambut putri bungsu nya itu.

"Iya Bund, Anissa inget kok .."

Davian kemudian berjalan mendekati Lidya dan Anissa.

"Davian sama Nissa pamit ya Bund .." ucap Davian.

"Ia hati hati yah, Ayah udah di depan kan?" Tanya Lidya

"Iya Bund, Ayah udah di depan kok nungguin Nissa" ucap Davian lagi.

"Ayo sayang turun ..." Ucap Davian tiba tiba.

Anissa tampak tak percaya dengan apa yang diucapkan Davian barusan.

Pipinya kini mulai memerah hebat, apalagi di samping nya masih ada Lidya yang tampak terkekeh melihat kedua sejoli itu.