Chika yang memandang Noah kini segera menatapnya dengan tajam.
"Apa yang membuat kamu melakukan semua ini? Kamu pikir kamu akan lolos begitu saja?" tanya Chika dengan nada tajam.
Chika harus berkepala dingin untuk dapat keluar dari tempat ini dan membuat Noah agar segera melepaskannya. Noah yang memandang Chika sama sekali tidak bergeming karena baginya semua yang Chika ucapkan hanyalah gertakan isapan jempol belaka. Noah tersenyum mengejek kepada Chika. Dengan geram Chika mengambil bantal sofa yang ada di dekatnya kemudian dengan geram dia melemparkannya ke arah Noah sehingga Noah harus menghindari dengan menggeser tubuhnya ke arah kiri sehingga bantalan sofa itu tidak tepat sasaran dan tidak mengenai Noah sama sekali.
"Apa kamu sudah gila? Segera lepaskan saya. Kamu tidak boleh mengatakan kamu sekarang sedang menculikku. Kamu tahu hukuman jika seseorang menculik orang lain? Aku tahu kamu ini orang yang terpelajar setidaknya yang kamu lakukan ini adalah salah," katanya sambil memandang ke arah Noah dengan kesal.
"Aku tidak gila, tetapi kalau aku sakit ya. Aku sakit hati dengan perlakuanmu. Kamu sudah menyakitiku terlebih dahulu di bandara kamu masih ingat atau pura -pura lupa." Katanya dengan sinis.
Chika memandang Noah kembali.
"Apakah hanya gara – gara itu kamu menculikku? Apa kamu kira semudah itu menculik orang lain?" tanya Chika dengan geram.
"Lho yang bilang menculikmu siapa? Dari tadi yang bilang menculik itu kan kamu. Bukan saya," kata Noah acuh tak acuh.
Karena kesal Chika kini mengambil bantal sofa yang lain kini dia lemparkan kembali ke arah Noah, tetapi Noah menangkapnya dengan cekatan membuat Chika semakin geram dan kesal.
"Kamu ini ingin bermain lempar – lemparan dengan saya? Jangan lakukan itu!" ancam Noah kepadanya.
"Silahkan kamu mau melakukan apa?" tanya Chika dengan nada menantang.
"Kamu benar – benar ingin melihat kemarahan saya?" tanya Noah lagi.
Chika memandang Noah dengan tatapan menantang dan kini bibirnya mengatup dengan keras.
"Seharusnya saya yang marah, bukan kamu yang marah!" katanya dengan nada marah.
"Cukup! Kamu harus diam," kata Noah
Kali ini Noah menghampirinya dan menangkup wajahnya dengan dengan kedua tangannya dan menatap Chika dengan pandangan menusuk tajam.
"Dengarkan aku! Jangan pancing amarahku kalau tidak maka….,"
Noah mengelus bibir Chika dengan jarinya dan tiba – tiba matanya berkabut penuh dengan hasrat, tetapi Chika menepiskannya dan menatap Noah dengan pandangan kesal. Menghentakkan tubuhnya dan menjauh dari Noah dengan tubuh yang menggigil kedinginan.
"Aku tidak akan takut kepadamu, tetapi jaga kelakuanmu. Hormati aku!" bentak Chika dengan nada dingin.
"Satu lagi! Jangan pernah menyentuhku, aku tidak akan pernah membiarkannya, hilangkan seringai jelek itu dari wajahmu. Berpikir sajapun kamu tidak akan kubiarkan!" katanya lagi.
Noah yang mendengar perkataan Chika tertawa lepas.
"Hahahhaha, kamu sangat lucu. Aku hanya mengancammu saja, tetapi lelaki tadi sudah memandangmu lebih dari pada aku. Kamu biarkan dia begitu saja," katanya dengan nada mengejek.
Bukannya mereda malah Noah tertawa terbahak – bahak dengan nada keras, kini dia menatap Chika dengan nada heran.
"Apa kamu tidak menyadari pria yang bersamamu itu jauh lebih menjijikan dari pada aku? Dasar wanita bodoh! Tampaknya kamu ini seseorang yang berpendidikan, jadi mengapa itu saja kamu tidak tahu? Apakah kamu tidak dapat melihatnya?" tanya lagi.
"Melihat apa?" tanya Chika dengan nada marah.
"Kamu ini memang manusia aneh, apa kamu tidak bisa membedakan sinar mata seseorang. Apakah dia akan melihatmu dengan tulus atau hanya nafsu belaka?" tanya kemudian.
"Jangan berpikiran jelek terhadap orang lain Mr Pintar," kata Chika dengan nada mengejek.
"Wahh, mulutmu juga ternyata sangat tajam ya," kata Noah dengan jengkel.
Chika kini memandangnya dengan penuh rasa kesal. Tetapi dia tidak ingin memancing kemarahan Noah sehingga dia akan datang mendekati Chika. Dengan masih marah Chika kemudian membuang wajahnya dengan kesal.
"Kamu ini memang sengaja ingin memancing kemarahanku ya?" tanya dengan jengkel.
"Atau…,"
Noah mengernyitkan dahinya mencoba memikirkan maksud sikap Chika sekarang.
"Atau jangan – jangan kamu sengaja, karena ingin menarik perhatianmu kepadaku," katanya dengan senyum menggoda.
"Otaknya dipakai untuk yang benar jangan ngeres melulu. Jangan kamu pikir aku sengaja melakukannya agar menarik perhatianmu. Kenal saja tidak untuk apa aku melakukannya? Kamu memang orang luar biasa dengan pemikiran seperti penulis saja. Jangan menciptakan drama untuk dirimu sendiri. Satu kali lagi saya katakan SAYA TIDAK MENGENALMU!" katanya dengan marah.
"Apa kamu pikir saya akan percaya?" tanya lagi.
"Dasar kepala batu. Dibilang yang sebenarnya malah nganggap apa yang kukatakan semuanya bohong. Terserah kamu saja, kamu mau katakan apa, yang jelas sekarang juga kamu lepaskan aku. Kembalikan aku ke…,"
Belum sempat Chika mengatakannya malah Noah langsung menyambung perkataannya.
"Kembalikan kemana? Ke penghulu? Ayo siapa takut," katanya dengan sikap menjengkelkan.
Chika yang mendengar perkataannya semakin marah dan ingin rasanya dia menendang tulang kering kaki Noah. Dia benar – benar geram dengan setiap perkataan Noah dan sekarang kemarahannya sudah diubun – ubun.
"Kamu kira say aini tawanan kamu? Apa hak mu ingin menahan aku di sini? Siapa diri kamu? Kenal juga tidak dan jangan sok tahu, dasar manusia hidung belang," kata Chika semakin marah.
Chika frustasi bagaimana caranya melepaskan diri dari Noah.
"Apa kamu pikir kamu ini berhak menahan aku di sini?" tanya Chika lagi.
Noah semakin tersenyum melihat kemarahan dan kekesalan yang tergambar di wajah Chika.
"Jangan tersenyum, senyum kamu sangat jelek! Saya tidak ingin melihat kamu tersenyum dan tutup mulut kamu!" kata Chika sambil marah.
"Sudah dong, jangan marah terus. Silahkan duduk dulu dong. Kamu bicara sambil berdiri apa tidak akan capek?" tanya lagi.
"Ayo duduk!" perintah Noah lagi.
Chika akhirnya duduk dan menatap Noah dengan seksama lagi.
"Sekarang kamu katakan! Apa maksud kamu menahan aku di sini dan kamu katakan alasanmu," katanya lagi.
"Alasan? Saya tidak mempunyai alasan. Apakah semuanya harus memerlukan alasan?" katanya lagi.
"Kamu ini….," katanya lagi.
"Apa? Kamu cantik dech kalau marah seperti itu," katanya lagi.
"Jangan memuji aku! Aku tidak perlu menerima pujian dari kamu," katanya lagi.
"Jangan kamu teruskan kemarahan kamu, nanti cepat tua dech" katanya dengan nada menggoda.
"Coba kamu pikir sendiri. Kamu tiba – tiba diculik kemudian kamu dituntut untuk tidak marah. Apa kamu pikir saya sudah GILA!" katanya lagi.
"Hahahha, kamu ini sangat pemarah ya. Belum apa – apa kamu itu sudah emosi duluan, jangan marah begitu dong," kata Noah lagi dengan santai.
Chika yang kesal segera menatap Noah dengan kesal, kemudian tiba – tiba terdenagr suara bel. Chika merasa senang karena tiba – tiba dia mendapatkan ide untuk meninggalkan rumah ini.