Suara teriakan dari ribuan orang memecah keheningan malam ketika dua pasukan saling menyerbu.
Ini adalah sebuah perang dimana nyawa manusia berguguran seperti daun kering.
Jumlah pasukan berbaju hitam lebih sedikit namun mereka mampu memukul mundur pasukan berbaju merah. Di tengah kerumunan tersebut, seorang pria berambut abu-abu panjang dari kubu hitam nampak mendominasi.
Ia masuk ke kerumunan pasukan merah dan memangkas lawan-lawannya seperti mesin pembabat yang menggila. Dia adalah Arion D-Panther, raja dari kerajaan Panthera, sang iblis pembunuh.
Waktu terus berjalan dan korban terus berjatuhan dari kedua belah pihak, mayat-mayat dan potongan-potongan tubuh bergelimpangan, bau anyir dari darah yang tumpah menghambur ketika angin bertiup.
Jleb! Jleb! Jleb!
Rion baru saja menumbangkan tiga prajurit dalam serangan beruntun.Namun setelah serangan tersebut ia tiba-tiba terdiam mematung, tentu saja peluang tersebut langsung dimanfaatkan oleh musuh.
Seorang pemanah dari kubu lawan membidiknya. Namun sebelum ia sempat melesatkan anak panah, seorang ksatria berambut coklat segera menebas tubuh pemanah tersebut.
Dia adalah kesatria Trish, anjing buas milik sang raja. Sesaat setelah membunuh si pemanah, Trish berlari cepat menebas dan memenggal semua prajurit merah yang menyerang rajanya.
Setelah bergeming sekitar tujuh detik, Arion menoleh dan melihat Trish yang sedang bergelud dengan musuh dan mati-matian untuk melindunginya.
"Huh. Mengesankan," ucapnya.
"YANG MULIA AWAS!" Trish berteriak panik saat pemimpin pasukan merah, Duke Redragon melesat cepat untuk menebas Arion namun Rion dengan tenang berbalik dan menahan pedang Redragon.
Trish lega. Dia nyaris ngompol karena berpikir rajanya akan terpenggal dan kisah berakhir di bab dua.
Pedang Rion dan Redragon berbenturan dan membentuk X., s Sesaat mereka saling menatap, sebelum akhirnya terlibat duel. Namun duel tersebut tidak berlangsung lama. Duke Redragon jatuh terduduk setelah perutnya ditusuk.
Rion berjongkok dan menyanggah dagu Duke Redragon, membuat wajah pria berambut hitam dan bermata merah itu menghadap ke arahnya.
"Kematian seperti apa yang kau inginkan?" tanyanya tersenyum jahat.
Alih-alih menjawab pertanyaan Rion, Duke Redragon meludahi wajah pria bermata hazel itu. Seketika senyum Rion menghilang, raut wajahnya mengencang.
Rion berdiri dan mengusap ludah di wajahnya, menatap ludah itu tiga detik lalu tertawa renyah. Namun sesaat kemudian tawa itu hilang tergantikan dengan wajah dingin yang mengintimidasi.
"Huh." Ia menendang tubuh Duke Redragon hingga terhempas ke tanah lalu menginjak leher pria itu dengan hina. Saat Redragon membuka mulut karena sulit bernapas, Rion langsung menancapkan pedang ke mulut sang duke hingga menembus tanah yang berada di bawah.
Duke Redragon mati seketika dengan mata terbelalak.
Trish yang baru saja menumbangkan semua musuh di sekitarnya, memperhatikan yang dilakukan rajanya.
Rion beralih menatap dingin pada pasukan merah yang membatu melihat kematian tragis pemimpin mereka. Setelah tiga detik, ia mengangkat kakinya dari leher Duke Redragon lantas berbalik. N Namun mendadak ia membeku. Perubahan nampak terjadi pada sorot mata serta raut wajahnya yang dingin.
Trish menghampiri. "Yang Mulia."
Rion mengerjap-ngerjap lantas melihat Trish di sampingnya dengan ekspresi bingung yang tipis. "Trish, kau? Apa yang terjadi?"
Ia melihat pasukannya telah menarik diri, mayat-mayat yang bergelimpangan dan ... ia mencari Duke Redragon dan pasukan naga merah yang masih hidup. Ia tidak melihat karena hal yang ia cari berada di belakangnya.
"Perang sudah berakhir, Yang Mulia. Kita berhasil menang."
Rion menatap tak percaya dan menanyakan keberadaan Duke Redragon.
"Di belakang Anda, Yang Mulia."
"Whaa!" Mata Rion membulat saat melihat mayat Redragon yang mulutnya ditancapi pedang. "Trish, siapa yang melakukan hal laknat seperti itu? Apakah kau?"
Ia melirik Trish curiga.
"Bu-bukan Yang Mulia."
"Lalu siapa?"
Trish tidak berekspresi, dari situ Rion mengerti siapa pelaku dari pembunuhan laknat nan keji itu.
Ia membuang napas kasar, mencabut pedang dari mulut Redragon lalu berjongkok di samping mayat pria malang itu. "Maafkan aku, beristirahatlah dengan tenang."
Ia menyapu kedua mata Duke Redragon hingga tertutup, ia juga menutup mulut Duke Redragon yang masih menganga. Setelah itu ia berdiri, menunjuk beberapa prajurit merah yang masih terlihat syok untuk membawa mayat pimpinan mereka kembali ke Archadia.
Ia juga meminta agar para prajurit Redragon membawa mayat rekan-rekan mereka yang telah mati terbunuh. Tidak lupa ia menyuruh prajurit tersebut untuk menyampaikan pesannya kepada Kaisar Archadia bahwa jika Kaisar Archadia berani mengusik wilayahnya sekali lagi, Kaisar Archadia akan mengalami kematian yang lebih buruk dari Duke Redragon.
Setelah pasukan Redragon pergi, Arion beralih pada pasukannya yang secara mandiri telah mengumpulkan rekan-rekan mereka yang gugur untuk dimakamkan.
"Trish, kembalilah ke istana lebih dulu bersama yang lain."
"Anda mau ke mana Yang Mulia?"
"Mengunjungi Rose," jawab Rion singkat sambil berjalan meninggalkan tempat itu.
"Arlo!" Trish memanggil tangan kanannya, seorang pria berambut hitam dan bermata biru. Ia meminta Arlo untuk memimpin pasukan kembali ke istana sementara ia sendiri akan mengawal raja ke Green Castle untuk mengunjungi makam sang ratu.
"Yang Mulia!"
Rion yang baru saja naik ke kuda hitam miliknya sedikit terkejut dengan Trish yang datang sambil menunggangi kuda coklat yang entah milik siapa.
"Trish, bukankan aku menyuruhmu untuk ke istana bersama yang lain?"
"Aku sudah menyuruh Arlo untuk memimpin pasukan. Aku akan mengawal Anda."
"Walaupun gelarmu anjing buas milik raja, aku harap kau tidak benar-benar menganggap dirimu sebagai seekor anjing."
"Sepertinya aku sudah melakukannya," ucap Trish diiringi senyum lebar yang membuat pipinya mengembang.
***
Awan merah dari timur perlahan menggusur kegelapan, pertanda hari yang baru telah tiba.
Rion dan Trish yang telah memacu kudanya semalaman, memutuskan untuk beristirahat di tepi sungai yang ada di dalam hutan.
"Trish, aku akan membersihkan diri."
"Baik, Yang Mulia."
Setelah mengikat kuda, Rion mulai melepas satu per satu pakaiannya tetapi ...
Saat ia melepas kancing atas kemejanya, Rion diam-diam melirik Trish. Entah perasaannya saja atau Trish memang mengikuti setiap gerak-geriknya?
Tanpa mengalihkan perhatian dari Trish, ia beralih melepas helmnya dan ternyata Trish juga melakukan hal yang sama.
Ia kemudian melepas sabuknya dan Trish juga melepas sabuknya.
Ia membuka sepatu, Trish juga membuka sepatu. Ia mencelupkan kaki ke air, Trish juga mencelupkan kaki ke air.
Cukup!
"Trish aku mulai takut padamu!" Akhirnya Rion angkat bicara.
"Ha?" Trish menoleh dan menatap bingung.
"Kau tidak jatuh cinta kepadaku, 'kan?" tanya Rion terus terang.
"A-apa?"
"Kau seperti kekasih yang protektif dan terobsesi."
"Ya-Yang Mulia, apa maksud Anda? aku masih normal."
Rion mendengus. "Aku ingin mandi dengan tenang. Sebaiknya kau mandi juga." Rion berbalik dan beranjak untuk mencari tempat terpencil, Trish terlihat ingin mengekor lagi, berencana untuk mandi bersama tetapi berhenti saat Rion memberinya lirikan malaikat pencabut nyawa."Cari tempat lain!"
Horror!
Trish takut.
"Ba-baik, a-aku akan mandi di sebelah sana, tapi aku mohon Anda berhati-hati." Trish menunduk hormat lalu pergi.
Trish adalah ketua dari para kesatria Panthera, menggantikan posisi Kesatria Lucas yang dihukum mati sehari sebelum Ratu Rose. Kesatria Lucas adalah kesatria terhebat yang pernah dimiliki Panthera. Namun sayang ia tidak berumur panjang.
Kesatria Lucas jatuh cinta kepada Ratu Rose. Namun, meski begitu dia sadar bahwa Rose adalah milik sang raja dan Ratu Rose sangat mencintai sang raja.
Kesatria Lucas yang tidak bisa menghapus perasaannya kepada sang ratu, memilih memendam perasaannya dan terus mencintai sang ratu dalam diam. Namun, karena cinta yang begitu besar, sering kali cinta itu gagal ia sembunyikan.
Suatu hari Rose terluka, Lucas sangat panik dan dalam kepanikan itu ia mengancam akan membunuh semua dokter jika mereka gagal menyelamatkan Rose, ia lupa bahwa Raja Rion juga ada di ruangan itu.
Sejak saat itu, sikap Rion kepada Lucas berubah dingin. Hubungan mereka pun merenggang padahal sebelumnya mereka sangat dekat. Lucas bahkan dijuluki sebagai bayangan sang raja karena ia selalu terlihat bersama raja dan ia tidak pernah absen dalam ikut berperang bersama raja.
Helen–ibu tiri Rion yang ingin Aideen–putranya naik tahta, memanfaatkan situasi, ia membuat konspirasi untuk menjatuhkan Lucas dan Rose, dua tembok besar yang selalu menghalangi rencanya dalam menjatuhkan Rion. Dan ia berhasil.
Kematian Lucas pun menjadi salah satu penyesalan terbesar Rion.
Dulu, Rion, Trish, dan Lucas disebut tiga serangkai. Berbeda dengan Lucas dan Rion yang merupakan anak bangsawan, Trish hanyalah anak dari rakyat biasa. Takdirlah yang mempertemukan mereka.
Alasan Trish menjadi begitu protektif adalah Lucas. Malam sebelum eksekusi, Trish menemui Lucas dan Lucas meminta Trish berjanji kepadanya untuk selalu melindungi dan tidak pernah meninggalkan raja apa pun yang terjadi. Karena setelah kematiannya dan Rose, raja hanya akan memiliki Trish.
***
Setelah berjalan beberapa saat, Rion menemukan tempat terpencil yang cocok untuk mandi, ia berdiri di dekat sebuah bongkahan batu besar dan menatap nanar sungai yang mengalir tenang. Suara percikan air yang membentur bebatuan memberikan ketenangan tersendiri pada hutan yang kemungkinan berusia ratusan tahun lamanya hingga tanpa sadar ia mulai melamun.
"Sungainya sangat indah, yah."
"Mha!"
Suara lembut dari wanita yang sangat ia rindukan mengejutkannya, ia menoleh dan betapa terkejutnya ia melihat seorang wanita bergaun merah sedang berdiri di sebelahnya bersama dengan seorang pria berambut Navy.
"Ro-Rose, Lucas? Aku—" ucapannya terpotong saat kedua sosok itu menghilang dan ia sadar bahwa itu hanya khayalannya.
Ia memejamkan mata sesaat lalu menengadah menatap langit biru berawan di atasnya. 'Aku menghukum kalian selama enam hari dan kalian menghukumku seumur hidup. Itu sangat adil."
Ia tersenyum ketir membayangkan sosok Rose dan Lucas di awan.
"Huh?" Ia sedikit terkejut saat merasakan 'sesuatu' menancap di bahunya. "Jarum?" Ia menekuk alis setelah mencabut benda kecil tersebut dan melihatnya dari dekat. Hembusan angin membuat rambutnya berkibar serta menerbangkan daun-daun yang ada di sekitarnya.
Suara kicauan burung dan daun yang bergemerisik menarik kesadaran wanita berambut cokelat yang terbaring di tepi sungai.