Chereads / Bukan Dia Tapi Aku / Chapter 3 - Jhonny Terkena Panah Asmara

Chapter 3 - Jhonny Terkena Panah Asmara

Sembari menunggu pesanan tadi setelah percakapan di awal suasananya jadi canggung kembali berdiam diri satu sama lain.

Karakternya Rossa yang pendiam itu terbawa saat dirinya kencan dengan Jhonny. Jhonny diam bukan berarti dirinya seorang cowok pendiam ataupun pemalu. Melainkan dirinya terus disibukkan dengan aktivitas pekerjaannya di manapun dia berada tidak terlepas dari yang namanya hp.

Rommy dan Rhandy dibuat gregetan oleh tingkah unik keduanya. Diam-diam keduanya berpindah tempat duduk menguntit dari belakang. Rommy yang konyol agar tidak diketahui keberadaannya menyamar menggunakan kaca mata hitam. Berbeda dengan Rhandy tanpa aksesoris apapun dia lebih pandai dalam hal menguntit hanya dengan cara menurunkan duduknya sambil membuka koran.

"Ayoo dong ngomong. Masa iya sih ngedate kayak mau interview kerja formal banget pertanyaannya," gerutu Rommy.

"Jhonny juga kayak gak pernah pacaran saja. Ya elah ... Ini 2 orang tercipta dari apa sih?" imbuh Rhandy jari tangannya terus mengetuk meja.

"Eeh, tunggu kenapa terburu-buru biarlah mengalir apa adanya aja," ucap Rhandy meraih tangan Rommy yang akan mendekati keduanya.

"Habisnya kesal aku lihat orang ngedate diam kayak patung gitu. Gimana gak gregetan coba." Rommy menggigit bibir bawahnya.

"Tuh-tuh lihat mereka berdua mau ke mana?" cetus Rommy.

Jhonny dan Rossa berjalan menuju pantai. Tidak tahunya sampai di sana mereka mulai membuka topik baru.

"Bapak ini kerjanya sebagai salah satu Bos di perusahaan logistik ya?" ceplos Rossa.

"Ya gitulah. Kalau bisa kamu gak usah panggil dengan sebutan Bapak lagi. Memang sih aku lebih dewasa dari kamu tapi saya di sini tidak mau terlihat tua. Kamu bisa kan?"

"Bi...sa Pak, maksud saya Bang," celetuk Rossa sudut bibirnya terangkat ke atas.

"Apa Abang? emang kamu kira aku Abang tukang bakso atau cimol di lampu merah," sontak Jhonny menampik mukanya.

"Salah lagi ya? terus saya bisa panggil situ dengan sebutan apa?" tanya Rossa.

"Mmmm... enaknya apa ya? biar lebih simpel kamu panggil saya dengan sebutan Kakak saja," usul Jhonny.

"Iya." Rossa mengangguk berkali-kali.

"Bapak lihat itu ada Patrick," teriak Rossa histeris.

"Patrik siapa? mantan kamu atau?" sahut Jhonny.

"Iisshh, bukan Patrick yang itu. Ini dia si Patrick." Rossa memegang benda laut itu.

"Apa Patrick? kamu gak salah lihat? ini kan bintang laut."

"Ayook Kak, dipegang." tanpa sungkan Rossa mendekatkan bintang laut itu ke tangan Jhonny.

"Iihh gak mau ah, bisa-bisa baju ku kotor lagi," bantah Jhonny jaga jarak.

"Gapapa Kak."

Jhonny yang terus menerus dipepet oleh bintang laut itu menghindar bahkan berlari ke depan. Rossa yang memiliki tipikal jahil masih tetap aja maju mengejarnya.

"Ini Kak tangkap," ucap Rossa melempar bintang laut.

"Iih, apa-apaan kamu itu. Awas aja kamu ya bakal aku balas," jawab Jhonny gregetan campur senang.

Ketika Rossa dan Jhonny berada di pantai untuk sekadar melepas penat, hamparan lautan biru memantulkan sinar matahari di atas permukaan layaknya kaca bening transparan yang menyilaukan. Air yang tenang seakan memanggil keduanya agar segera membenamkan kaki ke dalam air laut yang masih jernih dan bersih itu.

Tak perlu menunggu lama, Rossa dengan langkah kecilnya mulai bermain-main dengan pasir putih hangat dan dengan sengaja mencipratkan wajah Jhonny dengan air.

"Kejar aku kalau kau bisa." Rossa menjulurkan lidahnya layaknya anak kecil yang mengejek temannya.

"Kak, duduk di sana yok minum degan ??," ajak Rossa.

"Ayok." Jhonny refleks merangkul pundak Rossa.

Sementara itu, dilain tempat dan kejadian, Rhandy dan Rommy yang awalnya menguntit dirasa keadaannya sudah aman demi menghindari kecurigaan Jhonny mereka berinisiatif kembali ke hotel.

Rhandy dan Rommy sudah sampai kamar hotel dan berpura-pura tidak mengetahui kencan keduanya.

Tak lama kemudian, Krekk ....suara pintu hotel dibuka dari luar.

Jhonny yang basah penuh pasir pantai masuk ke ruangan dengan tersenyum-senyum sendiri.

"Huszzz ... lihat itu sobat jutek kita akhirnya bisa tersenyum setelah sekian lama menjadi bucin," bisik Rhandy.

"Semoga aja mereka sampai ke pelaminan," sahut Rommy penuh harap.

Jhonny bersandung ria sambil bersiul menandakan kalau sedang berbunga-bunga.

"Hai bunga yang sedang mekar. Dengar ceritaku ... Kasihku merasakan. Apa yang ku rasa," sela Rommy julid.

"Kalian ke mana tadi seharian? tumben dari tadi aku gak lihat. Oh ya kalian pingin apa? biar aku traktir," celetuk Jhonny.

"Hmmh... tumben perhatian hari ini. Biasanya kalau kita bikin kerusuhan di sini langsung diomelin kayak ibu kos," sindir Rommy.

"Hehehe... kata siapa aku gak peduli sama kalian," sahut Jhonny pipinya bersemu.

"Cyee, pantesan peduli. Orang hari ini baru ngedate."

"Hahahh... sok tau kamu," bantah Jhonny.

"Romantis sekali bisa lempar-lemparan pasir pantai sama pacar," ceplos Rhandy.

"Uppsszz...." Rommy membungkam mulut Rhandy dengan tangan kekarnya.

"Aku tahu ini pasti seharian kalian berdua nguntit aku ya. Ayoo, ngaku...." Jhonny melangkah maju.

"Ee... gak kok, orang kita seharian ke bar," kilah Rommy terbata.

"Benar, masa iya sih aku sama Rommy ngikutin kamu kayak ada kegiatan aja."

"Oh ya tadi gimana berhasil gak ngedatenya. Menurut kamu dia orangnya seperti apa? terus apa kamu sudah nembak dia dengan ungkapan cinta?" berondong Rhandy.

"Tanyanya satu-satu dong berasa diinvestigasi," ujar Jhonny.

"Jadi gini tadi ngedate perdana ku gak ada masalah, terlihat have fun aja. Kalau masalah dia orangnya seperti apa aku juga belum tahu. Lagian kita juga baru kenal butuh waktu lah untuk mengenal satu sama lain. Sedangkan untuk masalah nembak itu butuh proses yang cukup panjang. Kalian tahu sendiri usia aku tidak muda lagi dan aku rasa setelah pacaran aku akan langsung menikahinya," ungkap Jhonny.

"Wuiih mantapp Jhon. Aku setuju sama pemikiran kamu ini. Saya harap kalian bisa hidup bersama," sahut Rommy.

"Saya harus lebih mengenal lebih jauh tidak hanya dia tapi juga keluarganya," ucap Jhonny.

"Kamu gak usah khawatir. Aku kenal siapa dia dan keluarganya. Dia berasal dari keluarga terpandang. Orang tuanya saja memiliki pondok pesantren besar. namanya sudah tersohor sampai ke masyarakat. Kalau kamu mau aku bisa bawakan kenalkan kamu sama keluarganya," lanjut Rommy.

"Makasih ya Rom."

"Udah jangan nangis lagi aku jadi sesak nafas." gelak tawa ketiganya langsung pecah saat Rhandy yang berbadan kecil terhimpit oleh dada bidang Rommy dan Jhonny.

"Bentar itu ada kayak bunyi apa? punya siapa ya?"

"Sumber suaranya dari arah meja. Itu bukannya punya kamu Jhon?" timpal Rommy.

"Iya yah, dari siapa ya? ah palingan dari rekan bisnis. Memang gak bisa apa lihat aku senang sebentar," kesal Jhonny

"Jangan gitu Bro, bisa jadi dari Rossa?" Alis Rommy terangkat.

"Masa sih? Coba aku liat!" Jonny segera menyergah hp.

"Benar tebakan kamu Rom, ternyata yang nelpon Rossa." Mata Jonny berbinar.

"Tuhkan. Buruan diangkat!" pintah Rommy.

"Selamat malam Rossa," sapa Jhonny.

"Malam juga Kak Jhonny. Maaf Kak, kalau telepon aku udah ganggu waktu istirahat Kakak," jawab Rossa.

"Gak kok. Saya malam ini free gak ada kerjaan."

"Hmm... Rossa boleh nanya gak? tapi Kakak janji gak boleh marah ya?" ucap Rossa.

"Oohh, memang mau nanya apa Dek Rossa? silahkan aja, selama Kakak mampu jawab pasti Kakak jawab."

"Kakak, Rossa jujur gak bisa tidur malam ini. Dari tadi terus kepikiran Kak Jhonny. Boleh gak Rossa video call malam ini? Rossa ntah kenapa jadi kangen sama Kak Jhon," ceplos Rossa.

"Ehemm ...." deham Rommy.

"Bro, aku sama Rhandy keluar dulu ya cari angin. Selamat bersenang-senang," bisik Rommy.

"Maaf ya Rossa, kalau lama jawab. Boleh kok silahkan. Kakak yang mulai duluan atau kamu?"

"Kakak dulu aja deh." Jantung Rossa berdegup seakan mau copot.

"Hey Rossa," sapa Jhonny.

"Hey juga Kakak. Kakak itu sedang ada di mana kok view-nya seperti di pusat kota?"

"Kakak lagi di hotel Dek. Kalau Adek mau mampir main boleh kok. Nanti Kak Jhonny share lokasinya."

"Oohh, jadi selama ini Kak Jhonny tinggal di hotel?"

"Rossa, kamu lagi telponan sama siapa sih malam-malam gini? Mending langsung tidur. Gak baik lho anak gadis telponan malam hari." Teguran suara Abah Rossa terlintas di pembicaraan telepon.

"Itu siapa Dek?"

"Maaf Kak, tadi biasa Abah yang barusan ngomong," jawab Rossa.

"Ini beneran gapapa telponan sama Kakak jam segini. Kalau dimarahi Abah gimana?"

"Gak kok Kak. Abah orangnya baik kok," ucap Rossa.

"Kak, jadi pengusaha itu suka dukanya apa? Dulu waktu Rossa baru lulus SMA ingin banget rasanya bisa kuliah ngambil jurusan perkantoran supaya bisa bekerja di perusahaan. Sayangnya... harapan Rossa itu harus pupus ditengah jalan." Nada Rossa melemah.

"Lho kenapa bisa putus? Andai kalau kamu dulu ngambil jurusan perkantoran nanti kamu bisa kerja di perusahaan saya. Nanti bakal aku ajarkan cara menanam saham dan tidak itu juga pasti akan ku kenalkan sama klien dari luar. Bahkan kamu bisa touring ke luar negeri dengan gaji yang menggiurkan," papar Jhonny.

"Masalahnya di Abah Kak. Abah ngelarang aku untuk ngambil jurusan itu. Padahal aku sudah ikut training perusahaan waktu diadakan oleh sekolahan atau tempat bimbel itu aku dinyatakan lolos training dan disuruh interview. Abah tetap kekeuh menginginkan aku supaya aku bisa ngambil bahasa Arab. Tujuan Abah itu supaya saya bisa bantu Abah ngajar di pondok pesantren miliknya," beber Rossa terisak tangis.

"Sudah Dek, gak perlu ditangisi apa yang sudah terjadi. Kakak sarankan supaya kamu bertambah giat dengan pilihan terbaru kamu. Selain ngajar di sekolah kegiatan kamu yang lain apa?"

"Jadi translator bahasa arab. Lumayanlah Kak, bisa nambahin uang jajan," jawab Rossa.

"Oh ya Kakak udah makan malam belum? Ku belum nih Kak," ucap Rossa.

"Looh ini jam berapa? nanti kamu bisa kena asam lambung lho. Makan telat tuh gak baik buat kesehatan. Bisa menyebabkan obesitas kalau lewat jam 9 malam. Ini udah mau jam 9 malam dah kamu sana makan malam dulu!" seru Jhonny.

"Iya Kak, Rossa makan malam dulu. Nanti sambung lagi ya Kak. Assalamualaikum," ujar Rossa.

"Waalaikumsalam."

"Kok cepat banget teleponnya. Bilang apa aja dia ke kamu Bro?" ujar Rhandy membawa sate dari luar.

"Pasti bilang Say, i love you. Iya kan? ayoo ngaku aja kamu gak usah gengsi," sentil Rommy.

"Apa sih. Kepo!"

"Sini kamu bawa apaan? minta dong." Jhonny mengintai bungkus makanan yang dibawa Rhandy.

"Iya, tenang sobat mu yang baik hati ini tidak akan pelit," jawab Rhandy.

"Gimana kalau makannya di balkon kamar aja sambil menikmati sepoi angin malam?"

"Ayook..."

"Kamu serius gak beli minuman sekalian di supermarket?" tanya Jhonny.

"Astaga Rom ...kita lupa beli, tapi di sini ada restoran bukan?"

"Ada, tapi kan gak bersoda."

"Gapapa lah atau bisa suruh pegawai hotel sini untuk membelikan?" usul Rhandy.

"Gampanglah, masang LCD yuk," ajak Jonny.

"Nonton bola aja. Ini lagi boomingnya pertandingan antara Indonesia vs Thailand."

"Oke, let's go ...."

"Aku yakin pasti yang menang Indonesia," ucap Jhonny sembari makan popcorn.

"Iya... ayo... dikit lagi. Goolll.....!" sorak Rhandy saat melihat tim kebanggaannya menang.

"Garuda di dadaku. Garuda kebangsaan ku. Ku yakin hari ini pasti menang," lontar Rommy bernyanyi dengan suara lantang.