"Aduh handphonenya Hans ga aktif lagi. Gimana dong?"
Emily terlihat sangat kebingungan. Ketika dia sedang kebingungan dan emosi, anak kecil itu justru malah datang menghampirinya.
"Mamah," panggil anak kecil itu.
Salah satu rahasia Emily yang dia tutup-tutupi dari Hans adalah tentang masalah kecil ini. Anak kecil ini sebenarnya adalah anak kandung dari Emily. Karena sebelumnya Emily memang sudah pernah menikah dengan laki-laki lain dan mempunyai anak perempuan yang sekarang sudah berusia 10 tahun. Emily sengaja tidak pernah menceritakan semuanya kepada Hans. Karena jika Hans tahu, sudah pasti Hans dan keluarganya tidak akan menerimanya lagi. Dan sekarang Hans akan datang ke Apartemennya secara mendadak. Ketika anaknya sedang berada di Apartemen itu juga.
"Kenapa lagi ini. Kamu kenapa nak?"
"Kita main yuk, Mah."
"Aduh ini dia malah ngajak main lagi. Sedangkan Hans malah mau ke sini. Aku harus umpatin Maira sekarang juga," pikir Emily di dalam hatinya.
"Yaudah sekarang kita main yuk. Mamah tutup mata Mamah, nanti kamu ngumpat. Tapi kamu jangan keluar dulu sebelum Mamah panggil kamu. Gimana? Mau ga? Mau kan ya?"
"Iya, Mah, mau."
"Yaudah kalo gitu kamu ngumpat dulu ya. Mamah yang jaga."
"Iya, Mah."
"1... 2.... 3...."
Emily berhitung layaknya orang yang sedang bermain beneran. Namun ketika Selly, anak dari Emily sudah mengumpat, Emily justru membiarkannya begitu saja. Dia sengaja tidak mencari anaknya supaya anaknya tidak keluar sehingga Hans bebas masuk ke dalam Apartemennya.
Ting! Ting!
Suara bel di Apartemen Emily berbunyi. Sudah pasti yang datang kali ini adalah Hans.
"Pasti itu Hans. Huh, untung aja Selly udah ngumpat. Jadi aku bisa bawa dia ke dalam sini," ucap Emily di dalam hatinya.
Namun sebelum membukakan pintu Apartemennya, Emily membereskan kamarnya terlebih dahulu dari segala sesuatu yang berbau Selly. Setelah itu baru Emily membukakan pintunya untuk Hans.
"Sayang."
"Kamu kemana aja si? Kenapa buka pintunya lama?"
"Iya maaf sayang. Tadi aku lagi ada di kamar mandi soalnya. Aku masuk sayang."
Hans pun masuk ke dalam kamar Apartemen Emily. Yang dimana Apartemen itu sebenarnya juga adalah milik Hans. Hans langsung terduduk di atas kasur Emily dengan santainya. Seperti apa yang dia berdua lakukan itu adalah hal yang sangat wajar.
"Kamu tumben malam-malam kaya gini ke sini sayang? Kenapa? Pasti rasa kangen kamu ke aku udah ga tertahankan kan?" tanya Emily dengan sangat percaya dirinya.
"Itu salah satunya si. Tapi aku males banget di rumah. Kamu tau sendiri kan sekarang itu Aleysa dan adiknya pindah ke rumah aku. Mana Nenek suruh aku satu kamar sama Aleysa, ya aku ga mau. Makanya lebih baik aku ketemu kamu."
"Apa? Aleysa dan adiknya itu jadi pindah ke rumah kamu? Kamu itu gimana si? Aku ga mau ya sampai kamu satu kamar sama dia."
"Aku juga ga mau sayang. Makanya aku ke sini sekarang. Kayanya malam ini aku tidur di sini aja deh sama kamu. Ga apa-apa kan?"
"Gawat. Kalo Hans nginap di sini, terus Selly gimana? Mana dia ngumpatnya di luar lagi. Kalo dia kelamaan kena angin malam gimana? Kasihan dia," pikir Emily di dalam hatinya.
Emily terus melamun di hadapan Hans. Membuat Hans curiga dengannya. Padahal biasanya selam sini Emily yang selalu mengajaknya berduaan terus, tetapi sekarang ini ketika Hans yang sedang berduaan dengannya, dia justru seperti orang yang sedang kebingungan.
"Emily? Kamu kenapa? Kamu sakit? Kok kamu melamun kaya gitu?"
"I... Iya nih. Kayanya aku ga enak badan. Jadi lebih baik kamu pulang aja ya ke rumah. Soalnya aku ga mau kalo kamu sampai tertular penyakit dari aku."
"Kamu ini ada-ada aja. Aku ga peduli. Kalo kamu sakit, yang ada aku harus temani kamu. Kamu kan di sini sendirian. Kalo kamu kenapa-kenapa gimana? Aku ga mau sampai kamu kenapa-kenapa."
"Tapi kayanya ga usah deh. Aku cuma butuh istirahat aja. Lebih baik kamu pulang aja."
"Kamu gimana si? Tadi katanya kamu ga mau sampai aku satu kamar sama Aleysa. Tapi sekarang kamu suruh aku pulang ke rumah."
"Iya, sayang. Tapi kan kondisinya lagi ga tepat. Besok kalo kamu mau nginep, kalo aku udah enakan, kamu boleh kok mau berapa lama di sini. Kan ga enak juga kalo aku sakit, jadi aku ga bisa layani kamu dengan baik. Iya kan?"
Sebenarnya Hans merasa ada yang aneh dengan sikap Emily kali ini. Hans merasa sedang ada yang di tutup-tutupi olehnya. Tetapi Hans juga tidak tahu apa itu. Namun karena rasa cinta Hans yang lebih besar kepada Emily, hingga akhirnya Hans menuruti semua perkataan Emily. Hans pulang juga malam ini ke rumahnya.
"Yaudah kalo gitu aku pulang dulu ya."
"Iya sayang iya. Kamu balik besok aja lagi ya. Pasti besok aku udah sehat. Bye sayang."
"Bye."
Emily bahkan sempat mendorong Hans supaya dia keluar dari dalam kamarnya. Di balik pintu kamar Apartemen Emily, Hans bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
"Emily kenapa ya? Kenapa dia jadi bersikap aneh kaya gitu ke aku? Seperti ada yang sedang di tutupi sama dia. Tapi apa?" pikir Hans di dalam hatinya.
Sedangkan Emily di dalam kamar langsung menghampiri anaknya yang sudah lumayan lama mengumpat di balkon kamarnya.
"Selly. Selly sayang. Keluar yu sayang."
Ketika Emily menghampirinya, Selly seperti orang yang sedang tidur. Dia menutup kedua matanya. Tetapi ketika Emily berusaha membangunkannya, Selly tetap tidak bangun juga. Dan ketika Emily memegang tubuhnya, tubuhnya sudah sangat dingin. Emily pun sangat mengkhawatirkan keadaan anaknya saat ini.
"Selly sayang. Ya ampun. Badan kamu kok dingin banget kaya gini si? Pasti karena Selly kelamaan kena angin malam. Aku harus bawa Selly ke rumah sakit sekarang juga."
Emily pun langsung membawanya ke rumah sakit. Karena Emily tidak mau sampai anaknya kenapa-kenapa. Apalagi Selly sampai sakit seperti ini karena ulahnya sendiri.
*******
Sekarang ini Hans sedang dalam perjalanan. Hans juga masih belum tahu akan pergi kemana dan bermalam dimana malam ini. Yang jelas, Hans tidak mau pulang ke rumahnya. Karena Hans tidak mau tidur satu kamar dengan Aleysa. Ketika Hans ingin mengecek handphonenya, ternyata handphonenya batrenya low.
"Yahh handphone aku low lagi. Aku charger dulu kalo gitu. Takut ada yang penting."
Di dalam mobil Hans memang bisa mencharger handphone tanpa Hans harus bingung untuk mencharge handphonenya dimana. Ketika handphone Hans baru saja menyala, Nenek dari Hans udah meneleponnya.
"Nenek? Kenapa Nenek telepon aku segala si? Pasti nenek suruh aku untuk pulang ke rumah. Males banget," pikir Hans di dalam hatinya.
-TBC-