Chereads / Not a Dreaming Marriage / Chapter 9 - Sosok Misterius

Chapter 9 - Sosok Misterius

"Sore Pa," sapa Eleanor yang baru saja masuk ke dalam rumah sambil membawakan nasi bungkus untuk makan sore papanya.

"Sore." Sang Papa beranjak dari sofa, mengambil nasi dari tangan Eleanor untuk pergi ke meja pantry. "Ini apa?" Ia bertanya sebelum Eleanor masuk ke dalam kamar.

"Nasi bebek, katanya Papa mau makan itu sekarang? Tapi nggak boleh sering-sering Pa, harus dijaga kesehatan Papa," tutur Eleanor yang mendapatkan anggukkan dari papanya.

"Makasih, ya."

Pintu kamar ditutup oleh Eleanor. Ia dan papanya tidak pernah berinteraksi lama, karena pekerjaan Eleanor yang cukup menyibukkan dan membuat wanita karier itu jarang di rumah. Pulang-pulang pasti Eleanor sudah lelah dan butuh istirahat. Atau jika ada hal yang dibutuhkan oleh papanya, baru mereka saling mengobrol di ruang tengah.

Wanita itu langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya sebelum ia berleha-leha di atas ranjangnya. Kamar mandi yang ada di dalam, justru membuat Eleanor sangat betah di dalam kamarnya yang menenangkan.

Begitu Eleanor sudah wangi dan bersih, ia mengambil ponselnya dari dalam tas. Tak lupa juga membawa laptop dan dibawa ke atas ranjangnya. "Gue nggak ada jadwal karena tinggal kirim aja ini desain terakhir... Oh wait!"

Mata Eleanor terbelalak saat mendapatkan email masuk dari bosnya. "Eleanor, tolong kamu carikan desain yang bagus buat cover ini. Kamu bantu juga untuk layout ya. Kalau sudah kamu buat janji sama orangnya buat diskusiin apa yang kurang. Nanti nomernya aku kirim by WA."

"Anjir! Kalau kayak gini nggak bisa dong." Eleanor baru saja membaca pesan yang dikirim ke emailnya. Dan ia berpikir sejenak agar janjinya bersama Ilham tetap bisa dijalankan, sambil menggigit jari-jari kukunya sampai sebuah ide cemerlang muncul dalam benaknya. "Ah, soal ini gue coba suruh Alika aja kali, ya? Kalau kerjaan dia bener, baru gue bisa percaya dia. Satu hari aja, nanti sisanya gampang biar gue sesuaiin aja sama jadwal proyek punya Ilham. Lagian ini nggak harus dikerjain di kantor juga bisa. Untung jobdesk gue paling enak bisa dikerjain sambil keluyuran," celoteh Eleanor sambil terkekeh pelan. Lantas ia menghubungi Ilham bahwa jadwalnya besok kosong, ia bisa bertemu pria itu di cabang barunya.

Sambil menunggu bosnya mengirim nomer ponsel pemilik naskah yang memakai jasa perusahaan tempat Eleanor bekerja, gadis itu membuka naskah yang dikirim ke email tadi. Ia sempat tercengang saat naskah tersebut memiliki nama pena Bintang. Tak ada nama panjang, hanya Bintang.

"Pemilik nama Bintang nggak mungkin dia doang, kan?" gumam Eleanor sambil menatap ke depan setelah ia bertanya pada dirinya sendiri. Di hadapannya Eleanor bisa melihat ekspresi wajahnya sendiri yang tampak tercengang.

"Ya enggaklah Ele, namanya juga nama pena sih wajar aja kalau pakai objek benda langit. Nama pena Mentari Senja aja ada. Nama pena Bulan Sabit aja juga ada." Eleanor mengangguk yakin, kemudian rasa penasaran tentang pemilik nama pena Bintang ini. Membawa Eleanor menggulirkan ke halaman paling akhir. Di mana ada profil penulis dengan biodatanya.

"Kirain foto orang yang nulis. Kenapa misterius banget pakai foto vektoran gini mana karakter vektornya ganteng lagi. Jadi dia cowok," celoteh Eleanor ketika mengomentari gambaran fiksi yang dijadikan sebagai profil penulisnya. Lantas ia membaca biodata singkatnya. "Seperti Bintang, aku jauh, kecil dan mungkin hanya fiksi di dalam hatimu seperti cerita ini, fiksi. Oh, hai, sekali lagi terima kasih sudah menjadikan fiksiku sebagai milikmu."

"Anjir misterius banget deh. Baru kali ini gue nemu buku yang penulisnya benar-benar misterius," tukas Eleanor seraya geleng-geleng kepala heran.

Walaupun masih curiga dengan nama Bintang, karena merasa akhir-akhir ini dunia terlalu sempit hingga membuat dia berurusan dengan orang-orang yang saling berkaitan, Eleanor merasa kecurigaan terhapus setelah membaca cerita tersebut.

"Nggak mungkin lah kalau Bintang yang gue kenal, pasalnya kok bisa nulis sebagus ini? Fantasy lagi, gila keren sih bahasanya," decak Eleanor yang sungguh tidak percaya bahwa ia akan mendapatkan pekerjaan ini.

"Oke, gue harus telepon si Alika dulu deh."

Eleanor segera turun dari atas ranjang, ia mendekati cermin untuk melihat rambutnya yang belum sempat disisir setelah ia mandi dan berganti baju. Sambil menunggu sambungan teleponnya terjawab dengan Alika, Eleanor menggunakan tangan satunya untuk menyisir.

"Halo, ngapain sih malam-malam hubungin gue, Mbak?" tanya Alika yang sewot dan terdengar kesal.

Sebagai orang yang sabar, Eleanor hanya bisa mengelus dadanya. Jika ia teringat pada pengakuan Ilham tadi sore, rasanya ia heran bagaimana Ilham bisa sesabar itu menghadapi kelakuan Alika.

"Dengerin gue dulu. Jangan ngomel mulu anjir," omel Eleanor sebelum melanjutkan ucapannya. "Gue ada kerjaan buat lo besok di kantor. Dalam hal ini gue mau kasih lo kepercayaan dengan handle satu hari karena besok gue ada jadwal di luar ketemu sama klien. Nah, biar enggak tabrakan nih, lo yang handle punya Pak Gunawan karena dia prioritas kedua gue dalam jadwal yang booking gue lebih dulu..."

Belum sempat Eleanor menyelesaikan ucapannya, Alika sudah menyahut dan memotong ucapan Eleanor lebih dulu. "Hah? Apa maksud lo gimana sih? Maaf, gue lola banget nih. Lo kalau jelasin yang kalem dong!"

Terdengar helaan napas panjang dari seberang sana. "Hadeh, susah ngomong sama lo!"

"Ish, Mbak Ele, ini masih jadi nggak gue dengerinnya?" tukas Alika yang membuat Eleanor jadi tidak habis pikir.

"Jadilah! Simak baik-baik gue ngomong, ya." Eleanor menjeda sejenak, ia benar-benar sangat sabar kali ini. "Intinya, gue punya tugas buat lo. Kalau lo lolos handle kerjaan yang gue suruh ini khusus besok, lo bakalan gue kasih kepercayaan buat ngerjain yang lain juga asal kerjaan lo bener. Nah, besok gue masih ada urusan di luar sebelum kerjaan ini datang. Pak Gunawan bilang bakal kirim nomernya ke gue, tapi sampai sekarang nggak dikirim-kirim. Kayaknya dia lupa karena rambutnya udah mulai ubanan. Jadi gue minta lo kirim pesan ke Pak Gunawan biar dikirim ke lo langsung aja nomernya. Setelah itu, besok lo buat janji temu sama orangnya dan diskusiin tugas dari gue ini sama dia," jelas Eleanor panjang lebar dengan nada yang lebih kalem lagi.

"Oke, gue pegang janji lo ya, Mbak?" tukas Alika sebelum ia menutup teleponnya secara sepihak, rasanya Eleanor ingin memaki gadis ini.

"Freak banget sih lo?!" gerutu Eleanor seraya membuang napasnya kesal. Kemudian ia kembali duduk karena rambutnya juga sudah disisir rapi.

"Gue harus telepon Pak Gunawan juga sih ini. Nanti takutnya gue disangka nggak tanggung jawab karena langsung kasih ke Alika," gumam Eleanor yang pada akhirnya juga memutuskan untuk menghubungi bosnya.

Dalam waktu beberapa detik, panggilannya langsung terjawab. "Elea, bentar ya, orangnya belum ngasih nomer whatsapp-nya. Soalnya dia ngehubungin langsung ke saya pakai email, trus dia bilang mau kamu yang nanganin naskahnya."

"What? Kok bisa langsung ke aku, Pak?"

Jelas saja Eleanor syok, karena ia tidak mengenal penulis dengan nama pena Bintang. Apalagi jika ada request langsung kepada bosnya. Ini sesuatu yang langkah. Jika bukan customer lama yang pernah ditangani oleh Eleanor dan suka akan cara kerjanya, maka tidak pernah ada request dari customer baru atau paling tidak dia mengatakan mendapatkan rekomendasi dari customer lama mereka.

"Dia penulis novel yang cukup terkenal misterius Ele, aku pernah mengajaknya bergabung tapi belum ada balasan, saat ini malah dia mengajukan diri. Dengan adanya dia bergabung bersama kita, maka kita juga bisa dipromosikan apalagi nama kamu! Oh, ayolah Ele, kau harus mau menerimanya. Dia sudah melakukan pembayaran di muka cukup besar sebagai kerjasama kita," kata Gunawan yang terdengar sangat memohon.

Rasanya Eleanor ingin memaki karena tadi ia sudah memberikan tugas ini kepada Alika. Rasa penasaran juga membuat Eleanor tidak bisa menolak, karena bagaimana penulis misterius itu bisa menarik perhatian bosnya?

"Tapi sebelum Bapak kirim aku email ini,  aku sudah memiliki janji dengan klien lain. Aku menghubungi Bapak langsung ingin mengatakan bahwa saya ingin menguji Alika, dia saya berikan tugas untuk menghandle naskah tersebut seperti mencicil layout sejenak, hanya satu hari saja. Tapi saya tidak akan melepaskannya, akan saya pantau hasilnya sebelum didiskusikan dengan klien. Apakah boleh? Karena besok saya harus pergi keluar untuk melakukan pengecekan klien lama kita Bapak Ilham."

"Baiklah, aku percayakan padamu Ele. Ingat, kalau ada temu janji dengan dia, jangan kamu lemparkan kepada Alika. Dan aku ada perkerjaan baru yang tidak memiliki risiko agar dia belajar juga dari yang dasar dulu, jadi nanti aku langsung kasih ke Alika saja."

"Baik Pak, laksanakan."

Sesi panggilan pun diakhiri oleh keduanya karena sudah tidak ada lagi yang dibahas. "Beneran ini kalau Bintang yang gue kenal orangnya, bakalan gue jitak tuh anak! Sok misterius banget," gerutu Eleanor yang tidak habis pikir.