Chereads / BETWEEN US : Eternal / Chapter 18 - Choco Mint

Chapter 18 - Choco Mint

Sesaat setelah meneguk pelan kopi yang masih panas, Zefa mengeluarkan nafas panjang dari mulutnya lalu menyilangkan kakinya dan memandang jalanan kota yang mulai terlihat ramai oleh beberapa mobil yang berlalu-lalang dengan kecepatan sedang.

Dengan di temani secangkir kopi dan roti isi coklat milik cafe, Zefa menikmati pagi yang menurutnya sangat melelahkan, rasa perih karena luka yang terjadi tadi pagi tak lagi terasa karena Zefa mampu melupakan rasa sakit yang terasa diluar tubuhnya namun tidak untuk luka yang ada di hatinya.

Setelah puas menangdangi jalanan kota, Zefa kembali menyetuput pelan kopi lalu menatap uap yang keluar dari cangkir kopi. "Apa kau pernah merasakan perasaan yang tidak pernah kau rasakan? Memahami saja tidak mampu apalagi membayangkannya, itu sangat tidak mungkin."

Sang pemilik cafe mematap Zefa dengan mata yang hampir berkaca-kaca. "Kenapa kau mengatakan hal yang menyakitkan seperti itu?" Jelas Agus mengerti apa yang dikatakan Zefa barusan karena menurutnya, selain dipisah jauh dengan orangtua Zefa juga berpisah untuk selamanya dengan sang kekasih. Agus tidak mampu membayangkan betapa hampa perasaan Zefa, meskipun dia disini berniat untuk menghiburnya namun kekosongan yang ada di hati Zefa telah membuat warna di hati gadis itu sudah memudar.

"Lalu apa yang harusku katakan lagi? Tidak ada yang aku sukai lagi semenjak dia pergi." Zefa meletakkan cangkir yang sedari tadi berada dijari telunjuk serta tengah di atas meja lalu meraih roti yang telah siap sejak tadi dan memakannya dengan pelan.

"Meskipun begitu, berhentilah menyakiti diri sendiri," kata Agus sambil menyandarkan punggungnya disandaran kursi lalu melipat kedua tangannya di atas dada. Sejak Zefa masuk ke cafenya tadi pagi dia sudah mampu melihat kalau Zefa kembali melukai dirinya sendiri entah di sengaja atau tidak namun menurutnya sama saja.

"Senior Zefa!"

Tepan saat Zefa hendak memakai roti untuk yang kedua kalinya, dia mendengar suara seseorang yang memanggilnya. Meski sebutan itu baru seminggu di dengarnya namun Zefa dapat mengingat dengan jelas pemilik suara tersebut. Zefa menoleh ke arah halaman cafe milik Agus dan dia melihat seorang pria berpakaian formal dengan atasan jas berwarna hijau lumut serta bawahan yang berwarna sama.

"Dari mana kau mendapatkan orang seperti itu?" tanya Zefa ketika melihat pria itu berlari ke arahnya dan nampak sebuah senyuman yang selalu mengembang di pipinya.

Agus tetawa dengan terpaksa. "Aku tidak ingin mengingatnya lagi tapi, Lucas adalah salah satu pekerja yang mampu bekerja lembur tanpa di beri gaji tambahan."

Zefa mengangguk dan sedikit kagum. "Aku tidak pernah menyadari kalau orang berotak kosong seperti itu masih ada di dunia ini."

Agus menoleh--terkejut ke arah Zefa. "Kata-katamu sangat menyindir sekali."

Lucas yang baru saja tiba langsung menarik kursi lalu duduk di antara Zefa dan Agus. Senyuman tak henti-henti dia sunggingkan kepada Zefa yang tengah menikmati roti yang baru saja masuk ke mulutnya.

"Bukahkan pagi ini sangat cerah? Apalagi setelah melihat pipi senior yang menggembung karena memakan roti buatan bos Agus." Lucas menopangkan pipinya di atas telapak tangan lalu memperhatikan wajah Zefa.

Saat itu juga Zefa mengarahkan maniknya ke atas langit, dia menelan roti yang telah selesai di kunyah. "Aku tidak yakin kalau matamu masih bisa berfungsi dengan baik," kata Zefa. 'Bagaimana mungkin dia bisa mengatakan langit yang mendung sebagai hari yang cerah? Sepertinya mata milik Lucas sedang bermasalah'

"Dan seperti biasanya juga kata-kata yang keluar dari lidah senior yang tajam membuatku jantungku berdebar." Lucas selalu mengatakan hal itu berkali-kali karena ketika melihat Zefa, dia merasa seolah takdir berpihak kepadanya karena dia dapat bertemu dengan Zefa untuk ke sekian lamanya.

"Berhentilah mengatakan hal yang tidak penting seperti itu dan untuk apa kau kesini?" tanya Zefa.

Lucas tersenyum. "Tentunya untuk menumpang di mobil senior, biasa anak kos sepertiku tidak punya kendaraan untuk di gunakan ke kantor."

"Menyusahkan sekali." Zefa meneguk pelan kopi yang mulai terasa hangat itu dan tiba-tiba saja suara dering dari ponselnya terdengar. Segera Zefa melihat orang yang menghubunginya di pagi hari ini dan matanya mulai menatap malas ke arah layar ponsel setelah mengetahui nama yang menghubunginya. "Apa pagi yang diinginkan oleh pria arogan ini?"

Saat itu juga Zefa menarik ikon hijau lalu mendekatkan layar ponsel ketelinga sambil berkata, "Halo pak Esteva, Ada yang bisa bantu?"

"Bisakah kau kesini sebentar?" tanya Estevan dari saluran telfon.

"Kesini kemana?" tanya Zefa yang masih bingung.

"Tante sekertaris bisa tidak ke rumah nenek kakek Noah dulu?"

Zefa terkejut dengan suara Noah yang tiba-tiba saja terdengar dan ditambah lagi permintaan yang keluat dari mulut anak itu. Sebenarnya terlalu menyusahkan untuk Zefa namun, tidak mungkin dia menolah permintaan putra dari bos serta cucu tempatnya bekerja.

"Baiklah, saya akan kesana sebentar lagi," kata Zefa.

"Benarkah? Hore! Tante Zefa akan kesini, terimakasih tante Noah tutup telfonnya ya, sampai jumpa nanti."

'Apa yang telahku lakukan? Apa aku akan benar-benar kesana? Tapi tidak mungkin juga aku menolaknya apalagi dia seumuran dengan anak Bimo' Zefa meletakkan dahinya dibatas telapak tangan. "Inilah yang membuatku sulit bila berurusan dengan anak kecil."

Agus tertawa kecil. "Begitulah Zefa yang kukenal, tidak akan mengucapkan kata 'tidak' untuk anak kecil "

"Senior memang terbaik," kata Lucas sambil mengangkat kedua ibu jarinya.

Sejenak Zefa mendesis lalu bangkit dari tempat duduknya. "Berapa totalnya, Gus?"

"Lah kayak sama siapa saja, kau tidak perlu membayarnya," jawab Agus.

Seperti biasanya jawaban Agus selalu sama. "Kalau kau seperti ini aku yakin di pintu cafemu akan segera menggangung sebuah papan yang bertuliskan 'Di jual' jika kau seperti ini dan tidak mau berubah." Sesaat etekah memauskkan ponsel kedalam tas.

"Wah, kau jahat sekali Zefa." Agus tahu kalau itu hanya lelucon oleh sebab itu dia menyembunyika senyumnya.

Zefa mengeluarkan dompet untuk mengeluarkan beberapa uang ketas lalu memasuk dompet itu dan meletakkan uang tersebut sambil mengambil kunci mobil dari atas nakas. "Ayo, kau ikut atau tidak?" tanya Zefa sambil berjalan pergi.

"Kau mengajakku senior?" tanya Lucas sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Jika tidak mau kau bisa jalan sendiri," ucap pedas Zefa yang sampai di samping mobil.

Lucas menoleh kearah Agus dan tersenyum bahagia. "Lihatlah bos, sepertinya senior mulai menyukaiku." Dengan semangat Lucas berlari kearah Zefa.

Agus hanya memandangi Zefa dan Lucas sambil tersenyum tipis. "Andai kau tahu Lucas, tidak mudah melepaskan seseorang yang tidak bisa kita temui lagi." Agus menghembuskan nafas panjang. "Semoga nasib baik dan keberuntungan selalu berpihak kepadamu, Zefa."

To Be Continued...