"Hei, Richard, menurutmu kalau Dewa Kehidupan melawan Dewa Kematian siapa yang akan menang?"
Richard memutar bola matanya. Terlalu malas untuk menanggapi pertanyaan bodoh Biil. Sudah menjadi kebiasan pria itu selalu membuat orang disekitarnya menjadi senewen.
Mereka tengah berjalan menyusuri hutan menuju pemukiman terdekat. Seperti kebanyakan hutan di benua, hutan wilayah Caltherion memiliki pohon-pohon berkanopi tinggi dan berukuran sangat besar.
Obor adalah satu-satunya penerangan mereka. Sekaligus salah satu senjata bagus untuk mencegah monster mendekat. Karena beberapa monster biasanya menghindari cahaya dan lebih suka berada di kegelapan.
"Namaku Oleg dan mereka adalah Richard dan Biil," kata Oleg sambil memperkenalkan kedua temannya pada Qilin. Setelah Qilin menyelesaikan makanannya, Oleg langsung mengajaknya segera pergi dari tempat itu. Tidak terlalu bagus tinggal terlalu lama di sebuah tempat. Terlebih di hutan-hutan benua ini. Monster-monster akan menemukan mereka dengan cepat.
Qilin mengangguk. Indranya tertuju pada kegelapan di sekitarnya. Berpasang-pasang mata mengawasi mereka dari kegelapan. Akan tetapi, tidak ada satupun yang berani mendekat.
"Kita sedang diawasi," ujar Richard. Membuat suasana terasa lebih dingin.
"Hm." Oleg membenarkan. Dia menghitung dalam hati. Jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Dan sepertinya mereka bukan jenis monster yang agresif.
"Apa kita akan menyerang?" tanya Qilin. Dia siap kapanpun.
Oleg melirik anak yang tak sampai setinggi dadanya itu. Anak itu terlihat telah menggenggam erat belati di masing-masing tangannya, waspada. Bocah ini bahkan masih seumuran anaknya. Oleg berpikir bagaimana kehidupan orang-orang wilayah Xuan itu sebenarnya sehingga anak sekecil ini terlihat sudah sangat terlatih untuk membunuh tanpa ragu. "Tidak perlu. Kurasa mereka takkan menyerang duluan. Kita harus menghemat tenaga dan menarik perhatian mereka sekecil mungkin."
"... . Begitu." Qilin menyelipkan kembali kedua pisaunya ke dalam lengan bajunya.
"Hei, Qilin, bagaimana tanggapan keluargamu waktu kau akan pergi ke wilayah Caltherion dan mengikuti Raven Heart?" tanya Oleg tiba-tiba. Membuat perhatian Richard dan Biil juga tertuju pada Qilin. Tidak bisa dipungkiri mereka juga penasaran.
Anak itu terdiam. Masih berjalan dengan santai di balik caping bambunya, membuat Oleg hampir berpikir kalau anak ini benar-benar kabur dari rumah dan nekat mengikuti Raven Heart demi impian konyolnya, sebelum akhirnya anak itu membuka suaranya yang terdengar lirih. Meski begitu, dengan nada yang sangat yakin dan sungguh-sungguh. "Ibuku sangat mendukungku."
"Bagaimana dengan Ayahmu?" tanya Biil.
"Dia sudah mati."
Hening beberapa saat.
Richard menyenggol bahu Biil. Membuat Biil balas memelototi Richard. Namun, Biil cukup peka dan langsung meminta maaf.
"Tak apa. Dia sudah tiada lama sekali. Bahkan sebelum aku lahir." Mereka mengira anak itu akan marah atau tersinggung. Tapi, rupanya anak itu terlihat biasa saja seakan itu bukan masalah besar. Hal ini cukup membut mereka lega.
Walaupun begitu hal itu tak bisa membuat seorang Oleg tenang. Dia terus memikirkannya. Maksudnya, bagaimana mungkin seorang ibu begitu bangga mengirimkan anaknya ke kematiannya? Ini sudah bukan lagi jaman kegelapan! Dimana anak-anak akan mereka kirim ke medan perang. Apa kemiskinan sudah membutakannya? Oleg tak bisa menerimanya sama sekali. Ada begitu banyak pertanyaan olehnya untuk anak itu. Akan tetapi, dia lebih memilih menyimpannya saja.
Tidak ada yang membuka suara setelahnya. Perjalanan berlanjut dengan keheningan. Sesekali terdengar berisik dari semak-semak dan suara hewan malam. Monster-monster yang mengawasi mereka sudah jauh tertinggal di belakang. Jarak ke desa terdekat yang Oleg tahu masih sekitar tiga puluh menit lagi. Cahaya bulan mengintip dari kanopi-kanopi tinggi pepohonan.
*
"Woaaahhh ... sudah berapa lama kita di dalam hutan? Akhirnya aku bisa menghirup nafas dengan bebas!"
Qilin melirik Biil yang sedang meregangkan tubuhnya sembari menghirup napas dalam-dalam. Pria itu terlihat seperti baru saja keluar dari dalam neraka.
"Hei, berandal, kenapa kau menatapku begitu?!"
Qilin segera mengalihkan pandangannya dari Biil.
"Kau terlihat menyedihkan Biil," sahut Richard menjawab pertanyaan Biil.
"Apa katamu?!"
Richard tidak mengacuhkannya. Dan berjalan mendahului Biil. Membuat pria itu mengumpat-ngumpat kesal.
Oleg menggelengkan kepalanya pada tingkah Biil.
Perjalanan mereka sudah sampai ke lahan terbuka. Pohon-pohon sudah menjarang. Angin berhembus dingin. Hutan sudah berada jauh di belakang mereka. Tanah setapak yang terlihat sering di lalui pejalan menarik perhatian Qilin. Mereka berada di arah yang benar rupanya.
"Kita akan segera sampai ke kota Rysdale," kata Oleg menyulut antusiasme dari Biil.
"Aku akan mabuk-mabukan sepanjang malam di kedai si Siege!"
"Kami akan meninggalkanmu di sana. Kau sudah tahu rute selanjutnya, kan?" tanya Oleg pada Qilin. Kalau Oleg bisa tentu dia akan memaksanya untuk kembali pulang saja.
"Iya. Aku punya petanya." Yah, Qilin sudah menyiapkan segalanya sebelum berangkat ke Caltherion. Bahkan gurunya sudah membuat peta seakurat mungkin untuknya. Ngomong-ngomong soal gurunya dia tiba-tiba merasa kangen. Walau, tentu saja bukan pada omelan menyebalkannya.
"Sejak awal aku penasaran dan ingin sekali menanyakan ini ... . Apa kau datang ke Caltherion sendirian? Benar-benar sendirian?" tanya Biil heran. Kalau memang anak ini benar-benar dididik sebagai assassin seharusnya dia tidak harus heran. Tapi, bagaimana mungkin anak sekecil ini sudah menjadi mesin pembunuh semengerikan itu? Membayangkannya saja membuat Biil bergidik ngeri.
"Hm," jawab Qilin sambil lalu. Dia membuka sebuah batang bambu tempatnya menyimpan air. Lalu menenggaknya sedikit. Dia harus hemat air. Bahkan air ini gurunya yang menyiapkannya.
"Hei, Richard, bukankah ada syarat tertentu untuk ikut Raven Heart. Bagaimana ... siapa itu namanya? Pemimpin wilayah Xuan?"
"Lady of Xuan."
"Iya, itu, Lady of Xuan. Bagaimana dia memberi izin bocah macam kau mengikuti Raven Heart? Apakah di Xuan juga ada seleksi atau semacamnya sebelum mereka mengirimmu?" Jelas orang-orang Xuan tidaklah normal.
Qilin masih mengamati jejak tersebut. Bukan hanya ada satu jejak milik satu hewan berkaki empat itu. Namun, terlihat ada beberapa lagi di sekitarnya.
"Hei, berandal! Kau mendengarku tidak?!" Tidak ada jawaban dari Qilin. Biil menoleh dengan jengkel dan mendapati anak itu sedang berjongkok di atas tanah. "Sialan, kau sedang mencari apa, sih?!"
"Tutup airku." Penutup bambu Qilin tergelincir dari tangannya dan menggelinding jatuh. Qilin sedang memungutnya. Karena, sepasang matanya yang tajam, jadi tak perlu penerangan bagi Qilin untuk menemukannya di tanah berrumput tebal itu.
Akan tetapi ketika dia berhasil menemukan penutup bambunya, tanpa sengaja sudut mata Qilin melihat sesuatu. Bekas rumput yang terinjak. Itu sebuah jejak. Bentuknya mengingatkannya pada kuda miliknya. Apa itu jejak milik kudanya? Ah, sialan. Gurunya pasti akan benar-benar marah jika tahu Qilin sudah menghilangkan kudanya
"Sudah kau temukan?" tanya Oleg sambil mengarahkan obor yang dia bawa ke arah bawah.
"Sudah," jawab Qilin pendek. Perhatiannya masih pada jejak-jejak itu. Jejak-jejak itu mengarah ke kota yang dituju oleh mereka. "Akan tetapi, aku melihat banyak sekali jejak."
"Jejak? Jejak apa?" Oleg mengarahkan obornya ke arah yang ditunjuk Xiu.
"Bocah ini ... . Kau sengaja mengabaikanku, ya? Aku tanya--"
"Bisakah kau diam sebentar, Biil--"
"SIALAN! Apa yang terjadi? Kotanya!" teriakan Richard berhasil menarik perhatian mereka bertiga. Mereka segera mendekati Richard yang sudah berjalan cukup jauh di depan.
Dan di sana Qilin melihat, di depan sana. Kota yang gelap gulita. Jelas sekali berbeda dari yang Qilin bayangkan. Dimana kota itu seharusnya penuh dengan cahaya dan kehidupan.
"Sialan!"
Mereka langsung berlari menuju kota tersebut. Qilin berpikir mungkin ini ada hubungannya dengan jejak itu.
"Apa mereka di serang?!" tanya Biil panik. Dia menggeluarkan senjatanya. "Sialan! Birku!"
Begitu mereka sampai dan melihat lebih dekat. Kota Rysdale benar-benar dalam kekacauan.
Beberapa mayat penjaga gerbang tergeletak di gerbang kota.
Kota Rysdale berada di sebuah lembah. Dan jelas sangat jauh dari ibukota kekaisaran. Berita penyerangan ini akan sampai di ibukota beberapa minggu lagi dan bala bantuan akan datang sangat terlambat.
Oleg, Richard, dan Biil mengawasi kota yang hancur di depannya itu dengan gelisah. Terlihat seorang wanita berlari dan bersembunyi ketakutan seakan menghindari sesuatu. Dia sedang mendekap seseorang yang sepertinya anaknya yang menangis.
Qilin melihat Biil yang terburu-buru berjalan menuju ke arah si wanita. Tapi, Oleg dengan sigap segera mencegahnya. Itu akan menyulut kemarahan Biil, karena Oleg menghentikan aksi heroik Biil menolong wanita itu. Namun, keputusan Oleg sangatlah tepat karena setelahnya, tiba-tiba wanita itu jatuh dengan kepala ditembus anak panah.
"Apa-apaan?!" Belum sempat keterkejutan Biil. Dari balik salah satu bangunan, muncul sosok dengan busur di tangannya. Tubuhnya adalah manusia, setidaknya dari pinggang ke kepalanya. Akan tetapi sisanya adalah tubuh seekor kuda. Manusia Kuda.
"Centaur," bisik Richard. Bagaimana mungkin para Centaur ini masuk hingga ke Rysdale? Padahal wilayah mereka sangat jauh di savana di selatan. Ini bahkan pertama kalinya bagi Richard melihat sosoknya secara langsung di depan matanya.
Dua Centaur itu menghampiri tubuh tak bernyawa milik si wanita. Lalu, salah satunya menyeret bocah yang tengah menangis itu.
"Kemana mereka akan membawanya?" tanya Biil lirih.
Qilin mengalihkan pandangannya pada Oleg.
"Kita ikuti mereka," kata Oleg.
Qilin mengeluarkan dua buah belati andalannya. Belati ini juga buatan khusus dari gurunya. Walau terlihat biasa saja, belati ini setidaknya bisa memotong daun yang jatuh. Dan belati ini jugalah yang membantunya mengalahkan monster-monster saat dia diserang beberapa hari yang lalu. Kalau untuk mengalahkan beberapa Centaur, Qilin yakin dia bisa membantu dengan belati ini.
"Qilin, kau pergilah ke menara peringatan," ujar Oleg. "Mereka pasti sudah dikalahkan sebelum berhasil menyalakannya. Jadi, kau nyalakan apinya, cuacanya sedang tidak menentu, pastikan kota lain menerima asap pesanmu."
"Kita tidak tahu berapa jumlah mereka di bawah sana. Jadi, untuk berjaga-jaga, kita jelas butuh bantuan. Kalaupun asapnya tidak sampai terlihat ke kota sebelah, mungkin ada beberapa pemburu di sekitar Rysdale yang bisa melihat asapnya," kata Richard.
Biasanya Qilin sangat benci diperintah apalagi dengan orang asing yang tidak ada hubungannya dengan dia. Terlebih saat dia sudah sangat siap dan fokus dengan satu pekerjaan. Tapi, yah, bagaimana Qilin akan menolak perintah Oleg. Ketika ketiga pria paruh baya itu menatap Qilin dengan serius. Seakan Qilin adalah satu-satunya harapan terakhir dalam hidup mereka.
"... . Baiklah."
Entah mengapa mereka terlihat lega mendengar jawaban Qilin.
Biil tersenyum gugup. Dan terlihat sangat bodoh di mata Qilin. "Setidaknya kau harus tetap hidup, Nak, untuk mengenang aksi heroik kami."
Richard langsung memukul kepala Biil. "Idiot! Kau tidak akan pernah dikenang kalau kau mati duluan tanpa melakukan apapun!"
Biil mengusap kepalanya sambil bersumpah-serapah. Yang jelas diabaikan Richard. Pria itu, Richard, mengalihkan wajahnya pada Qilin dan tersenyum lebar. "Kita akan baik-baik saja, Nak. Kalau kau lupa, kita ini salah satu kelompok pemburu terbaik di kekaisaran. Pastikan saja kau tetap waspada saat akan menyalakan asapnya. Kemungkinan di atas bukit itu juga pasti ada salah satu dari mereka."
Qilin mengangguk.
"Baiklah. Mari kita jalankan misinya." Richard berjalan lebih dulu. Disusul Biil yang sebelumnya memberikan hormat pada Qilin seperti tentara legiun kekaisaran yang akan melaksanakan tugasnya. Posturnya sangat kaku. Benar-benar konyol.
"Berhati-hatilah." Oleg menepuk bahu Qilin. Lalu menyusul kedua kawannya.
Mereka berjalan dengan tenang, memperhatikan sekitarnya dengan cermat dan mengendap-endap layaknya harimau yang mengintai mangsa. Oleg terlihat memimpin dan mengkordinasi serangan. Saat tiba-tiba seekor Centaur muncul, Richard melempar anak panahnya. Walau tak berhasil mengenai target, Richard berhasil mengalihkan perhatian Centaur itu. Lalu, dengan cepat Biil yang menunggu gilirannya segera memotong kaki belakang Centaur itu, dan ketika Centaur itu kehilangan keseimbangan, dengan kapaknya Oleg berhasil memenggal kepalanya. Dengan mudahnya mereka menumbangkannya. Cepat, tanpa keributan dan efektif. Jelas mereka merupakan seorang pemburu asli. Qilin sempat ragu dengan mereka. Tapi, sepertinya mereka tidak perlu diremehkan.
"Nah, sekarang mari kita cari di mana menaranya."
*
Seperti yang dikatakan oleh Richard, di atas bukit tempat menara berada, tubuh-tubuh dari prajurit penjaga yang tergeletak tewas. Seekor Centaur dengan busur dan anak panah terlihat mengawasi kota.
Dari atas bukit ini, kekacauan di kota itu terlihat lebih jelas. Beberapa bangunan terlihat terbakar. Ada setidaknya selusin Centaur yang Qilin lihat. Penduduk kota yang terlihat masih hidup di kumpulkan di alun-alun kota. Terduduk lemas dan ketakutan. Mereka seperti hewan ternak yang menunggu giliran untuk diantarkan ke penjagalan. Qilin tak melihat sosok-sosok Oleg, Richard dan Biil. Mungkin mereka harus mengurus beberapa Centaur secara diam-diam di salah satu sisi bangunan yang tak terlihat.
Asap dari beberapa kebakaran kecil di bangunan sama sekali tak membantu untuk menjadi sinyal. Letak kota yang berada di tengah-tengah lembah membuat asap dari kebakaran itu takkan terlihat dari kejauhan kira-kira satu jam perjalanan. Terlebih angin dingin yang berhembus dari selatan ke utara, mengacaukannya. Setidaknya harus ada sumber api lebih besar dan stabil untuk membuat sinyal pesan. Lalu, tentu saja jawabannya adalah menara itu.
Qilin sudah terlatih untuk bersembunyi tanpa suara sedikitpun layaknya hewan liar karena kesehariannya di Shuhan. Tapi, tentu saja insting dari hewan liar asli akan lebih tajam darinya. Qilin tak bisa terus bersembunyi di satu tempat ini.
Qilin hampir melesat keluar dari persembunyiannya, kala gemerisik dari sebelahnya membuatnya mengurungkan niatnya. Di sampingnya, hanya setengah lembaran batu, seekor Centaur muncul entah dari mana. Mata Centaur itu terlihat melihat sekeliling dengan waspada. Makhluk ini jelas sudah tahu hawa keberadaannya.
Dengan tombak yang Centaur itu bawa, makhluk itu menggunakannya menyerang ke semak-semak. Terdengar suara aneh seperti suara ringikkan seekor kuda yang melengking dan suara mendengus. Mungkin karena mendengar keributan kawannya, Centaur yang sedari tadi mengawasi kota kini menghampiri. Dan mereka terlihat saling berkomunikasi. Bagus. Qilin pikir itu adalah cara mereka berbicara. Jika saja itu adalah kuda biasa, Qilin sangat yakin bisa untuk menjinakkannya. Dan sekarang sudah ada dua Centaur yang tahu hawa keberadannya.
Qilin menggenggam dua belatinya erat. Dia menarik nafas sepelan mungkin, lalu menghembuskannya dengan halus. Qilin memasukkan kembali dua belatinya. Walau keputusannya ini ceroboh, lebih baik untuk dicoba dulu, kan? Setidaknya dia bisa mengejutkan mereka dan sedikit membuat mereka kehilangan fokus sesaat.
Centaur dengan tombak mengarahkan tombaknya ke semak di mana Qilin bersembunyi. Dia sudah siap. Ketika ujung tombak itu menyentuh semak, dengan cepat Qilin meraih batang kayu tombak dengan kedua tangannya dan menariknya. Si Centaur jelas lebih kuat darinya. Mahkluk itu mengangkat tombaknya dan mengibaskannya, melempar Qilin dari udara.
Tapi, ini adalah hal yang Qilin tunggu. Begitu dia terlempar dia segera mengeluarkan dua belatinya dan menyerang si Centaur dengan anak panah. Targetnya adalah lehernya. Si Centaur itu terlihat terkejut. Akan tetapi makhluk itu lebih cerdik dari yang Qilin kira. Makhluk itu menghindar dengan mengangkat kedua kaki depannya. Qilin akan menjadi daging penyet kalau saja dia tidak segera bergerak gesit dan melompat dari tempat itu. Di titik buta itu, si Centaur dengan tombak kembali menyerang dengan mengarahkan tombaknya pada punggung Qilin. Sekali lagi terimakasih pada instingnya, dia berhasil menghindarinya. Akan tetapi, melawan dua Centaur itu sangatlah merepotkan terlebih mereka menggunakan senjata jarak jauh dan senjata Qilin adalah senjata untuk menyerang dari jarak dekat.
Panah-panah dari si Centaur pembawa busur melesat membelah udara. Mengincar tubuh Qilin yang berlari memutari mangsa dengan gesit. Wajah kedua Centaur itu terlihat sangat marah. Yah, kehadiran seorang penyusup kecil yang lincah ini juga sepertinya membuat mereka juga sedikit kewalahan. Dan Qilin ingin membuat mereka lebih kewalahan, tapi sayangnya dia tak punya waktu untuk bermain-main.
Qilin melompat ke arah si pembawa busur. Menyingkirkan Centaur yang satu ini adalah prioritas utama. Panah-panahnya benar-benar menyusahkan. Sebuah anak panah berhasil menggores pelipis Qilin. Sial! Sepertinya itu adalah panah beracun. Qilin harus menyerang dari belakang. Qilin mengubah arah serangannya, dia berlari ke samping. Makhluk satu ini jelas sangat susah di dekati. Mengambil tali di dalam tas kainnya, Qilin melemparkan simpul lasonya. Menjerat tepat leher si Centaur pembawa busur. Setidaknya itu bisa menghentikan serangan panahnya.
Centaur yang tercekik itu menarik tali Qilin dan Centaur pembawa tombak melemparkan senjatanya, Qilin berhasil menghindari tombaknya, lalu dengan sigap melompat ke atas punggung Centaur yang terikat. Saat Qilin menarik dan mempererat simpul lasonya, tiba-tiba terdengar suara dengung yang kuat. Suara itu berasal dari Centaur betina yang membunyikan terompet yang dia bawa. Perhatian Qilin terpecah, dan saat itu juga Centaur yang terikat itu memberontak dengan menyepak kedua kaki belakangnya membuat Qilin kehilangan keseimbangan. Semuanya terlihat sangat cepat saat dia merasakan hantaman di perutnya lalu debuman punggungnya menabrak pohon.
Rasa besi dan aroma amis memenuhi indra Qilin. Perutnya terasa sangat sakit. Lebih mengerikannya lagi mungkin beberapa tulang rusuknya patah. Setidaknya sebelum si Centaur pembawa tombak menendangnya hingga terpental beberapa meter, Qilin berhasil melempar salah satu belatinya pada Centaur betina itu. Tepat mengenai kepalanya. Ya, dia berhasil menumbangkan 1 target.
Ringikkan menyedihkan memecah keheningan bukit itu. Dua ekor Centaur yang melihat rekannya tewas itu kini terlihat sangat marah. Berita buruknya lagi, Qilin saat ini tidak bisa bergerak sedikitpun, karena tiba-tiba tubuhnya mati rasa. Kemungkinan besar ini adalah efek racun dari mata anak panah yang berhasil menggores pelipisnya. Dobel sialnya lagi, samar-samar Qilin mendengar derap-derap langkah. Yang Qilin simpulkan Centaur-centaur lain yang sudah mendengar suara panggilan terompet.
Tiba-tiba Qilin teringat amukkan gurunya saat dia menyatakan akan mengikuti Raven Heart. Ya, Qilin tak mengatakannya pada sekelompok pemburu itu bahwa Qilin mempunyai seorang guru yang dianggapnya sebagai keluarga bahkan seperti ayah baginya. Orang itu sangat menentangnya mengikuti kompetisi itu. Hanya orang tolol yang mengikuti kompetisi tolol itu. Untuk pertama kali selama Qilin mengenalnya, itu adalah kata-kata paling antik dan umpatan paling tidak kreatif yang dikatakan gurunya. Berbeda sekali dengan ibunya yang selalu mendukung apapun yang dia lakukan, gurunya itu bahkan mengancam akan mengikat Qilin dan mengurungnya di gudangnya jika Qilin nekat ikut Raven Heart.
Mungkin yang diucapkan gurunya itu benar adanya. Qilin mungkin satu-satunya anak tolol yang mengikuti kompetisi tolol itu. Tapi, jika Qilin mengulang waktu ke beberapa bulan lalu saat dia mengatakan bahwa dia akan mengikuti kompetisi tolol itu dia akan tetap mengatakannya pada sang guru. Walau itu menjadi hari terakhirnya sebagai muridnya.
Xiu Qilin. Kau belum siap.