Chereads / Mr. Alandra (Aku bukan Wanita) / Chapter 3 - Bab 3 : Awal Sebuah Karma

Chapter 3 - Bab 3 : Awal Sebuah Karma

Dikecewakan bukan perkara sehari dua kali dialami oleh Sarah. Memiliki sikap pemaaf dan baik tak ayal membuatnya seperti sedang dimanfaatkan oleh Alan untuk membuat kesalahan berulang kali. Dari hal sepele hingga yang serius—bermain api di belakangnya.

Yups, sebenarnya Sarah sudah mengetahui kelakuan buruk Alan—pacarnya. Entah itu dari teman-temannya sendiri atau ia yang melihatnya langsung. Selama ini Sarah hanya pura-pura tidak tahu, dan lebih memilih percaya kepada Alan yang dianggap brengsek oleh semua orang yang mengenalnya. Mungkin karena rasa cintanya kepada Alan terlalu besar hingga ia menutup mata atas semua perbuatan Alan di belakangnya.

Sarah tidak mengerti mengapa Alannya berubah menjadi seperti itu, padahal dulu Alan tidak seperti itu—brengsek.

Alan yang dulu Sarah kenal adalah Alan yang baik dan ramah.

Alan yang dulu Sarah kenal adalah Alan yang penyayang dan perhatian.

Alan yang dulu Sarah kenal adalah yang selalu menepati janjinya.

Bukannya Alan yang sekarang.

Namun ada sesuatu yang masih mampu membuat Sarah bertahan di sisi Alan yang brengsek itu. 'Sampai saat ini Alan tidak berani memutuskannya.'

Apakah Sarah bangga dengan itu?

Jawabannya adalah ya, Sarah bangga.

Berarti Alan masih mencintainya hingga dia tetap dipertahankan, tidak seperti pacar-pacarnya yang lain yang diputuskan secara sepihak Ketika Alan merasa bosan.

Di tengah lamunannya tentang Alan, tiba-tiba ponsel Sarah berbunyi—menandakan ada pesan masuk ke ponselnya.

Ting!

Kak Alan

Kamu lagi ada di mana, Sar?

13.45

Tumben, biasanya juga ia yang sering mulai duluan—menanyakan kabar.

Jari-jari lentik Sarah pun bergerak lincah di atas layer ponselnya.

Me

Di kampus

13.47

Kak Alan

Masih ada kelas atau free?

13.50

Lagi-lagi Sarah merasa heran melihat respons Alan.

Me

Free

13.52

Kak Alan

Kalau gitu kita jalan-jalan yuk

13.58

Bibir Sarah berkedut membentuk sebuah senyuman. Ia tidak menyangka Alan akan mengajaknya pergi jalan-jalan. Sudah lama sekali Alan tidak mengajaknya jalan-jalan. Terakhir kali Alan mengajaknya pergi jalan-jalan satu bulan yang lalu.

Dengan semangat 45 Sarah pun membalas pesan Alan.

Me

Ayo Kak

14.00

Kak Alan

Ya udah, kalau gitu tunggu di tempat biasa ya, nanti kakak jemput di situ

14.03

Sarah segera menutup aplikasi chatting-nya dan mulai beranjak dari kursi kantin yang sejak tadi didudukinya dan juga teman-temannya.

"Buru-buru amat, Sar, mau ke mana?" tanya Indira—teman sejurusan Sarah.

"Tau tuh, wajahnya seger bener," timpal Tirani.

"Roman-romannya sih, kayaknya pangeran kodoknya ngajak jalan," sindir Kiran yang sebenarnya tidak menyukai Sarah dan Alan pacaran.

Yups, tidak ada banyak yang tahu jika Kirana Az-Zahra adalah salah satu mantan kekasih atau korban sang buaya darat yang bernama Alan itu. Kiran sempat terpincut dengan ketampanan seorang Alan yang mirip sekali dengan idolanya, makanya waktu itu Kiran mau-mau saja jadi selingkuhan Alan. Dan sekarang Kiran menyesali itu.

"Aku duluan ya, udah ditungguin sama kak Alan di depan," pamit Sarah.

"Iya."

Sarah pun segera ngeluyur keluar dari area kantin kampus, meninggalkan teman-temannya yang sedang membicarakan hubungannya dengan Alan.

"Gue enggak tahu si Alan ngasih pelet apa sama si Sarah, sampai-sampai si Sarah tergila-gila sama cowok brengsek kayak gitu," dumal Tirani yang memang sangat membenci laki-laki sejenis Alan.

Tirani sendiri mengalami trauma dengan laki-laki seperti itu. Ayahnya dulu meninggalkannya dengan ibu dan kakak-kakaknya demi bersama para kupu-kupu malam yang siap memuaskannya dua puluh empat jam. Makanya Tirani sangat mengutuk laki-laki sejenis seperti itu dan berharap mereka mendapat karma yang setimpal.

"Iya bener, gue jadi kasihan sama si Sarah," sambung Indira.

"Alah, si Sarahnya juga susah dibilangin!"

***

Sementara itu, di depan gerbang fakultas kedokteran tampak seorang pria tampan tengah duduk di atas motornya sembari memainkan ponselnya.

Sarah tersenyum melihat pria itu, lantas ia berlari menghampirinya.

"Kak!"

Alan mendongakkan wajahnya. Sebuah senyuman tersungging dari bibir sexy-nya saat menemukan Sarah—pacarnya.

"Nih, pakai!" Alan menyerahkan sebuah helm yang sengaja ia bawa untuk dipakai oleh Sarah dan pacar-pacarnya yang lain.

Sarah pun mengambil helm itu dan memakaikannya sendiri.

Namun sebelum Sarah naik ke motor Alan, Sarah merasakan ada seseorang yang mengawasinya dari jauh.

Sarah mencoba mencari orang itu—yang mengawasinya, tetapi ia tidak menemukan orang itu. Sarah malah menemukan orang-orang yang tengah membicarakannya dengan Alan.

Alah, itu sudah biasa terjadi, dan Sarah tidak peduli itu karena Sarah tidak butuh pandangan orang-orang.

"Sar!"

Sarah tersentak. Ia pun langsung naik ke atas motor sport milik Alan.

Setelah motor Alan meninggalkan area fakultas kedokteran, barulah orang yang mengawasi Sarah muncul dari tempat persembunyiannya. Dia adalah Zayn.

"Tuhan, jika Sarah bukan jodoh hamba maka segera sadarkanlah Alan dari perilaku buruknya. Tetapi jika Sarah benar-benar jodoh hamba, maka dekatkanlah Sarah pada hamba." Zayn berdoa yang terbaik untuknya dan juga Sarah.

***

Dahi Sarah berkerut saat motor Alan berhenti di sebuah basement apartemen.

"Loh, Kak, bukannya kita mau jalan-jalan ya? Kok kita malah ke apartemen Kakak?" tanya Sarah kebingungan.

Alan tersenyum. "Iya, kita bakal jalan-jalan, tapi ke apartemen Kakak dulu ya, soalnya ada sesuatu yang akan Kakak tunjukkin sama kamu."

Alan pun menggandeng tangan Sarah menuju lift.

Entah hanya perasaan Sarah saja atau bukan, tetapi ia rasa ada yang aneh dengan Alan. Sepertinya Alan tengah merencanakan sesuatu.

Ting!

Pintu lift terbuka tepat di lantai tiga, di mana lantai tersebut adalah tempat salah satu unit apartemen Alan berada.

Alan menekan password apartemennya, dan itu semua diperhatikan oleh Sarah.

Lagi-lagi Alan mengganti password apartemennya, Sarah hafal betul apa maksud pacarnya yang sering mengganti-ganti password apartemennya.

"Yuk masuk," ajak Alan, mempersilakan kekasihnya masuk ke dalam apartemen mewahnya.

Sarah pun duduk di sofa, sementara itu Alan pergi ke dapur membuat minuman untuk mereka berdua.

"Makasih, Kak," ucap Sarah setelah Alan menaruh sebuah nampan yang berisi dua gelas orange jus dan dua cup salad buah kesukaan Sarah.

Sarah pun mulai meminum orange jus buatan Alan. Rasanya sangat enak sekali, rasa manis dan asamnya sangat pas hingga menghadirkan cita rasa yang segar.

"Gimana Sar, enak?" tanya Alan.

"Enak, seger."

Alan tersenyum mendengar jawaban kekasihnya. "Syukurlah kalau enak. Kakak sengaja buatin kamu orange jus, karena Kakak tahu kamu pasti pengen yang seger-seger. Cuaca di luar 'kan panas."

Sarah tersenyum mendengar penuturan kekasihnya. "Makasih Kak."

"Sama-sama. Apa sih yang enggak buat pacar Kakak yang cantik ini," goda Alan.

Kedua pipi Sarah pun merona mendengar gombalan Alan.

"Sar," panggil Alan.

"Iya, Kak?"

"Kita pergi jalan-jalannya sebentar lagi ya," jawab Alan.

Sarah mengerutkan keningnya. "Loh, kenapa?"

"Di luar masih panas, mobil Kakak ditinggal di rumah utama. Kalau pakai motor nanti kamu kepanasan. Mendingan kita perginya sebentar lagi aja."

"Oke Kak." Sarah tampak tak masalah acara jalan-jalannya tertunda sebentar. Lagi pula di sini ia masih bisa berpacaran dengan Alan.

Sementara itu, diam-diam Alan menyeringai. Ia sangat puas kekasihnya itu jatuh dalam perangkapnya.

***

Sudah setengah jam Sarah berduaan di apartemen kekasihnya itu. Dan kini Sarah merasa ada keanehan dalam dirinya.

"Loh, kamu kenapa Sar?" tanya Alan pura-pura panik.

Sarah menggelengkan kepalanya. Tiba-tiba tubuhnya terasa sangat panas sekali.

Diam-diam Alan menunjukkan smirknya. Obat yang dimasukkan ke dalam minuman Sarah telah bereaksi.

"Kak!" pekik Sarah saat tiba-tiba Alan menarik tubuhnya hingga berada di pangkuan Alan.

"Kak," cicit Sarah ketakutan. Ia melihat di hadapannya ini bukanlah kekasihnya, melainkan seorang iblis yang haus akan nafsu.

Mendapat alarm tanda bahaya, Sarah pun sekuat tenaga lepas dari kungkungan Alan yang tengah menatapnya dengan pandangan lapar.

"Mau ke mana kau!" Secepat kilat Alan menarik tangan Sarah.

"Enggak! Kakak jahat! Aku benci sama Kakak! Mulai hari ini kita putus!" teriak Sarah dengan nyaring.

Saat ini Sarah sangat ketakutan sekali, itu terbukti dari tubuhnya yang bergetar sangat hebat.

Alan tersenyum sinis, lalu tertawa yang membuat Sarah semakin ketakutan.

"Hahaha … tidak semudah itu untuk lepas dariku, Sayang!"

Dengan tidak berperasaan, Alan membanting tubuh Sarah ke sofa hingga terdengar bunyi benturan yang sangat keras.

"Enggak!"

Sarah pun menendang tulang kering Alan. Ia kembali lolos dari kungkungan Alan. Sarah berlari ke arah pintu ke luar.

"Mau ke mana lagi, Sayang? Kau tidak boleh keluar sebelum aku selesai memakanmu!"

"Dasar iblis!"

"Hahaha … sini Sayang, jangan menghindar. Kakak bakal ajarin kamu permainan, yang bakal bikin kamu jerit-jerit kenikmatan. Ayo cepat sini, Sayang."

Sarah semakin histeris. Ia menjerit-jerit ketakutan dan berusaha menghindar dari Alan yang siap memangsanya. Selain itu, Sarah juga sedang mati-matian menahan hasratnya yang membara akibat obat yang diberikan Alan ke dalam minumannya.

"Aku berdoa kepada Tuhan semoga kamu merasakan apa yang dirasakan oleh kami—para perempuan yang telah kamu sakiti!" teriak Sarah

Alan tidak terima dengan penuturan Sarah barusan. Obsidiannya menggelap. Dengan gerakan cepat, Alan pun meraih tangan Sarah, lalu menampar wajahnya.

"Kurang ajar! Kamu harus Kakak kasih hukuman!"

Sarah menggelengkan kepalanya. Tidak, ia tidak mau. Ia tidak mau menyerahkan kehormatannya kepada Alan, pria yang dicintainya sekali pun.

Mata Sarah tidak sengaja menangkap keberadaan sebuah vas yang berada di belakang tubuh Alan. Entah mendapat keberanian dari mana, dengan gerakan cepat ia pun meraih vas itu, lalu memukulkannya ke kepala Alan.

"Arghh!" pekik Alan yang mendapat serangan tak terduga dari Sarah.

Alan memegangi kepalanya yang banyak mengeluarkan darah. Perlahan-lahan pandangannya kabur hingga ia tidak sadar dan mengingat apa yang terjadi selanjutnya.

***

Bunyi alarm terdengar begitu nyaring memecahkan kesunyian di pagi hari yang cerah ini.

Tidur seseorang pun terusik mendengar bunyi yang sangat memekakkan telinganya.

"Siapa sih yang pasang alarm jam segini? Perasaan gue enggak pernah pasang alarm!" gerutu Alan yang tidurnya terusik oleh bunyi alarm.

Alan menghela napasnya melihat jam digitalnya yang baru menunjukkan pukul lima pagi. Dengan malas, Alan pun melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

Kesadaran Alan belum sepenuhnya sadar, makannya ia tidak menyadari sesuatu hal aneh pada dirinya dan juga sekitarnya.

Setelah berada di kamar mandi, Alan pun mulai melepas satu persatu pakaiannya. Lalu ia beranjak menuju ke bawah shower.

Alan belum menyadari sesuatu, hingga ia menyabuni tubuh bagian depannya dan merasakan sesuatu yang aneh.

Tunggu!

Kenapa Alan merasakan tengah menyentuh sesuatu yang bulat dan kenyal.

Kesadaran yang tadinya belum sepenuhnya sadar, kini Alan telah sadar sepenuhnya.

Alan melirik ke bagian bawahnya.

Tunggu ke mana perginya batangnya, kenapa malah jadi goa?

Alan memegang sebuah helaian berwarna hitam yang ia duga itu adalah ram—but.

Tunggu!

Alan pun berlari ke arah kaca yang ada di kamar mandi tersebut. Ia menelisik tubuhnya lewat kaca hingga ia menyadari sesuatu, raganya adalah pe-rem-puan.

"Akhhh!"