Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Santri Mbeling

Yosela_DJ
--
chs / week
--
NOT RATINGS
36k
Views
Synopsis
Novel Santri Mbeling ini mengisahkan kehidupan beberapa santri yang mbeling atau bandel atau santri nakal suka iseng, yang tinggal di pondok pesantren di era tahun 1980 hingga tahun 2020. Kisah seorang santri nakal yang suatu saat menjadi hamba - hamba kekasih Tuhan atau wali - wali-Nya Allah. Namanya Panji, adalah pemuda dari keluarga kaya raya di Kota Surabaya. Setelah menucuri motor sepeda balap, dia kabur ke pesantren, karena takut pulang di marahi keluarganya dan di buru polisi. Novel ini juga mengisahkan suka duka seorang santri yang mencari ilmu di lingkungan pondok pesantren yang penuh dengan aturan yang ketat.
VIEW MORE

Chapter 1 - HIDAYAH UNTUK PANJI REMAJA

Waktu lulusan SMP, setelah menjual sepeda balap milik temannya tanpa ijin terlebih dahulu sama pemiliknya... Panji pesta miras bersenang senang dengan teman temannya.

"Panji..! Ada seorang polisi menanyakan keberadaan mu," kata salah satu teman akrabnya di tepi jalan di sore hari.

Menyadari kalau dirinya telah mencuri sepeda balap berbandrol mahal... Panji hanya diam saja sambil menikmati sebatang rokok.

"Malam ini..! Aku tidur di rumah mu saja, rumahku pasti sudah di datangi polisi," kata Panji.

"Baiklah," kata Iwan kemudian mereka berjalan menelusuri sudut kota.

Malam pun tiba.

Setelah menikmati makan malam... Panji tidur di kamar bersama Iwan sahabatnya. Malam semakin larut namun Panji tak bisa tidur. Panji teringat akan sagala perbuatan nakalnya juga kesalahan yang sering di lakukan sejak masih SD hingga SMP. Akibat salah pergaulan! Walau sering di nasehati... Panji tetap saja nakal.

Setelah beranjak dari tempat tidur, Panji menyeruput kopi dingin, lalu menyulut rokok gudang garam.

"Majalah apa ini...?" gumam Panji kemudian mengambilnya dari rak bawah meja, kemudian membacanya, "Pondok Pesantren Arrohman Serang Banten. Semua biaya gratis di tanggung oleh pihak pesantren."

Belum selesai membaca... Panji menulis alamat pesantren kemudian menyimpan di dalam dompet kumalnya.

"Lebih baik aku belajar di pesantren saja, kan gratis! Daripada aku hidup di jalanan dan akan berurusan dengan polisi... Lebih baik aku mesantren belajar ilmu agama. Pulang juga aku tidak berani, pasti ibu sangat marah kepada ku, karena aku terlibat pencurian sepeda," kata Panji lirih.

Sambil memejamkan mata, Panji melamun, angan - angannya tertuju pada gambar pesantren yang ada di majalah. Panji membayangkan kalau dirinya ngaji belajar ilmu agama bersama teman - teman baru yang baik.

Waktu terus berlalu.

Siang itu, Panji pamit untuk untuk pergi,

"Iwan...! Aku cabut dulu yaa! Aku mau ke jakarta nieh,"

"Apa...! Ke Jakarta!! Ngapain kamu ke jakarta," tanya Iwan kaget.

"Aku ingin belajar ngaji di pesantren, daripada di Kota Surabaya bosen! Gitu - gitu aja! Tiap hari main mabuk dan mencuri," jawab Panji.

"Haaa...! Ngaji di pesantren...? Emang gak salah dengar nieh? Bisa bisa kacau nie pesantren kalau ada kamu! Hahahaha," ujar Iwan.

"Entah mengapa hatiku tiba - tiba ingin ngaji belajar di pesantren! Aku juga belum pernah tinggal dan belum pernah tahu apa itu pondok pesantren? Tetapi... Hatiku ingin sekali pergi ke pesantren," kata Panji.

"Baiklah Panji, pesanku, baik - baiklah di sana... Belajar yang sungguh - sungguh! Siapa tahu kamu bisa jadi Kyai? Ini ada uang buat di jalan. Jangan lupa yaa kirim surat," ujar Iwan.

"Terimakasih Wan, aku pergi dulu yaaa," kata Panji kemudian melangkah menuju jalan raya, kemudian naik angkot ke terminal Wonokromo Surabaya.

Setelah sampai di stasiun... Panji duduk di bangku di samping toilet. Ketika enak - enak melamun sambil menikmati sebatang rokok... Tiba - tiba Panji di kejutkan oleh suara seorang laki - laki.

"Mau kemana Mas?" tanya seorang pemuda yang memegang gitar kusam.

"Mau ke Jakarta Mas... Masnya mau kemana...? Kok sendirian saja," jawab Panji.

"Sama! Aku juga mau ke Jakarta, tetapi... Aku mau naik kereta gerbong barang. Kenalkan nama ku Deni," kata pemuda gondrong tadi.

"Panji, emang naik kereta gerbong barang jam berapa dan berapa harga tiketnya," kata Panji.

"Jam 5 Sore Panji, kamu mau ikut...? Gratis kalau kereta barang. Cuma duduknya di sambungan kereta dan kereta suka berhenti di stasiun tertentu," jawab Deni.

"Jadi... Kamu sering naik kereta barang yaa? Kok tau rutenya?" tanya Panji.

"Taulah Panji, kan aku sering main sambil ngamen," jawab Deni.

"Baiklah, aku akan ikut kamu Den, naik kereta barang, sambil cari pengalaman. Aku juga ingin main kok," ujar Panji.

Tak selang lama... Kereta gerbong pertamina pun berhenti di stasiun Wonokromo. Panji dan Deni pun segera naik, kemudian duduk di sambungan kereta yang agak lebar.

Tak lama kemudian, perlahan - lahan kereta barang melaju ke arah barat. Waktu terus berlalu, senja pun datang dan malam pun mulai gelap. Di atas besi sambungan yang agak lebar... Panji dan Deni saling berbagi cerita.

Jam 9 Malam... Kereta gerbong berhenti di stasiun Madiun.

"Panji...! Ayo turun dulu, kita cari makan dan ngopi... Kereta ini nanti jam 12 malam baru berangkat lagi ke Bekasi," kata Deni.

"Baik Den," jawab Panji kemudian turun mengikuti Deni teman barunya.

Malam itu... Panji dan Deni menikmati nasi bungkus menu pecel Madiun dan sebungkus kopi hitam. Setelah menikmati makan malam... Deni dan Panji duduk di pojok stasiun sambil memetik senar gitar dan bernyanyi lirih.

Malam jam 12 Panji dan Deni melanjutkan perjalanan ke jakarta dengan rasa senang dan bahagia sebagai remaja.

***

Pagi hari kereta sudah memasuki stasiun Jatinegara. Panji dan Deni bergegas turun kemudian berjalan ke jalan raya. Melihat keramaian kota metropolitan... Panji sangat kagum, karena banyak bangunan megah dan ramai. Walau Kota Surabaya juga ramai dan megah... Namun tak seramai dan semegah Ibu Kota.

"Den...! Uangku hanya cukup untuk makan 1 atau 2 hari lagi," kata Panji sambil menikmati secangkir kopi hitam di kedai pinggir jalan.

"Tenang saja Panji, aku banyak teman di sini, lagian... Kita bisa ngamen," kata Deni.

"Baiklah kalau begitu, aku juga biasa ngamen waktu di Surabaya. Sekarang kita mau kemana," ujar Panji

"Kita ke terminal Cililitan dulu, ke tempat teman ku," jawab Deni.

Setelah menumpang bus kota, sampailah Panji dan Deni di terminal Cililitan. Deni pun bertemu dengan teman - temannya yang juga berasal dari kota pahlawan Surabaya.

"Lu bawah siapa Den," tanya Jack yang berwajah sangar dengan lengan penuh tato.

"Dia Panji temen ku, dia lagi pinggin main aja ke Jakarta," ujar Deni.

"Panji...! Makan dulu ke warung, minta saja! Bilang di suruh Jack. Ayo den, kamu juga sarapan dulu," kata Jack.

Sambil makan di warung... Panji berkata,

"Den, si Jack itu sepertinya orang berpengaruh di kawasan ini?!!"

"Dia ketua geng di terminal Clilitan, dia juga menguasai beberapa lahan parkir di wilayah ini. Dia mempunyai banyak anak buah yang berasal dari Surabaya. Jadi... Kamu jangan takut! Walaupun dia seorang preman yang kejam... Dia orangnya baik, apalagi pada orang sesama dari Surabaya. Setelah makan... Kita ke parkiran, kita bantu si Jack," jawab Deni

"Baiklah," kata Panji.

Di area parkir, si Jack duduk santai bersandar dinding toko, "Panji...! Sini kamu," panggil Jack.

"Iya Bang, ada apa?" jawab Panji.

"Duduk sini Panji, ini rokok. Hemmm...! Kamu terlihat masih kecil... Emang umur berapa kamu?" kata Jack.

"Umur ku 15 tahun Bang, baru lulus sekolah," jawab Panji kemudian menyulut rokok.

"Kamu sering berkelahi tidak...?" tanya Jack kemudian menuangkan bir bintang ke dalam gelas.

"Tidak pernah Bang, hanya mencuri dan mabuk saja," jawab Panji.

"Ini bir, minumlah," kata Jack kemudian menyodorkan gelas berisi bir bintang, "Kalau kamu gabung dengan ku... Kamu harus jadi orang pemberani sepeti Deni. Kamu harus berani memukuli orang, kalau terpaksa... Kamu bunuh! Hidup di Jakarta ini kejam Panji... untuk bisa bertahan hidup, demi sesuap nasi... Kadang kita harus ribut dengan kelompok lain. Apa kamu sanggup...?"

Sanggup Bang, Tetapi... Rencananya aku mau pergi ke Kabupaten Banten dulu," jawab Panji.

"Ngapain kamu ke Kabupaten Banten...? Emang kamu mau cari ilmu kebal dulu kesana," tanya Jack heran.

"Aku ingin belajar ngaji di pesantren sebentar. Kalau aku gak betah... Aku akan kesini lagi," ujar Panji.

Mendengar pengakuan Panji... Jack diam sambil menghisap dalam - dalam rokok nya. Jack teringat masa kecilnya dulu... Yanng ingin mesantren, tetapi orang tuanya tidak ada biayaa. Karena kemiskinan... Jack akhirnya terjun ke lembah hitam, dengan menjadi preman di Ibu Kota.