Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

TRAP LOVE

🇮🇩sunmoonstar_21
--
chs / week
--
NOT RATINGS
5.9k
Views
Synopsis
Jacquelin Arum Maheswari si playgirl yang sedang mencari peruntungan untuk menaklukan dosen baru dikampusnya. Namun sayang, Dosen itu, Ruhyang Prata Danureja tidak tertarik dengan Jacquelin. Lama-lama Jacquelin terjebak dengan permainannya sendiri. Jacquelin tidak menyerah. Ia terus saja melempar panah asmara pada Ruhyang. Lupa kalau ia akan segera dijodohkan oleh Ayahnya. Saat kesempatan dari Ayahnya sudah habis, Jacquelin melakukan hal yang besar yang tidak bisa di terima. Semua menjadi kacau, sedang dari kekacauan itu ia tidak mendapat hati Ruhyang sedikitpun. Perilakunya hanya menambah kebencian Ruhyang terhadapnya. Jacquelin kecewa. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Harapannya untuk bisa membuat kisah bersama Ruhyang sebelum benar-benar hidup sesuai keinginan Ayahnya, pupus sudah.
VIEW MORE

Chapter 1 - CHAPTER 1: TARGET BARU

PLAK!

"Istigfar lo! Masa dosen juga mau di embat juga!"

Hardik perempuan berambut pendek. Kepalanya menggeleng. Benar-benar tidak habis pikir dengan temannya ini. Tidak salah kalau orang-orang memanggilnya Ratu Penggoda. Entah itu seumuran, yang lebih tua, yang belum punya gandengan atau udah, kalau gadis berwajah agak ke bule-bulean itu suka, dia akan maju paling depan. Tidak akan ada kata gentar, takut, minder atau apapun itu yang membuat ia mengurungkan niat untuk mengejar seorang lelaki.

Lagian siapa juga yang mau menolak pesona seorang Jacquelin Arum Maheswari? Mahasiswi cantik itu walaupun banyak dicaci karena seorang playgirl tapi pesonannya tidak ada yang mampu menolaknya. Tidak ada. Bahkan seseorang yang telah terikat pernikahan pun rela melepaskan segalanya hanya demi Jacquelin.

"Gak usah cengengesan. Lebih baik lo urusin kuliah lo. Masa iya lo mau sampe 14 semester disini?" sergah Lulu.

"Santai … toh gue bukan niat lulus disini."

Lulu berdecak. Memang susah kalau ngomong sama rich people. Apapun tidak jadi masalah toh kekayanyaanya tidak akan surut kalau tidak ada gelar yang tersemat di ujung namanya. Berbeda dengan dirinya yang harus mati-matian mengejar beasiswa untuk bisa lancar berkuliah.

"Tapi kayaknya bakalan asik juga kalau ngejar tuh dosen.Itu dosen baru 'kan?"

"Je …," ucap Lulu gemas.

Jeje tertawa renyah, "Biasa aja kali Lu. Lo tahu 'kan kalau omongan lo gak akan mausk kalau gue udah nentuin target?"

Lulu menghela napas, "Ampun dah anak yang satu untung aja cantik dan banyak duit."

"Dasar!"

"Eh tapi beneran deh, gak usah nyari gara-gara sama tuh dosen. Tahu gak pas pertama dia masuk? Beuh … kagak ada ramah-ramahnya. ngajarnya serius banget. Tapi emang bagus sih cara ngajarnya, gue bisa langsung ngerti denger penjelasannya."

Jeje hanya menyerahkan telinganya saja pada Lulu yang mengoceh. Tatapannya masih mengekori laki-laki yang berstatus dosen itu. Kedua sudut bibirnya terangkat. Detik ini, dia sudah menemukan target selanjutnya.

"Je!" teriak Lulu.

Jeje mengerjapkan matanya. Tatapannya baru beralih pada Lulu.

"Kenapa?"

"Gue udah peringatin lo ya!"

"Peringatin apa?"

"Jangan deketin tuh dosen."

"Kenapa?"

"Kalau lo dipersulit lulus dari sini gimana?" ucap Lulu.

"Ya gak apa-apa. Bagus gue bisa ketemu dia terus."

"Gila lo ya."

"Crazy? That's me!"

Lulu menatap tidak percaya. Memang percuma saja ia mengatakan ini dan itu pada Jeje. Tidak akan di dengarnya. Jeje hanya akan mendengarkan apa yang ingin ia dengar saja.

"Jadi dia masuk pas gue gak masuk, Lu?"

Lulu mengangguk sembari memasukkan snack ke mulutnya. Tatapannya masih fokus dengan buku tebal yang dibawanya.

"Namanya siapa?" tanya Jeje.

Lulu tidak langsung menjawab. Ia nampak berpikir. Entahlah ia lupa nama dosen itu. Mungkin efek tugas yang menumpuk akhir-akhir ini.

"Ish! Buruan. Siapa nama dosen itu," kesal Jeje.

Lulu tidak langsung menjawab. Kali ini bukan karena masih tidak ingat. Tapi … lebih baik ia tidak memberikan informasi secara cuma-cuma. Sayang kalau teman model Jeje yang dompetnya selalu tebal tidak dimanfaatkan dengan baik.

"Beliin martabak tapi."

"Heleh … dasar teman matre lu!" ucap

"Hehehe … dompet lo sayang kalau enggak dimanfaatin. Anggap aja sedekah."

"Sedekah-sedekah. Sedekah itu sama orang yang membutuhkan."

"Gue 'kan membutuhkan Je."

"Membutuhkan pala lo!"

Lulu hanya tertawa. Jeje mendengus sebal. Namun tak urung juga Jeje memberikan dua lembar seratus ribuan pada Jeje.

"Jangan lupa kerjain tugas gue."

"What? Apa-apan lu! Kagak ada. Kalau mau, tambahin," ucap Lulu sembari cengengesan.

Tangan Jeje terarah pada kening Lulu. Dalam hitungan detik, jentikan lengannya yang putih menyapa kening Lulu.

PLETAK!

"Sakit Je!" rutuk Lulu.

"Makanya jangan kebangetan mata duitan!"

"Tenang … gue mata duitan cuman sam lo aja Je."

"Dasar!" Jeje memasukkan kembali dompetnya, "siapa nama dosen itu?" tanyanya lagi.

"Ruh."

"Hah?"

Lulu menganguk-angguk membalasi dahi Jeje yang berkerut.

"Emang namanya Ruh."

"Nama panjangnya?"

"Ruhyang."

Jeje menganguk-angguk sambil mengulum senyum, "Bagus juga. Unik. Gue suka."

"Eh tapi gue seriusan lo Je," ucap Lulu. Nadanya terdengar serius.

"Kenapa emang?"

"Jangan dosen itu."

Jeje melipat tangannya, "Kenapa? Santai aja kali. Yang berisitri aja gue udah pernah. Kalau soal status dosen, gak usah dipikirinlah. Status tetap status, cinta tetap cinta," ucap Jeje disertai kehkehan kecil.

"Eneg banget lo ngomongin cinta. Mana ada Jeje beneran cinta sama laki-laki. Yang ada lo emang seneng mainin laki-laki. Gak ada akhlak lo, Je."

"Itu namanya seni menikmati hidup, Lu."

"Seni menikmati hidup apanya? Yang ada lo numpuk dosa. Numpuk musuh."

"Hey … semakin banyak yang benci semakin istimewa."

"Pemahaman dari mana itu? Yang ada semakin banyak yang benci berarti semakin lo unfaedah hidupnya."

Jeje kembali tertawa. Ia mengusap-ngusap puncak kepala Lulu, "Utututu … temen gue ini emang gak paling bisa diracunin ya."

"Yaiyalah. Gue 'kan pinter."

"Dih. Pede amat lo," cibir Jeje.

"Tapi gue serius lo Je. Jangan sama dosen itu. Gue takut lo kenapa-kenapa," ucap Lulu terdengar tulus.

"Yang ada dianya yang harus lo khawatirin."

Lulu menepuk jidat, "Oh iya gue lupa."

"As*!"

Lulu tertawa, "Eh, Je gue denger dia juga berpengaruh di kampus ini. Cucu yang punya kampus ini kalau gak salah."

"Terus?" tanya Jeje.

"Terus?" ucap Lulu tidak percaya. Benar-benar pikirnya. Masa iya temannya ini bodohnya kebangetan? Apa yang akan terjadi kalau dia berurusan dengan petinggi kampus? Bisa-bisa dia dijadiin perkedel.

"Emang kenapa kalau dia petinggi kampus? Sama setara perwakilan rakyat aja gue pernah affair."

"Subhanallah. Bener-bener lo harus diruqyah, Je."

"Gak mempan. Tuhan lo gak kenal sama gue," ucapnya.

Lulu tertawa hambar, "Dasar lo ateis. Bisa aja bales ucapan gue."

"Hahahah lo sih jangan pas jawab ujian aja mikirnya."

Lulu berdecak. Ia menghela napas. Lalu entah dapat angin darimana, kali ini Lulu masih berusaha memperingati Jeje. Biasanya Lulu acuh tak acuh asal senang buat Jeje aja. Toh kalau ada masalah, Jeje selalu bisa mengatasinya. Perempuan itu juga selalu tahu batasan. Kalau ketahuan targetnya memiliki istri atau kekasih, Jeje hanya akan menggangu tidak untuk memutuskan suatu hubungan. Hanya saja memang lelaki yang sudah tergoda ciri kualitas keimanannya jelek. Akhirnya hanya bisa mengejar sesuatu yang semu. Walaupun sebenarnya Lulu tidak pernah membenarkan sikap Jeje yang senang sekali mempermainkan hubungan terlepas itu dengan yang sudah memiliki hubungan atau yang single sekalipun.

"Pokoknya lo jangan sama dosen itu."

"Kenapa? Lo suka, Lu?"

Lulu melotot, "Jeung aki-aki?" (Sama kakek-kakek?)

"Dia gak setua itu. Dia matang."

"Beda sapuluh tahun jeung urang, Je. Gak banget. Gue penganut yang seumuran atau gak 2-3 tahun diatas." (Beda sepuluh tahun sama aku, Je).

"Hey … bukannya di agama lo kalau jodoh udah ada yang ngatur."

"Eh iya juga. Tapi tetep aja gak. Gue gak minat sama yang lebih tua kayak gitu. Kecuali kalau memang jodohnya, mau gimana lagi? Harus di terima dengan ikhlas. In Syaa Allah membawa keberkahan."

"Iya-iya deh. Terserah lo."

"Gue takutnya tuh dosen udah punya istri. Kasihan atuh Je."

Jeje hanya mengangguk-angguk. Kalau logat Sundanya sudah keluar, tanda Lulu memang benar serius.

"Kamu harus ngerti Je. Gimana kalau nanti ibu kamu, tante kamu, anak kamu di masa depan juga digangguin sama cowok lain?"

"Ya itu gimana keimanan laki-lakilah."

"Jangan terus nyalahin laki-laki. Laki-laki juga gak akan bertindak aneh-aneh kalau gak dipancing."

"Dih. Lo malah bela gender lain sih?"

"Bukan gitu atuh. Kita tuh sama-sama cewek. Kasian sama ceweknya."

"Iya-iya. I hear you Madam."

"Awas siah Je lamun macam-macam. Jangan sampe kayak waktu itu, istrinya misuh-misuh sama gue gara-gara kelakuan lo. Males terlibat gue."

"Jangan khawatir. Gue mundur kalau dia udah punya istri."

Lulu tersenyum.

"Kalau bisa mah gak usah begitu lagi, Je. Tobat kamu teh. Tong sok nyiar-nyiar pipanyakiteun." (Jangan nyari penyakit).

"Ngomong apaan sih lo."

Lulu memutar bola matanya, "Translate atuh tong sok gaptek, ngewa!" (Terjemahin dong, jangan gaptek, gak suka).

Jeje tertawa walupun sebenarnya ia tidak tahu maksud perkataan Lulu. 3 tahun mengenalnya, Jeje masih tetap tidak mengerti bahasa Sunda yang sering Lulu pakai ketika kesal dan berbicara serius.

Terlepas dari wejangan Lulu, Jeje tetap bertekad untuk mendekati dosen bermana Ruhyang itu. Apapaun resikonya ia akan hadapi. Setidaknya sebelum ia pulang ke negaranya, cerita disini harus berakhir manis. Dan Ruhyang tepat untuk menorehkan cerita manis di akhir perjalanannya. Pikir Jeje kala itu.

***********