Hanya ada satu kedai di luar ibukota yang menyediakan bir terbaik yang katanya sama populernya dengan bir di tempat bernaungnya kastil keluarga Sigor berada. Tidak sulit untuk menemukan kedai ini yang walaupun semua orang pengunjung tahu minuman-minuman rasa berkualitas ini hanyalah barang tiruan dan hasil racikan dari Siege Huston sang pemilik kedai itu sendiri, nyatanya makin ramai dikunjunjungi berdiri di pinggiran kota Rysdale. Jelas, letaknya sangat jauh dari wilayah Elayne, tempat kastil Sigor itu berdiri.
Tak ada yang tahu bagaimana seorang Siege Huston, pria tua dengan sebelah mata buta itu bisa begitu paham bagaimana rasa bir-bir premium dari keluarga Sigor itu pada bir ciptaannya. Bisa dibilang mungkin tak ada yang peduli, bahkan pada apa-apa saja bahan yang Siege campurkan pada birnya itu, toh, yang terpenting para pengunjung dapat menikmati satu gelas lezat dengan harga ramah di kantong. Lebih baik dari pada mabuk dengan bir rasa kencing kuda.
Begitu banyaknya minat alkoholnya dari kedai ini, tidak hanya pengunjung dari warga sekitar, prajurit yang berpatroli, atau bahkan para petualang, kedai ini rupanya juga mulai terkenal di kalangan para penjahat bahkan buronan. Tak pelak kedai ini juga membuat para penduduk mulai resah dengan tingkat kejahatan di kota ini yang meningkat.
Kota Rysdale merupakan sebuah kota kecil yang terletak di bagian paling timur wilayah Caltherion. Letaknya yang jauh dan bisa dibilang sangat terpencil dari ibu kota kekaisaran, membuat kurangnya prajurit yang ditugaskan di kota ini. Terlebih lagi sejak awal memang penduduk kota sama sekali tak bisa mengandalkan prajurit-prajurit berperut gendut yang gemar menarik uang pajak ilegal itu. Pekerjaan para pemalas itu tentu saja hanya menggoda perempuan muda di kota dan mabuk-mabuk siang dan malam di kedai milik Siege Huston. Bisa dibilang para prajurit murahan ini sama tidak beresnya dengan para penjahat-penjahat di kedai itu.
"Wah ... Apa ini? Apa ini yang sering mereka sebut daging rusa? Wow ... Teksturnya sangat unik! Ini lezat!"
Seperti sekarang ini, dua orang prajurit dengan wajah yang sudah memerah itu menatap dengan penuh niat tersembunyi pada seorang anak lelaki berambut perak yang tengah menyantap makan malamnya ditemani tankard besar berisi bir di kedai Siege Huston. Sebenarnya tak hanya dua orang prajurit berperut buncit itu, akan tetapi hampir semua pasang mata pengunjung di kedai itu memperhatikan si anak. Bukan karena porsi makannya yang luar biasa besar, atau bahkan dia yang hampir menghabiskan satu tong bir layaknya meminum air, namun, karena penampilan si anak yang sangat kontras dengan sekitarnya.
Semua orangpun akan setuju dengan sekali lihat dari penampilannya saja, anak ini jelas adalah anak bangsawan. Berandal manja ini pasti tersesat. Sangat bodoh, karena dengan berani-beraninya kabur dari kastil yang nyaman dan sekarang malah bermain-main di sarang penjahat. Tentu saja anak itu merupakan target yang sangat empuk.
Salah seorang prajurit berdiri, entah niat licik apa yang ada di otak kecilnya saat ini, dengan langkah sempoyongan dia berjalan menghampiri meja si anak.
"Bibi! Bisa tambah lagi semur dagingnya? Dan tolong isi airnya!" Si anak nampaknya tak menyadari keadaan gawat macam apa yang sedang mengintainya. Dengan santai dia mengigit rakus daging rusa panggang di hadapannya. Sama sekali berbeda dengan imej yang di gambarkan orang-orang sekitarnya, cara makan anak ini benar-benar sama sekali tidak ada elegan-eleganya. Yah, apa yang bisa diharapkan dari anak-anak seumurannya.
"Hei, Nak, bukankah seharusnya kau pulang sekarang? Orangtuamu pasti sudah menunggu--"
SLASH!
"--Eh?" Dug, dug, dug. Kepala itu mengelundung di lantai kayu kedai. Tubuh tanpa kepala itu tumbang setelahnya dengan darah mulai mengucur dan tak lama lagi pasti akan menciptakan genangan di lantai itu jika mayat itu tak segera disingkirkan.
"Tsk." Anak itu berdecak. Mata kelabunya melirik si mayat dari sudut matanya.
Semua orang di ruanganan itu terbelalak. Jijik, ngeri, dan daripada itu kaget dengan kejadian di hadapan mereka.
"AAAAKHHH!" teriakkan si pramusaji wanita berhasil memecahkan keterkejutan serta keheningan semua orang di tempat itu.
Keributan segera terjadi. Orang-orang di dekat si mayat langsung melompat berdiri. Selusin orang yang masih cukup sadar langsung mengeluarkan senjata mereka.
"Berengsek, apa yang terjadi?!" seru salah seorang dari mereka.
Tidak ada jawaban. Kejadian itu terlalu cepat di mata mereka.
Perhatian mereka tentu kembali pada si anak yang masih santai mengunyah di mejanya. Walau jelas-jelas ada mayat di bawah kakinya, anak itu sama sekali tak beranjak dari tempatnya dan bahkan sepertinya terlihat sama sekali tak perduli.
Tentu saja kecurigaan langsung tertuju pada bocah itu. Kewaspadaan mulai tergambar di wajah-wajah pias itu. Mereka hampir lupa bahwa di benua ini tak hanya ras manusia, terdapat juga bermacam-macam ras makhluk mengerikan lainnya yang bisa membunuh mangsanya barang sedetik. Dan mereka tersadar, tidak menutup kemungkinan anak itu adalah salah satu di antara ras makhluk itu.
Sebuah kapak terayun, mendarat keatas sebuah meja dan membelahnya menjadi dua. Semua makanan tumpah ruah.
"Itu! Bukankah itu Jim!"
"Jim si Penghancur!"
"Pria yang menghabisi Troll! Dia Pemilik Senjata Legendaris!"
Bisik-bisik di sekeliling tempat itu menjelaskan identitas si pria.
"Habisi berandal monster sialan itu, Jim!"
Ketegangan di tempat itu mulai mereda. Mereka berpikir kalau ada pria ini, tak ada yang perlu mereka cemaskan.
Ya, dialah Jim si Penghancur, Pemilik Senjata Legendaris. Dia adalah salah satu petualang terkuat di benua. Sudah banyak sekali monster yang di hadapinya, Penyihir, Direwolf, Goblin, Troll, semua makhluk itu pernah merasakan kapak yang diayunkannya ini. Bahkan mungkin naga yang membumihanguskan sebuah kota beberapa waktu lalu, dia sangat yakin bisa mengalahkannya. Hanya monster kecil di hadapannya ini sama sekali bukan tandingannya. Pria bertubuh kekar itu menatap si anak dengan tajam. Tubuh menjulangnya benar-benar membuat si anak itu seperti seekor kelinci kecil di hadapannya. "Apa kau pelakunya?!"
Tapi, anak itu sama sekali tidak terusik.
"Merepotkan." Dia malah bergumam tak acuh. Tapi, terlalu keras hingga didengar Jim, dan jelas membuat pria itu semakin marah.
"Apa kau bilang?!"
Masih duduk di atas kursinya, anak itu mendongak, senyumnya mengembang. Tetapi, jelas tidak sampai matanya. "Ah~ merepotkan," ulangnya dengan nada bosan.
"Bajingan kecil ini!" Jim mengayunkan kembali kapaknya.
Si anak melompat. Kali ini dia berdiri di atas kursinya. Sama sekali tak goyah. Netranya melirik makanannya yang kini terinjak oleh pria di depannya itu tanpa sadar. "Apa yang telah Paman lakukan pada makan malamku?"
"Persetan dengan makan malammu! Kuperingatkan kau, jangan membuatku mengulangi pertanyaanku! Aku tidak punya cukup kesabaran untuk itu!"
"Ya ampun ... Pak Tua ini. Baiklah, baiklah, aku akan menjawabnya." Si anak melirik mayat itu layaknya melihat onggokan sampah. "Begini ... sebenarnya, aku benar-benar ingin menekan hasratku sebisa mungkin sebelum sampai ke Gate End. Dan, wow! Sepertinya aku bisa, karena selama satu hari perjalanan dari rumah hingga ke sini, aku belum membunuh satu orangpun. Luar biasa, 'kan?... . Tapi, ternyata sial sekali, tubuhku ini tidak bisa diajak kompromi, mereka akan langsung pada mode menyerang saat ada ancaman yang mendekat. Jadi, yah ... maaf sekali, Paman, aku tanpa sengaja telah menghabisi temanmu itu. Hm, tapi, bukankah itu sebenarnya salah Paman itu? Kenapa dia tiba-tiba menyentuhku--"
"Jangan bergurau denganku!" Jim menganyunkan kapaknya. Kali ini dengan seluruh kekuatannya. Dengan itu si monster kecil akan langsung tewas. Batinnya.
Namun, pria itu terlalu percaya diri. Kapaknya tak menyentuh secuilpun daging. Hanya ada sebuah kursi hancur di depannya. Akan tetapi, hanya ada udara kosong di depannya. Sosok si anak telah menghilang.
"Seperti ini."
Jim bahkan tak sempat mengedipkan matanya saat mendengar gelontangan lempengan senjatanya jatuh ke atas lantai. Pria itu menatap senjata ditangannya yang telah terpotong lalu melihat lantai, sebelum melihat sosok si anak lagi yang berdiri di sampingnya.
Pria itu tersentak mundur.
Kecepatan dan kekuatan anak ini jelas-jelas tidak normal. Bagaimana bisa monster kecil itu bisa memotong kapaknya legendaris itu hanya dengan hanya tangan kosong?!
"K-kau ... s-siapa kau sebenarnya?" Nyalinya langsung ciut.
Si anak tercengir. "Namaku--"
"Bukan namamu! Tapi, makhluk macam apa kau ini sebenarnya?!"
Di iris abu-abunya, pupil yang seperti reptil itu menipis. Senyum si anak melebar bengis, "Aku Serpent."