Chereads / Akibat Mertua Toxic (AMT) / Chapter 7 - Bab 7 Istri terbaik Kevin

Chapter 7 - Bab 7 Istri terbaik Kevin

"Ada apa Lia?" tanya Kevin kepada sekretarisnya pada sambungan telepon.

"Saya tadi telah mengirimkan dokumen melalui email Anda pak, namun belum Anda tanda tangani. Dan saya membutuhkannya untuk meeting nanti jam sembilan," jawab Lia panjang lebar di ujung telepon.

"Iya. Setelah ini akan saya tanda tangani," sahut Kevin. "Ada lagi?" tanya Kevin.

Sepertinya hanya itu saja yang dibutuhkan oleh sekertaris Kevin. Karena setelah itu sambungan telepon mereka berakhir.

Setelah selesai mengecek dokumen dan menandatanganinya. Kevin kemudian melihat ke arah jam dinding. Sudah menunjukkan pukul tujuh. Kevin harus segera bersiap-siap untuk pergi ke kantor.

Disaat yang sama seorang suster mengetuk pintu. Kemudian ia membuka pintu dan mohon izin untuk masuk.

"Permisi pak. Saya mau cek tekanan darah dan suhu tubuh ibu Debi," ucap suster dengan sopan.

"Silakan suster," sahut Kevin.

Sementara itu, Debi yang akan diperiksa kesehatannya oleh suster, masih tidur. Selain tertidur pulas, Debi sepertinya nyaman. Tidak ada tanda-tanda penyakitnya serius. Memang Debi saja yang terlalu melebih-lebihkan.

Suster menggoyangkan pelan lengan Debi. "Ibu Debi, permisi. Saya mau periksa suhu tubuh dan tekanan darah Anda," ucap suster.

Untunglah Debi segera bangun. Ia membuka matanya yang masih berat. Dengan kesadarannya yang belum sepenuhnya Debi mempersilakan suster tersebut. "Silakan sus."

Sementara suster mulai mengecek suhu tubuh Debi, Kevin mulai mendekat ke samping Debi. Ia juga ingin tahu perkembangan kesehatan ibunya.

Setelah selesai mengecek semuanya. Suster kemudian tak lupa mencatatnya di sebuah kertas yang ia bawa.

Selesai mencatat, Kevin kemudian bertanya kepada suster. "Bagaimana hasil pemeriksaan ibu saya, suster?"

"Masih tinggi pak, diangka 190. Kalau suhu tubuh 36 derajat celcius," jawab suster.

Suster mengambil obat untuk Debi. Kemudian ia serahkan kepada Kevin. "Saya juga membawakan beberapa obat untuk ibu Debi, pak. Semuanya diberikan tiga kali sehari," ucap suster menjelaskan.

Kevin manggut-manggut mengerti. "Oke suster. Terima kasih," sahut Kevin. Suster kemudian berpamitan dengan sopan kepada Kevin, setelah selesai melaksanakan tugasnya.

Kevin tersenyum kepada Debi seraya berkata, "Ibu akan segera sembuh," ucap Kevin. Ia bermaksud memberikan semangat untuk ibunya.

Alih-alih bersemangat untuk sembuh, Debi malah memejamkan mata. Ia mulai berdrama lagi, "Jika kalian segera punya anak, aku tentu tidak akan seperti ini," sahut Debi.

Kevin menghela napas. Hampir bosan Kevin mendengarnya. Ibunya meminta cucu sudah seperti minta dibelikan makanan saja.

Melihat jam dinding Kevin menjadi ingat, bahwa ia harus segera ke kantor. Ada meeting penting jam sembilan ini.

"Kevin ada meeting pagi ini Bu. Jadi Kevin harus pulang dan bersiap-siap untuk ke kantor," ucap Kevin.

Debi mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Ia baru sadar tidak ada Marisa di dalam kamarnya.

"Ke mana perginya istrimu?" Debi bertanya dengan ekspresi wajah menyebalkan. Ia menyiapkan bahan untuk menjelek-jelekkan menantunya itu.

"Marisa ada event wedding Bu. Jadi ia sudah pergi dari pagi tadi," jawab Kevin.

"Dia pasti sengaja bekerja saat aku sakit," tuduh Debi berburuk sangka.

Kevin terheran. Ia benar-benar terkejut dengan pemikiran ibunya yang berbeda seratus delapan puluh derajat terhadap Marisa.

Andai yang berbicara bukan ibunya sendiri, Kevin pasti sudah memaki-makinya habis-habisan. Karena telah berani mengatakan hal buruk tentang istrinya.

"Bukan seperti itu Bu, ibu tau sendiri Marisa pekerja keras. Mana ia tau kalau ibu akan sakit seperti ini?"

Debi menaikan sudut bibirnya, "Pandai bekerja tapi tidak punya anak." Kata pedas yang ibunya lontarkan, rasanya bak tombak yang menembus ke dalam dada.

Kevin takut, jika terus menerus berdebat dengan ibunya, dia akan melewati batasannya sebagai seorang anak. Maka ia memutuskan untuk diam.

Debi yang melihat Kevin diam lalu melontarkan pertanyaan, "Kalau semuanya sibuk bekerja, lalu siapa yang akan menjagaku?"

Sebenarnya Kevin sudah memikirkan hal ini dari tadi. Ia juga telah mendapatkan solusinya.

Kevin rencananya akan menyuruh Siti, untuk menjaga Debi di rumah sakit. Selama ia dan Marisa sedang bekerja.

"Ibu tenang saja, Kevin sudah mempersiapkan semuanya. Mbak Siti akan menjaga ibu sementara Kevin dan Marisa bekerja," jawab Kevin.

Kevin mendekati meja yang ada di depan sofa tempatnya tadi tidur. Di sana terdapat bungkusan yang Marisa siapkan tadi. Kevin lalu membukanya.

"Malangnya nasibku. Anak-anakku tidak ada yang mau menjagaku," keluh Debi. Dipikirnya anak dan menantunya seorang pengangguran? Mereka punya jadwal yang padat sekali.

Jika hari ini Kevin tidak bisa hadir dalam meeting, hal ini akan mengancam nyawa perusahaan. Karena ada tender besar yang harus Kevin menangkan.

"Setelah meeting Kevin akan segera menemani ibu. Jadi ibu tolong sabar sebentar," ucap Kevin sedikit kesal. Karena biasanya ibunya tak pernah bersikap semanja ini.

"Aku nanti akan memberi kabar pada Clara," imbuh Kevin.

Mendengar nama anak perempuannya disebut, mata Debi membelalak. Ia tak ingin membuat anaknya yang sedang fokus kuliah menjadi cemas.

"Jangan beritahu Clara!" seru Debi.

Kenapa tiba-tiba ia jadi punya tenaga sebesar itu untuk berteriak? Ke mana Debi yang tadi lemah lunglai tak berdaya?

"Iya, aku tak akan membuat anak emas ibu menjadi cemas," sindir Kevin.

Semenjak kecil, Clara selalu diistimewakan oleh Debi. Clara adalah adik kandung Kevin, yang semenjak kecil selalu berprestasi di bidang akademis. Berbeda dengan Kevin yang mempunyai kemampuan di bawah adiknya.

Clara selalu menjadi ranking satu di sekolahnya. Bahkan ia kuliah di universitas terbaik dan berkat beasiswa.

"Dia anak yang cerdas," sahut Debi membela Clara.

"Lihat, bahkan istrimu lupa tentang makan pagimu." Lagi-lagi Debi menuduh Marisa, padahal belum tahu fakta yang sebenarnya.

Kevin tersenyum, karena tuduhan ibunya salah. Dan Kevin mempunyai bukti bahwa Marisa masih memedulikannya.

"Marisa membelikan nasi uduk langganan Kevin sebelum ia pergi Bu. Itu ada di atas meja." Kevin menunjuk bungkusan plastik berwarna hitam tersebut dengan matanya.

"Baguslah," ketus Debi.

Kevin kemudian duduk di sofa. Ia lalu merogoh ponsel di saku celananya, dan menghubungi Siti.

"Iya tuan?" tanya Siti di ujung telepon.

"Kamu tolong ke sini ya. Soalnya saya ada meeting pagi ini. Marisa juga lagi ada event wedding," jawab Kevin.

"Baik tuan. Tadi pagi nyonya Marisa juga telah menyuruh saya menyiapkan keperluan untuk nyonya besar," sahut Siti.

Kevin ingin meyakinkan ibunya, bahwa Marisa adalah istri yang baik. Ia lalu menyuruh Siti mengulang kata-katanya tadi. Dan tak lupa menekan tombol speaker agar Debi bisa mendengarnya.

"Mbak siti, tolong ulangi apa yang kamu ucapkan tadi!?" ucap Kevin.

Debi yang mendengarnya hanya bisa melirik ke arah Kevin dengan ekor matanya.

"Nyonya Marisa telah menyuruh saya menyiapkan keperluan, nyonya besar tadi pagi tuan," ucap Siti mengulang di ujung telepon. Meskipun tak tahu maksud Kevin menyuruhnya seperti itu. Tentu saja Siti yang hanya asisten rumah tangga hanya menurut saja.