Chereads / Istana Pasir / Chapter 3 - Sindiran keras

Chapter 3 - Sindiran keras

Mami Lena Adalah Ibu dari Brama Wijaya.

"Eh Mi, Aku bukannya belum laku, tapi masih menunggu waktu."

Ujar Brama dengan memainkan Alis mata dan mengusap dagunya.

" Apa katamu? menunggu waktu... menunggu waktu, Sampai kapan? Lagian emangnya gak ada perempuan yang lain, sampe-sampe kamu rela menunggu dari dulu, tak pernah ada kepastian, bahkan kamu sendiri yang bilang Ica sudah punya pacar, dan jelas- jelas Dia lebih memilih pacarnya yang hanya sekedar tukang sales itu!!"

Oceh Mami Lena gemas dengan sikap Brama.

"Mami, Aku jatuh cinta, bukan masalah gak ada perempuan lain, Ica sudah membuatku mematikan rasa pada perempuan lain!"

Balas Brama kesal.

"Iya...oke...oke!! Silahkan kamu tunggu Ica mu itu, sampe kamu tua!"

Mami Lena berlalu meninggalkan Brama dikamar sambil mendengus kesal.

"Ehmm...Ica, Aku bersumpah, suatu saat kamu akan jadi milikku,, Aku pasti bisa merebut kamu dari si tukang sales itu!!"

Muachhh.....

Sebuah kecupan mendarat di bingkai foto yang sedang di pandangi Brama sedari tadi tergantung manis didinding kamarnya, tak lain adalah foto Ica yang tengah tersenyum memperlihatkan lesung pipinya yang semakin membuat Brama mabuk kepayang dibuatnya.

"Nah...Mulai Gila kan??..huahahhhhh"

Ejek Jodi yang tak sengaja melintas di depan kamar Brama, dan memergoki tingkah konyol Brama yang tengah menciumi bingkai foto.

Hal itu membuat sebuah sisir mendadak melayang lurus tepat mengenai mukanya yang tengah tertawa lebar.

"Ah...sialan lu Broooo!! sakit tau!!! Ah, Elu...gak Asyik!!!"

Jodi tersungut sembari mengusap mukanya yang terasa pedas terkena sabetan sisir terbang.

Jodi adalah Adik laki-laki Brama yang merupakan Anak kesayangan Mami Lena, dan Papi Lukman, ia selalu dibangga-banggakan, selalu dimanjakan dan dituruti semua kemauannya. Entah apa alasannya.

"Elu yang gak Asyik!! Gak sopan!! Sana Lu!! Jauh-jauh dari kamar Gua!!"

Seru Brama dengan muka merah padam antara malu dan marah jadi satu.

Jegarrr!!!

Brama menutup kasar pintu kamarnya, dan kembali menatap foto Ica tanpa rasa bosan.

****************

Pagi ini dikediaman Ica,

Suasana meja makan yang biasanya ramai mendadak sunyi,

Masing-masing anggota keluarga sarapan tanpa suara.. hening.

"Nenek... Cika mau loti totat (Roti coklat), Cika gak ma nasi goleng Nek!!"

Rengek Manja balita 3 tahun itu pada Mama Sarah.

"Ohh, Cika gak suka ya?? Cika mau roti?, ya udah Nenek buatin ya...."

Jawab Mama Sarah meladeni Cika cucu kesayangannya.

Sambil mengoleskan coklat pada selembar roti ditangan.

"Sis, kapan Dika pulang dari luar kota?"

"Mungkin lusa Ma,"

Jawab siska sebelum menyeruput susu hangat di tangannya.

"Kamu beruntung dapat suami seperti Dika Sis, keputusan kamu saat itu tepat.., pilihan Mama tidak pernah salah dalam menentukan jodoh untuk kamu, terbuktikan sekarang hidup kamu dan Cika terjamin."

Mama Sarah melirik Ica yang hampir tersedak mendengar sindiran Mama Sarah.

Sementara Siska merasa tak enak hati mendengar pujian Mama Sarah yang pastinya akan sangat menyinggung perasaan Ica.

"Ica Berangkat Ma !!"

Tanpa menoleh, Ica beranjak dari tempat duduknya, meraih tas laptop diatas meja, meninggalkan sarapannya yang belum sempat tersentuh tangannya.

"Kamu gak seharusnya menyindir Ica seperti itu Ma, kita juga harus jaga perasaan Ica"

Papa Arif menatap Mama sarah sedikit jengkel.

"Aku sengaja Pa, biar Ica tau dan bisa membuka mata dan hatinya bahwa Brama jauh lebih segala-galanya dari pada si Bayu itu."

Balas Mama Sarah tegas.

"Iya..Aku tau maksud kamu, tapi bisakan pelan-pelan saja, biar Ica gak kaget"

"Ah...apanya yang pelan-pelan, keburu Brama mundur dan mencari perempuan lain"

"Terserah kamu saja!!"

Papa Arif meninggalkan Mama Sarah yang masih menghadapi meja makan.

Ica sampai dikantor lebih pagi dari biasanya, terlihat dari Prapto, Ob kantor yang masih bersih-bersih diruang kerjanya.

"Aduh, maaf ya Ibu Ica, saya belum selesai"

Ujar Prapto yang melihat Ica sudah berdiri di depan pintu sementara ia belum kelar membersihkan ruang kerjanya.

"Ah...gak apa-apa Mas, santai aja, lagian saya yang datangnya kepagian kok"

Jawab Ica melangkah pelan menuju meja kerjanya, meletakkan Tasnya disana.

"Ada meeting pagi ya Bu?"

Tanya Prapto sebelum ia meninggalkan ruangan Ica.

"Gak kok Mas, Oh iya Mas, bisa tolong buatkan saya Teh hangat manis ya.."

Ujar Ica yang tak sempat menyeruput teh hangatnya ketika dirumah tadi.

"Oke, siap Bu!!"

Prapto segera berlalu dan kembali dengan membawa secangkir teh hangat untuk Ica.

Ica duduk melamun memandang layar laptop yang menyala, sementara pikirannya melayang entah kemana.

Dan ia tersadar ketika seseorang masuk kedalam ruangannya membawa setumpuk berkas yang harus diperiksanya.

"Maaf Ibu Ica, mengganggu lamunannya."

"Eh...Bram, bisa aja ... Apaan tu?"

Tanyanya memperhatikan tumpukan berkas ditangan Brama.

"Ini data buku yang kamu minta buat pameran"

"Loh..kok kamu yang bawa, Nindy kemana?"

Tanya Ica heran.

"Oh...itu, Aku yang minta, sekalian mau keruangan Kamu"

"Ehmm...ya udah sini biar Aku periksa"

Ica mengambil alih berkas ditangan Brama.

"Ca, nanti malam jalan yuk?!"

Ajak Brama sembari duduk di depan meja kerja Ica.

"Maaf Bram, Aku sudah ada janji sama Bayu"

Jawab Ica singkat.

"Ca, kenapa sih kamu selalu nolak Aku? Padahal sepertinya Aku bisa lebih bahagiain kamu di banding Dia"

Brama tersenyum miring.

"Apaan sih Bram, kita ini kan temenan, tolong jangan kamu rusak pertemanan dengan sikap kamu yang buat Aku tidak nyaman."

Ujar Ica, yang sangat malas meladeni Brama kalau sudah seperti ini.

"Lihat aja Ca, Aku pasti bisa buat kamu dan keluarga kamu akhirnya menerima Aku"

Batin Brama, dengan mata menyorot tajam ke arah Ica.

Break makan siang tiba,

Ponsel Ica berdering dua kali

"Halo sayang, makan siang bareng mau?"

"iya yank, ketemu dimana kita?"

jawab Ica.

"Aku jemput ya...biar kita bisa berduaan dimotor"

"Oke yank, Aku tunggu dibawah ya..."

15 menit menunggu,

Bayu datang, Ica segera menghampiri dan mereka melaju dikeramaian kota.

Dari kejauhan, Brama yang melihat kemesraan antara Ica dan Bayu mengepal tangan geram.

"Ica....Ica, apa sih kelebihan sales kampung itu dibanding Aku!!"

Bersambung***