10
Jalanan kota saat ini sangatlah ramai, terlebih lagi jika malah hari dimana banyak muda mudi yang berkeliling kota menikmati senja di jalanan. Satu persatu lampu kota menyala dan membuat suasana sore hari ini semakin ini indah.
Namun, tidak bagi Zefa yang sibuk menyiapkan berkas yang akan digunakan Estevan untuk rapat nanti. Setelah selesai, Zefa menutup map dan menoleh kearah Estevan yang duduk tepat di sampingnya. "Saya sudah memesankan restoran sushi, mungkin memerlukan waktu sekitar 30 menit."
"Bagus." Estevan menerima dokumen yang baru saja diberikan Zefa dan mengamati keseluruhan semua isi dari dokumen tersebut.
Zefa mengangguk, ia menjatuhkan punggungnya kesandaran kursi sedangkan matanya menatap kearah jalanan yang dilewatinya. Zefa tidak perlu memikirkan keselamatan dari bosnya sebab security kantor telah mengemudikan mobil yanh sedang mereka gunakan oleh karena itu, ia menjadi sedikit menikmati perjalanan yang menurutnya sangatlan menenangkan.
Jadwal sore ini adalah pertemuan dengan client yang hendak bekerja sama dengan perusahaan Zorger Company, ini bukan hal pertama kali Zefa menyiapkan pertemuan penting seperti ini mengingat posisinya sebagai Sekertaris kator yang berarti ia harus siap dalam berfikir serta bertindak dalam keadaan mendesak.
Mata Zefa terlihat sayu, keadaan hari ini benar-benar membuatnya lelah dan membuat otaknya tidak mampu lagi berfikir dengan jernih. 'Hidup sebagai orang dewasa sangatlah melelahkan,' batinnya sambil menghela nafas panjang.
"Ingat ini baik-baik, Sekertaris Zefa."
Ketika mendengarkan ucapan dari Estevan, Zefa langsung menegakkan kembali punggungnya dan mencoba mendengarkan baik-baik apa yang Estevan katakan.
"Client yang akan kita temui kali ini sangatlah mesum jadi kau berhati-hati."
"Baik Pak Estevan." Zefa mengangguk paham, ia menoleh kearah kaca lalu sebuah senyuman miring menghiasi wajah Zefa. 'Bagus sekali, untuk mengeluarkan semua amarah yang aku tahan karena pria ini, aku perlu sebuah pelampiasan.'
Estevan yang tidak sengaja melihat salah satu mulut Zefa terangkat langsunh menoleh kearah gadis itu. 'Apa yang dipikirkannya? Anak muda jaman sekarang memanglah aneh.' Estevan menggeleng lalu kembali membaca lembaran dokumen penting yang berada ditangannya.
Disaat Zefa memikirkan cara untuk meluapkan amarahnya kepada clientnya, ponsel yang berada di dalam tasnya berdering. Ia segera mengambil benda tersebut lalu menyeret ikon hijau. "Halo, Gus. Ada apa?" Zefa menempelkan gawianya ke daun telinga.
"Apakah kau benar-benar terluka?"
'Pasti ini dari Rea.' Zefa mengembuskan nafasnya dengan panjang kemudian barulah ia menjawab pertanyaan dari Agus. "Tidak, hanya luka kecil kau–"
"Aku akan menjemputmu, soal mobilmu biar pekerja di tempatku yang membawanya pulang, sampai jumpa nanti."
Tutt...tutt....
"Ck. Menyebalan sekali," ujar Zefa yang tidak sengaja di dengar olehbEstevan yang duduk di depannya. Walaupun ia sedikit kesal dengan sikap Agus kepadanya namun, pria itu juga yang telah menjaganya selama lima tahun, terlebih lagi saat Zefa merasa kesulitan dalam melakukan sesuatu orang pertama yang menolongnya adalah Agus sebab ia dan pria itu tinggal satu kota.
Restoran Sushi, merupakan salah satu restoran yang dipilih Zefa untuk pertemuan kali ini. Tidak hanya suasananya yang tenang tapi ornamen dan juga pajangan yang ada disini terasa sangat kental akan kebudayaan jepang. Sengaja Zefa dan Estevan datang 5 menit jam yang ditentukan sebelumnya karena mereka ingin meneliti lagi berkas yanh akan di perlihatkan oleh client.
"Apakah kau sudah memesan makannya, Sekertaris Zefa?" tanya Estevan kepada Zefa.
Zefa menoleh kearah Estevan lalu menganggukkan kepalanya. "Sudah pak, saya tadi memesan Temaki sushi, Nigiri sushi, Inari sushi, dan juga Sushi Chirashi sedangkan untuk minumannya saya memesan teh hijau."
'Aku tidak menyangka kalau Ayah menemukan pekerja yang sangat teliti seperti ini.'
"Selamat malam Wakil CEO Estevan."
Estevan dan juga Zefa bangkit dari tempat duduknya saat melihat client mereka sampai. "Selamat malam Pak Jeremi lama tidak bertemu," sapa Estevan sambil berjabat tangan dengan Jeremi, salah satu client yang ditemuinya malam ini.
'Tidak hanya berbahaya, terlihat dari senyuman serta matanya saja sudah terlihat kalau orang tua ini telah menghabiskan banyak uang untuk bermalam dengan para wanita,' batin Zefa. Ia menatap dingin wajah Jeremi.
"Dan ini pasti Seketraris Zefa, oh tanganmu."
Jeremi mengusap lembut punggung tangan Zefa, walaupun saat iti sedang dibalut oleh perban namun, setiap usapan yang diberikan Jeremi kepadanya saat berjabat tangan membuat Zefa merinding, ia menggenggam erat tangan Jeremi serta tersenyim tipis. "Benar sekali."
Semakin lama Jeremi berjabat tangan dengan Zefa semakin terasa pula sebuah sengatan di telapak tangannya. "Akh!" Pria itu merintih seraya melepakan tangan Zefa dengan kasar dan membuat pria berkaca mata di sampingnya panik.
"Pak Jeremi," ucap pria bekacama setelah lingkaran itu sambil memegang tangan Jeremi namun, ia melihat telapak tangan dari bosnya akan tetapi ia tidak menemukan apapun disana.
Zefa yang melihat ekspresi kesakitan dari Jeremi membuat mulut lengkungan tipis dari bibirnya terlihat. 'Kau tidak akan menemukan apapun disana dalam waktu lima jam tangan pria cabul itu akan membengkak dan saat itulah semua kebohongan yang dia sembunyikan.' Zefa mengalihkan wajahnya untuk menyembunyikan senyumannya lalu kembali menatap kearah Jeremi.
Estevan yang melihat perubahan wajah dari Zefa membuatnya curiga akan kejadian barusan. Dahi pria itu mengernyit lalu berfikir, 'Siapa sebenarnya gadis ini.'
Zefa cukup puas dengan hiburan yang di lihatnya, ia mengernyitkan dahinya dan membuat ekspresi sedih untuk memperlihatkan simpatinya kepada clientnya. "Apa yang terjadi? Apakah anda baik-baik saja?"
"Baik-baik, terima kasih atas simpati yang anda berikan, Sekertaris Zefa. Dan anak muda berkaca mata ini bernama Anza, dia Seketraris saya." Jeremi menyunggingkan senyuman kepada Zefa dan Anza hanya menundukkan kepalanya.
Zefa juga membelaskanya dengan sebuah senyuman misterius. "Mari silahkan duduk, " tawar Zefa.
Mereka berempat duduk berhadapan, tak lama makanan yang di pesan oleh Zefa datang. 'Saat imk giliranku yang menjalankan kerja sama ini,' batin Estevan.
Disepanjang kegiatan makan malam, Jeremi menatap lekat wajah Zefa yang sedang makan dan membuat Estevan tidak senang. "Pak Jeremi," panggilnya dan sebuah kerutan mulai terlihat di tengah-tengah alisnya ketika Jeremi tersenyun tidak berdosa setelah memperhatiak Zefa dengan cukup lama.
"Ada apa Pak Estevan? Anda mau membahas masalah kontrak saat ini?"
Sikap Jeremi benar-benar membuat Estevan naik pitam, ia mencoba menutupi semua amarah yang ditahannya saat ini dengan senyuman. "Jika anda berkenan melalukam itu kita bisa melakukannya sekarang." Estevan menoleh kearah Zefa. "Sekertaris Zefa."
Zefa mengangguk paham. Ia mengambil dokumen yang berada di sampingnya lalu memberikan kepada Jeremi dan saat Jeremi menerika dokumen tersebut pria itu sengaja menyentuh punggung tangan Zefa sebelum ia membaca semua dokumen dari Zorger Company.
'Dasar cabul,' batin Zefa dengan menatap tajam kearah Jeremi.