Tampak seorang pria berwajah tampan tengah bermesraan dengan seorang wanita di sebuah kafe. Wanita itu tampak menyuapi si pria.
Oh, begitu mesranya mereka sampai para pengunjung lainnya merasa iri melihatnya. Begitu sempurnanya mereka, yang satu tampan mirip oppa-oppa korea dan yang satunya cantik dan sexy. Benar-benar perpaduan yang sangat pas.
"Al, dari tadi hp kamu bunyi terus!" ujar si wanita yang tampak kesal karena sejak tadi ponsel kekasihnya terus berbunyi.
Si pria yang bernama Alan itu pun berdecak kesal seraya menyambar ponselnya yang ia letakkan di atas meja.
Alan mendengus kesal melihat nama kontak yang tertera di layer ponselnya. Ternyata Sarah yang mengiriminya pesan.
Sarah
Kakak lagi di mana?
17.25
Ah, Alan lupa. Kemarin ia berjanji akan menjemput Sarah di kampusnya.
Me
Maaf Sar, Kakak enggak bisa jemput kamu. Kamu pulang sendiri ya
17.30
Tampak tidak ada raut bersalah sama sekali yang tercetak di wajah tampan Alan.
Hari ini Alan ingin menikmati waktunya bersama Gina yang entah nomor berapa pacarnya itu.
Tak berselang lama, Sarah membalas pesannya.
Sarah
Oh, gitu ya kak
17.31
Me
Kamu pesen ojol aja, nanti Kakak gantiin ongkosnya besok
Sarah
Iya kak
17.33
Setelah itu Alan matikan ponsel miliknya dan menaruhnya kembali di atas meja. Pokoknya khusus hari ini Alan ingin Bersama Gina, dan Alan tidak ingin siapa pun mengganggunya.
"Siapa Al?" tanya Gina penasaran.
"Sarah," jawab Alan singkat.
Alan kembali meminta Gina menyuapinya.
"Kenapa dia chat kamu? Kalian belum putus?"
Gina kembali pada kegiatan awalnya yaitu menyuapi si bayi besar bernama Alan itu.
"Belum."
"Wow, awet bener. Emang si Sarah enggak tahu kelakuan kamu yang suka mainin cewek?" Gina heran sekaligus takjub. Apa yang membuat hubungan mereka awet? Dan kenapa Alan tidak memutuskannya seperti yang lainnya?
"Karena dia enggak tahu ," jawab Alan acuh.
Gina mengerutkan keningnya. Apa Alan enggak salah jawab?
Alan terkekeh geli melihat Gina keheranan.
"Entah dia tahu atau enggak kelakuan gue, tapi yang pasti dia mau bertahan sama gue. Dia cewek bodoh yang pernah gue temuin!"
Gina hanya mangut-mangut saja mendengar penjelasan Alan, karena ia tidak peduli Sarah dan Alan masih Bersama. Gina hanya butuh uang Alan saja, bukan cintanya.
"Al, liat deh, Gucci ngeluarin koleksi baru."
"Terus?"
Gina pun menggeser duduknya menjadi lebih dekat lagi dengan Alan.
"Aku mau satu, tapi kamu yang bayarin," bisik Gina dengan sexy-nya tepat di telinga Alan. Bahkan sebelum Gina menjauhkan bibirnya dari telinga Alan, Gina sempat-sempatnya melumat daun telinga Alan.
Alan menggeram rendah mendapat godaan dari Gina.
"Oke, besok gue transfer uangnya, tapi Lo tahu 'kan itu semua enggak gratis."
Gina tersenyum nakal, lalu bergelayut manja di lengan kekar Alan. "Oke, mau di apartement kamu atau di kosan aku?"
"Emangnya di kosan Lo bebas?"
"Bebas dong, orang yang punyanya juga kelakuannya sama," jawab Gina dengan genitnya.
Alan tersenyum. "Oke, kita ke kosan Lo sekarang!"
***
Motor yang dikendarai oleh Zayn berhenti tepat di depan gerbang rumah orang tua Sarah.
"Makasih Kak," ucap Sarah setelah turun dari motor Zayn.
"Sama-sama," balas Zayn sembari tersenyum.
Zayn melongok ke arah rumah orang tua Sarah yang tampak sepi, selain itu Zayn melihat lampu rumah masih padam.
"Sar, di rumah enggak ada siapa-siapa?"
Sarah pun melongok ke arah dalam. "Iya, orang tua aku enggak ada di rumah, soalnya papa aku dinas di luar kota dan mama ikut papa," jawab Sarah.
"Jadi kamu sendirian di rumah?"
Sarah menganggukkan kepalanya.
"Emm, enggak ditemenin sama saudara atau temen gitu?"
Sarah menggelengkan kepalanya.
Zayn menghela napasnya. "Emang kamu berani sendirian di rumah?"
"Berani dong, soalnya ini bukan pertama kalinya aku ditinggal sendirian di rumah."
"Oh."
Tapi tetap saja Zayn sangat mengkhawatirkan Sarah yang tinggal sendirian di rumah. Zaman sekarang orang-orang 'kan banyak yang enggak bener.
Kalau bisa Zayn ingin menemani Sarah saja, eh.
Zayn menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba mengusir pikiran liarnya.
Sementara itu, Sarah menaikkan sebelah alisnya melihat tingkah aneh seniornya di kampus itu.
"Kakak kenapa?"
Eh. Zayn tersentak, lalu merutuki tingkah bodohnya di hadapan sang pujaan hati.
"Enggak apa-apa. Beneran kamu berani sendirian di rumah?"
Sarah mengangguk yakin. "Iya, berani."
"Ya kalau kamu ngerasa takut sendirian di rumah, biar Kakak suruh Zahra aja nginep di sini, nemenin kamu." Zayn masih merasa khawatir meninggalkan Sarah sendirian di rumah.
Zahra adalah sepupu Zayn yang juga teman Sarah sewaktu SMA. Sekarang Zahra dan Sarah kuliah di kampus yang berbeda. Zahra kuliah di kampus yang sama dengan Alan.
Sarah tersenyum. Ia merasa terharu dengan perhatian kecil yang sering diberikan oleh Zayn. Andaikan saja Alan memperlakukannya seperti itu, mungkin ia akan sangat bahagia sekali.
Sebenarnya dulu juga Alan sering bersikap sangat manis kepadanya di awal-awal masa pacaran. Alan memperlakukannya sangat baik. Tapi setelah tiga tahun mereka menjalin hubungan, sikap Alan mulai berubah.
"Ya udah kalau kamu berani. Kalau gitu Kakak pulang ya." Suara Zayn menginterupsi.
"Iya Kak."
Zayn pun kembali menghidupkan kembali mesin motornya.
"Kalau ada orang yang enggak dikenal bertamu, jangan dibukain pintu, takutnya itu orang jahat. Dan kalau ada apa-apa langsung hubungi Kakak aja," pesan Zayn.
"Iya Kak."
"Inget pesen Kakak, Sar. Kakak pergi dulu," pamit Zayn.
"Iya Kak, hati-hati. Jangan ngebut-ngebut."
Motor Zayn pun meninggalkan area komplek rumah orang tua Sarah.
Setelah motor Zayn tidak terlihat lagi di tikungan jalan, barulah Sarah masuk ke dalam rumahnya.
***
Di sisi lain, tampak sepasang manusia berbeda gender tengah memadu kasih di sebuah ranjang empuk yang terletak di sudut ruangan.
Hingga kegiatan panas mereka terganggu oleh suara ponsel milik salah satu dari mereka.
"Al, hp kamu bunyi tuh!"
Alan mendengus kesal. Ia pun mengambil ponselnya yang ia simpan di meja rias milik Gina. Alan menyumpah serapahi orang yang sudah mengganggu kesenangannya.
Alan menghela napasnya melihat nama yang tertera di layar ponselnya.
"Sarah"
Lagi-lagi gadis itu yang mengganggu waktunya.
Dengan malas Alan pun mengangkat panggilan masuk dari pacar pertamanya itu.
"Iya Sar, ada apa?" Alan langsung to the point menanyakan apa maksud Sarah menghubunginya.
Alan kembali duduk di atas ranjang. Satu tangannya ia gunakan untuk memegang ponselnya, dan tangannya yang lain ia gunakan untuk hal lain yang membuat Gina menjerit kenikmatan.
Sementara itu di seberang sana Sarah tampak gugup dan takut setelah mendengar suara Alan yang tampak kesal.
"Kakak lagi sibuk?" cicit Sarah.
"Iya!" jawab Alan sedikit ketus.
Sarah menggigit bibir bagian bawahnya. Sepertinya Alan marah. Apakah Sarah menghubungi Alan di waktu yang salah?
"Oh maaf, kalau gitu aku tutup—" Belum sempat Sarah menyelesaikan perkataannya, Sarah tidak sengaja menangkap sebuah suara lenguhan di seberang sana.
Tunggu! Bukannya itu suara perempuan?
"Kak, itu suara apa?" tanya Sarah penasaran.
Sarah harap dugaannya salah. Alan tidak sedang bermain dengan seorang perempuan, seperti apa yang sering dikatakan oleh teman-temannya 'kan?
Ya, teman-teman Sarah sering menyuruh Sarah untuk segera putus dengan Alan, karena mereka sering bilang jika Alan bukanlah pria baik-baik.
"Oh, itu suara tv," jawab Alan dengan santai.
"Ya udah, kalau gitu aku tutup teleponnya."
Sarah pun buru-buru memutus sambungan teleponnya.
Sarah duduk di pinggir ranjangnya sembari mengusap lelehan air matanya yang entah sejak kapan turun membasahi pipinya.
"Apakah aku harus percaya sama kak Alan atau orang lain yang bilang kalau kakak laki-laki enggak bener?" gumam Sarah.