Si pemilik warung arak kemudian segera peri ke belakang. Dia langsung menyiapkan pesanan kedua pemuda itu.
Suasana semakin hening. Para pengunjung yang sebelumnya ada di sana, sekarang satu per satu sudah mulai pulang ke tempatnya masing-masing.
Lewat beberapa waktu kemudian, akhirnya pesanan pun datang. Si pemilik warung berjalan sambil membawakan arak dan daging.
"Silahkan dinikmati, Tuan Muda," katanya sambil menghidangkan pesanan.
Li Yong menganggukkan kepalanya. Dia langsung membuka segel arak lalu menuangkannya ke dalam cawan. Dia pun menuangkan arak pula untuk pemuda yang masih belum diketahui namanya itu.
Setelah kedua cawan arak terisi penuh, mereka langsung bersulang.
"Siapa namamu?" tanya si pemuda kepada Li Yong.
Rupanya dia adalah tipe orang yang tidak suka berbasa-basi. Terbukti sekarang, dia langsung bicara ke intinya.
Untunglah, Li Yong pun merupakan tipe orang yang sama. Sehingga dia tidak merasa tersinggung ketika pemuda itu menanyakan namanya dengan nada seperti menantang.
"Li Yong," jawabnya singkat.
"Aku baru mendengar nama itu," kata si pemuda sambil mengerutkan kening.
"Aku bukan orang terkenal. Lagi pula, aku juga masih hijau dalam dunia persilatan," ucapnya dengan jujur.
Si pemuda kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Pantas, pantas saja," gumamnya perlahan.
"Apanya yang pantas?" tanya Li Yong yang juga merasa penasaran.
Pemuda itu tidak menjawab pertanyaan tersebut. Dia justru malah bertanya lebih lanjut lagi. "Ngomong-ngomong, kenapa kau membantuku?" tanyanya lebih lanjut.
"Karena aku ingin,"
"Baiklah. Aku mengerti," ujar si pemuda dengan singkat.
Dia memang sudah pasti mengerti. Meskipun bagi orang lain, ucapan itu bukanlah sebuah jawaban dan belum cukup, namun baginya, hal itu sudah termasuk jawaban dan bahkan lebih daripada cukup.
Sebab di matanya, Li Yong adalah orang yang sama seperti dirinya. Baik itu dalam sifat, maupun karakter.
Pada umumnya, orang-orang yang mempunyai kesamaan, biasanya memang lebih cepat mengerti daripada orang-orang yang mempunyai banyak perbedaan.
Kedua pemuda itu kemudian minum arak kembali. Tak lupa juga mereka menyantap daging segar yang tadi dipesan. Si pemuda yang terluka itu tidak bicara lagi. Selama ini, dia hanya minun arak dan makan daging tanpa buka suara sedikit pun.
"Sepertinya kau tipe orang yang hanya suka bertanya, tapi tidak suka menjawab," ujar Li Yong setelah dia diam beberapa waktu.
"Bagaimana kau bisa tahu kalau aku tipe manusia seperti itu?" tanya si pemuda sambil menatap wajahnya.
"Karena tadi kau belum menjawab pertanyaanku," tukas Li Yong sambil sedikit tersenyum dingin.
"Memangnya kau menanyakan apa?" tanya si pemuda. Entah, apakah dia memang lupa atau tidak mendengar pertanyaan Li Yong sebelumnya.
"Tadi kau bilang pantas saja. Kemudian aku bertanya, apanya yang pantas?" ujar Li Yong mengulangi pertanyaan sebelumnya.
"Oh, soal itu. Ya, pantas saja kau mau membantuku. Ternyata kau masih hijau dalam dunia persilatan,"
"Memangnya kenapa kalau aku membantumu?"
"Maka kau akan mendapat masalah besar. Apalagi tadi kau sampai membunuh mereka. Tahukah kau, siapa keenam pendekar tua itu?" tanya si pemuda sambil menatap tajam ke arahnya.
Ditanya demikian, tentu saja Li Yong tidak mampu menjawab apa-apa. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya pertanda tidak mengerti.
Pemuda itu masih hijau dalam dunia persilatan, lalu bagaimana mungkin dia bisa tahu siapa mereka?
"Mereka adalah Enam Ahli Senjata dari Perguruan Beruang Putih," kata si pemuda dengan ekspresi wajah sangat serius.
"Perguruan Beruang Putih?" tanya Li Yong mengulangi ucapannya.
"Benar. Perguruan itu termasuk ke dalam salah satu perguruan terbesar yang ada di daratan Tionggoan. Mereka mengaku berasal dari aliran putih. Dalam dunia persilatan, setiap orang pasti tahu bagaimana kekuatan Perguruan Beruang Putih,"
"Oh, sekarang aku tahu," jawab Li Yong dengan santai.
Kalau orang lain yang berada di posisinya, niscaya dia akan terkejut setengah mati. Apalagi pemuda yang duduk di hadapannya itu telah memberikan informasi yang nyata kepadanya.
Namun sayang sekali. Li Yong bukanlah orang lain. Dia adalah dia. Dia tidak akan seperti orang lain.
Wajahnya masih tampil dingin. Ekspresinya sama sekali tidak berubah. Dia terlihat acuh tak acuh walaupun sekarang dirinya sudah tahu bahwa orang-orang yant dibunuh olehnya bukanlah manusia sembarangan.
Yang terjadi selanjutnya, justru malah sebaliknya. Si pemuda yang ada di hadapan Li Yong tiba-tiba mengerutkan kening. Seolah-olah dia merasa heran melihat sikapnya.
"Kenapa kau tetap seperti itu?" tanyanya karena tak tahan dengan rasa penasaran.
"Lalu, aku harus bagaimana?"
"Hemm, apakah kau tidak takut orang-orang Perguruan Beruang Putih akan membunuhmu?"
"Kenapa harus takut? Toh semuanya belum terjadi. Lagi pula, kematian bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Semua manusia pasti akan mati,"
Pemuda yang selalu tampil dingin itu berkata secara wajar dan perlahan. Setiap perkataan yang dia lontarkan tampak sangat meyakinkan.
Lawan bicaranya sendiri dibuat heran kepadanya. Dia tidak menyangka bahwa di dunia ini masih ada orang seperti dirinya. Terlebih lagi, dia tidak menduga bakal berjumpa dan bahkan bakal duduk bersama sambil minum arak dengannya.
Tetapi walaupun demikian, hal itu hanya terjadi sekilas saja. Sebah detik selanjutnya, si pemuda yang ditolong itu tiba-tiba malah tertawa nyaring.
"Kenapa kau tertawa?" tanya Li Yong sambil memandang tajam kepadanya.
"Tidak papa, aku hanya merasa senang karena bisa bertemu denganmu. Aku tidak menyangka akan mendapatkan teman sepertimu,"
"Aku tidak punya teman," kata Li Yong dengan cepat. "Selamanya, aku tidak ingin berteman dengan manusia," lanjutnya.
Pada saat berkata demikian, sepasang matanya tiba-tiba berubah seperti mata elang. Sangat tajam dan menakutkan.
"Kenapa?" tanya si pemuda.
"Karena manusia adalah makhluk yang kejam,"
"Kalau begitu, apakah kau juga kejam?"
"Tergantung,"
"Tergantung apa?"
"Tergantung dengan siapa aku berhadapan," tegasnya.
Waktu terus berjalan secara perlahan. Tanpa terasa, arak dalam guci sudah habis. Daging segar pun hampir habis seluruhnya. Suasana dalam warung arak itu sangat sepi.
Apalagi belakangan ini, dua pemuda dingin tersebut tidak ada yang saling bicara. Mereka hanya duduk dan minum arak tanpa berkata sepatah kata pun.
"Siapa namamu?" tanya Li Yong setelah diam cukup lama.
"Han Cong Yang," jawab si pemuda dengan singkat.
"Kenapa Enam Ahli Senjata dari Perguruan Beruang Putih menyerangmu?"
"Karena mereka tahu bahwa aku adalah bagian dari Perguruan Makam Kuno,"
"Apakah perguruan itu berasal dari aliran hitam?"
"Bukan, perguruan kami beraliran tengah. Kami tidak mengaku aliran hitam maupun putih. Bagi kami, hitam dan putih sama saja. Semuanya tergantung kepada manusia yang menilai,"
Li Yong menganggukkan kepalanya beberapa kali. Perguruan Makam Kuno ternyata mempunyai prinsip yang sama dengan dirinya.
Dalam hatinya, dia pun telah berpendapat bahwa hitam dan putih itu sama saja. Tidak ada yang berbeda dari keduanya. Yang membedakan hanyalah cara pandang manusianya itu sendiri.