Chereads / Istana Pasir / Chapter 6 - Sabotase

Chapter 6 - Sabotase

Mama sarah tersenyum sinis menatap Bayu yang jadi salah tingkah atas sikap Cika barusan.

"Jelas dong sayang, Om Brama itu sayang dan perhatian banget sama kamu, ya emang gitu sih seharusnya... tapi kalu lagi gak ada duit ya mau gimanakan ya....?"

Sindiran pedas Mama Sarah membuat Bayu semakin tak nyaman, ia mencoba tenang dengan senyum getir yang terpampang jelas diraut mukanya.

"Mama ngomong apa sih Ma!"

Ica menggenggam erat tangan Bayu sembari menatap wajah Bayu yang kini tertunduk malu.

"Duduk yuk sayang"

Ica menarik tangan Bayu mempersilahkan duduk, kemudian Dia pun duduk di sebelah Bayu.

"Cika sayang, kita pindah duduk disitu yuk!"

Brama menunjuk ruang keluarga, dan mengajak Cika untuk duduk disana.

"Ayo Om...."

Cika bergelayutan di lengan Brama, kepergian mereka dari ruang tamu kemudian disusul Mama Sarah.

Tak lama dari Cika, Brama dan Mama Sarah duduk lesehan dilantai sambil menonton Tv, Papa Arif keluar dari kamar turut bergabung bermain dengan Cika, begitupun dengan Siska.

"Loh... Ada Bayu juga ya??"

Sapa Papa Arif yang tersenyum ramah.

Bayu beranjak menghampiri Papa Arif dan Siska untuk menyalami mereka berdua.

"Gimana kabarnya Pak, Sehat ya?"

Basa basi Bayu pada Papa Arif.

"Alhamdulillah, sehat Bay, ya udah...lanjut....."

Ujar Papa Arif yang kembali duduk bersama Cika dan lainnya.

"Wah...banyak sekali permen sama coklatnya sayang..Ini boneka baru ya..lucu banget..."

Siska memperhatikan sekantung permen dan beberapa batang coklat yang berserak dilantai.

"Iya Bunda....Cika dikasih Om Lama..."

Cika menjawab cuek pertanyaan Siska, sambil tetap memainkan Boneka barunya, dan mulut yang tengah mengemut coklat.

Sungguh kontras pemandangan di ruang tamu dan ruang keluarga rumah Ica malam ini.

Bayu yang dari tadi memperhatikan Brama dan keluarga Ica cuma bisa tersenyum getir, hatinya perih ia merasa malu dan minder malam ini, ia merasa bukan siapa-siapa jika dibanding Brama.

"Sayang, kamu gak apa-apa kan? Maafin Mama Aku ya?"

Tatapan lembut Ica dibalas senyum manis Bayu.

"Gak Apa-apa sayang...beneran...Aku Baik-baik saja...kamu jangan Khawatir ya..."

"Aku jadi gak enak sama Kamu atas sikap Mama tadi!"

"Udah, gak usah di pikirin...santai ya.."

Bayu berbohong, padahal malam ini harga dirinya seperti sedang diinjak-injak oleh Brama.

"Sayang, tunggu sebentar ya Aku mau ambil minum buat kamu"

Ica meninggalkan Bayu sesaat kemudian datang lagi dengan segelas coklat panas dan beberapa cemilan didalam toples.

"Sayang kita duduk di teras aja yuk...adem"

Ajak Ica.

Bayu mengangguk, kepergian Bayu dan Ica ternyata membuat semua mata tertuju kepada mereka termasuk Brama.

Namun Satu hal yang membuat Brama tersenyum miring adalah ketika matanya berfokus pada ponsel milik Ica yang tergeletak diatas meja.

"Ehmm...Cika tunggu sebentar ya... Om Brama mau ambil sesuatu!"

"Iya Om"

Jawab Cika.

Dengan cepat Brama bergegas menghampiri meja, dan meraih ponsel milik Ica.

Sejenak terlihat tengah berpikir dengan mengernyitkan dahi, kemudian tersenyum.

Tampak Brama menekan beberapa digit angka pada ponsel tersebut.

"Yess !!! Berhasil! Untung Aku ingat, bahwa kebiasaan Ica memberi password selalu dengan kode yang sama, "

Batin Brama.

Kelemahan Ica adalah bahwa ia seorang yang selalu lupa untuk mengingat sandi, hal itu membuat Ica selalu menggunakan sandi yang sama untuk hal apapun kecuali sandi ATMnya.

Secepat kilat Brama membuka kontak pada ponsel tersebut dan mengedit nomor kontak yang bernama Pacar dengan nomor baru.

Setelah itu, Brama kembali memasukkan nomor ponsel Bayu, memblokir dan menghapusnya.

Dengan seperti itu, nomor ponsel Bayu tidak akan bisa menghubungi Ica lagi, sementara jika Ica menelpon atau mengirim pesan, maka akan terkirim ke nomor baru yang ia beli di konter kemarin.

Sungguh sabotase nomor yang rapi dan terencana.

"Om Lama, kok mainin hape Ante Ica?"

Sapa Cika dengan suara cempreng dan nyaring hal itu tentu saja terdengar Ica dari luar.

"Ehm... hape Aku? Sayang tunggu sebentar ya..."

Ica meraba saku celananya, dan sadar jika hapenya tertinggal didalam segera bergegas masuk.

"Ehm...enggak kok sayang, tadi Om Brama cuma cari hape Om brama, kirain hape Om Brama eh rupanya punya Ante Ica,..heheh..yuk main lagi..."

"Ini Hape Om lama ada disini...."

Cika menunjuk Ponsel yang tergeletak tak jauh dari tempat mereka duduk.

"Oh...iya....aduhh, Oom Brama lupa"

Brama berpura-pura menepuk jidatnya didepan Cika bersamaan dengan masuknya Ica kedalam rumah.

Ica meraih ponselnya dengan menatap Brama dan Cika, kemudian kembali berjalan keluar dengan mengantongi ponselnya.

"Kenapa sayang??"

Tanya Bayu ketika melihat Ica keluar dengan wajah bingung.

"Oh..itu, gak apa-apa, cuma tadi Aku dengar Ica bilang Brama mainin ponsel Aku, kok tiba-tiba perasaanku jadi gak enak ya?"

Ica duduk memegang dadanya.

"Sudah sayang, itu cuma perasaan kamu aja."

Hibur bayu, membelai rambut Ica dan menyelipkannya di telinga Ica.

Ica tersenyum.

"Oh ya sayang, besok kamu jadi berangkat jam berapa?"

"Besok jam 8 pagi sayang, ehm... Ca, kamu tau gak, disaat Aku jauh dari kamu hal apa yang paling Aku takutkan?"

Tanya Bayu menggenggam jemari Ica.

"Apa?"

Ica mendekatkan wajahnya menatap wajah kekasihnya dalam-dalam.

"Aku takut seseorang akan menggoyahkan hatimu!"

"Artinya, kamu gak percaya sama kesetiaan Aku?"

Rajuk Ica.

"Sayang...semua itu bukan karena Aku tak percaya kesetiaan kamu sayang, tapi karena rasa takut kehilangan kamu lebih besar dibanding apapun "

Bayu memegang pipi Ica dengan kedua tangannya, kemudian menuntunnya lebih dekat , sebuah kecupan mendarat hangat di kening Ica.

Sementara Ica memejamkan matanya mencoba meresapi hangat kasih sayang Bayu yang tengah ia tunjukan dengan sikapnya.

"I love you sayang....I love you...I love you..."

Bayu membisikkan kalimat itu berulang-ulang ditelinga Ica dan tanpa sadar, bulir bening itu menggenang di pelupuk mata, membuat Bayu mendongakkan kepalanya menahan agar tak jatuh.

Ia tak ingin terlihat cengeng didepan kekasihnya, namun Ica menyadari itu lebih dulu, Ica segera mengusap sudut mata Bayu, dengan cepat Bayu menangkap tangan itu dan mengecupnya.

"Sayang...jangan melow dong... kan kamu perginya cuma Tiga minggu, Aku janji gak akan ada yang bisa menggoyahkan hati aku"

Bayu tersenyum mendengar janji yang dituturkan Ica.

Malam ini mereka saling mendekap seolah akan berpisah jauh, dan tak akan bertemu lagi.

Dari dalam terdengar suara Brama berpamitan.

"Tante..saya pamit pulang dulu ya.."

Terlihat Brama keluar dari dalam diikuti Mama Sarah, Papa Arif dan Siska yang menggendong Cika.

"Hati-hati ya Bram bawa mobilnya, suka tiba-tiba ada motor yang nyalip"

Sindiran Mama Sarah lagi-lagi membuat panas telinga Ica.

"Iya tante, makasih Saya akan lebih hati-hati, Kak siska, Cika.. Om Brama pulang ya..., Om Arif saya pamit..Ica, saya pulang dulu ya.. Yuk Bay, duluan yah..."

Brama pamit sembari menepuk pundak Bayu.

Bersambung***