KEPALAN tangan seorang Daniel sekarang lebih energik. Kemarahannya bagaikan ancala yang siap memuntahkan api panas. Mendengar Ron mengeluarkan kata adiknya, yang menurut Daniel mulut sampah. Karena, selalu mengeluarkan kata-kata tidak perlu. Dia tidak segan untuk melayangkan kepalan tangannya itu. Tidak peduli dengan teman-teman Ron yang ikut melawannya. Walaupun sempat terjatuh beberapa kali. Dia masih kuat untuk bangkit. Dia menguatkan kepalan tangan dengan urat yang timbul. Melayangkan kembali kepalannya itu. Kekuatan itu berasal dari emosinya yang ditahan selama ini. Dia seperti dirasuki ratu amarah.
"Hah! Hah! Pundakmu sangat sempurna ya, Ron. Karena kamu sering melatih otot di sana. Tapi, apakah kamu tahu? bahwa, kamu bukan hanya mampu menggendong gadis di sana. Tapi keburukan. Sebab kamu selalu memandang rendah. Melawan orang lemah seperti aku. Kamu pikir kamu hebat? Tidak. Kamu menjijikan!" teriak laki-laki berkacamata kuno yang berusaha menegakkan tubuhnya. Dia menyimpan percadangan api di matanya dengan geram. Terlihat ingin melempar semuanya kepada laki-laki bertubuh kekar di hadapannya.
Bugh!! Bugh!! Bugh!! Blam!!
Balas Ron dan lima temannya yang menampar. Memukul dan menginjak perut Laki-laki berkacamata kuno tersebut. Dia berakhir tidak berdaya dengan memar yang menempel di sekujur tubuhnya. Rasa sakit akibat ulah mereka barusan tidak berhenti.
Dia meringis kesakitan. Pasalnya, yang kemarin saja belum pulih. Daniel sampai tidak sanggup untuk berdiri. Dia memegang perutnya sambil menyandarkan bahunya di meja yang dia belakangi.
Saat perjalan pulang, dia memaksa diri menapak jalan yang kasar di tengah hujan yang menari. Memikul tas lusuh dengan satu tangannya yang membengkak. Dan tangan satunya lagi memegang perut ulah Ron tadi.
Kemudian, bus pun datang di waktu yang tepat. Sungguh beruntung di saat kemalangan yang menimpanya seperti ini, Daniel tidak perlu menunggu lama di halte.
Kebiasaan dia saat pulang yaitu, selalu melihat adiknya-Laila. Dia tertidur pulas. Dia sangat cantik walaupun tertidur. Mirip dengan putri yang sering dia tonton di televisi. Tapi Daniel berharap, semoga tidak ada yang berani menyakitinya. Walaupun, hanya tertusuk jarum.
Setelah puas menatap adiknya, Daniel merebahkan tubuhnya di alas tidur yang tipis. Menopang kepala dengan kedua tangannya. Melamunkan yang sudah terjadi saat ini. Mengadu dan berbisik kepada bulan sabit yang memudar. Namun, tiba-tiba lamunannya juga ikut memudar.
Gedebuk! Kreet!
Di tengah lamunannya. Daniel mendengar suara benda yang jatuh dari jendela kamar. Dia berjalan ke arahnya dan menemukan...
"Buku? Buku siapa ini?" batinnya Sambil membolak balik dan meniup keras debu buku tua itu. Buku itu tampak klasik seperti buku milik kerajaan zaman dahulu.
Daniel pun mengambil buku tersebut dan duduk di atas kasur.
Dia mulai membaca bagian depan buku tersebut, sambil menyipitkan kedua matanya.
"Nemesis Book? Nemesis? Apa maksudnya? Aku baru mendengar kata ini. Apakah ini bahasa orang luar angkasa? Apakah Alien tidak sengaja menjatuhkannya? Ah, aku tidak yakin mereka membaca buku. Mereka mungkin selalu membaca di depan layar komputer sambil menyeruput secangkir teh," candanya, yang saat tertawa dia meringis sakit di bagian perutnya.
"Ah, sudah lah. Aku malah berbicara seperti orang gila. Kalau begitu, buku ini adalah buku pertama yang aku baca. Bukannya aku harus membaca buku seperti orang-orang di sana. Baiklah aku mulai," ucapnya dengan percaya diri, sambil menyilangkan kaki. Mengerutkan kening seperti orang yang sudah membaca beberapa halaman, dan masuk ke dalam cerita.
Daniel membuka buku itu dengan pelan. Dia melihat kata-kata acak yang bergerak. Terus bergerak. Lalu berhenti membentuk sebuah kalimat. Perasaan dia? Jelas panik. Seumur hidupnya, dia tidak pernah melihat huruf yang tidak berdiam diri itu.
"Hah!" kagetnya. "Apakah aku berhalusinasi?" tanya Daniel tidak percaya. Dia mulai menggesek kedua matanya. Menggeleng kedua kepalanya.
Lalu, dia pun membuka buku itu lagi. Tampaknya, huruf-huruf tersebut masih acak. Seperti kehilangan ingatan formasinya. Karena, sudah lama tidak berlatih.
Daniel melempar bukunya sembarang arah. Memegang dada untuk merasakan detakan jantungnya.
"Ha-harusnya aku tidak mengambil buku itu. Buku itu, pasti sangat berbahaya," paniknya sambil menunjuk-nunjuk buku tersebut.
Kletak!
Daniel lebih panik sekarang. Dia mulai memanjat dinding kamarnya. Tidak memiliki jaring laba-laba namun dia sangat percaya untuk menempel di dindingnya.
Gedebuk!
Daniel pun berakhir jatuh. Dan buku itu malah seperti ikan yang akan mati.
Lalu, buku itu pun terbang dan memperlihatkan sesuatu, setelah sibuk menghubungkan huruf demi huruf.
"Nemesis? Bukankah aku sudah bilang. Aku tidak mengerti apa itu Nemesis. Apakah membaca harus sesulit ini?" Daniel mengacak rambutnya frustasi. Dia merasa membaca tidak tepat untuknya. Dia juga merasa menjadi orang paling gila. Karena kepalanya sudah sakit hanya membaca judul. Bagaimana dengan isinya? Entahlah.
Tiba-tiba, huruf demi huruf yang tadinya diam, membubarkan formasinya kembali. Kembali berantakan. Kembali sulit di terjemah. Buku tersebut, mendekatkan diri di depan wajah Daniel.
"Aaaaaa! Tidak! Jangan makan aku. Aku tidak enak. A-adikku, dia juga sangat jelek. Ka-kamu pergilah," ucap Daniel takut. Dia tampak melindungi kepalanya dengan tangan.
"Kakak! Kau bicara dengan siapa?" teriak Laila, dia merasa terganggu dengan ocehan kakaknya. Kamar mereka bersebelahan. Maka dari itu, Laila merasa terganggu saat ini.
"Ti-tidak, Laila, aku hanya sedang bermain game. Kamu tidur lagi, ya. Maaf sudah mengganggu," balasnya yang masih melindungi kepalanya dari buku aneh itu.
Hingga buku itu mengetuk kepalanya keras. Mengisyaratkan, bahwa Daniel harus melihatnya. Dia pun mulai membuka matanya pelan.
"Hah? Lagi? Kenapa hurufnya terus-menerus berpindah? Apakah aku akan mulai hilang ingatan? Tidak! Apakah penglihatanku mulai kabur?" ucapnya dengan rasa takut terlukis di wajah.
Kata tersebut akhirnya membentuk kata lagi. Namun, kali ini berbeda. "Want Revenge. Ingin balas dendam?". Begitulah kalimat yang tertera.
Dia membuka halaman selanjutnya "Apa? Kosong? Ini buku tulis ternyata. Syukurlah, aku memang sedang malas membaca. Tapi, apakah kamu bergerak sendiri?" ucapnya dengan setengah senyumannya yang mengukir aneh.
Daniel melihat belakang sampul. Di sana tertulis bahwa, 'Tulislah nama seseorang yang ingin kamu beri pelajaran dan bagaimana dia akan menerima balasan' batinnya.
"Ah, ini konyol sekali. Masih zaman membuat permainan tipu daya seperti ini ternyata," kata Daniel menganggap remeh buku tersebut. Walaupun, secuil penasaran di hatinya.
Dia melempar buku tersebut ke lantai. Namun, dia masih memikirkan nama orang yang jelas ingin ditulis di buku tersebut. Dan dia mengambilnya kembali.
"Aku sebenarnya tidak percaya pada hal seperti ini. Ini jelas kekanak-kanakkan sekali. Tapi apa salahnya, aku hanya penasaran. Setelah itu aku akan tidur," ucapnya dengan gengsi. Mengangkat bahu lalu menurunkannya cepat. Dan membuat ekspresi meremehkan.
Muncul pikiran jahatnya, dia menulis enam orang di buku tersebut. Dengan pembalasan yang sama. Dan setelah merasa telah terpenuhi bisikan dari pikirannya, dia pun kembali tidur menyambut mimpi dan pagi yang baru.