Hah! Hah! Hah!
Sania terbangun dari mimpi buruk yang baru saja dialaminya. Ia menelan ludahnya, demi membasahi tenggorokannya yang kering.
Sania memindai sekitar. Tak ada orang lain di sana selain dia dan Namira, anaknya. Berdua di ruang perawatan Namira. Ia melirik ke arah jam yang ada di ruangan itu. Dan ternyata sudah jam delapan pagi.
Sania kemudian meraih segelas air putih yang ada di nakas dekat ranjang Namira, lalu menenggaknya hingga tandas.
Sania lalu meletakkan kembali gelasnya di atas nakas dekat ranjang Namira.
Setelah berhasil menormalkan kembali napasnya Sania lalu mengelus dadanya sendiri. Dia bersyukur bahwa semua ini hanya mimpi saja. "Ini hanya mimpi saja kan?"
Sania lalu menatap wajah Namira yang masih belum sadarkan diri. Mimpinya tadi membuatnya menjadi takut kehilangan anaknya.