Chereads / Akibat Mertua Toxic (AMT) / Chapter 28 - Bab 28 Hampir bangkrut

Chapter 28 - Bab 28 Hampir bangkrut

"Dia bilang ada masalah pada dewan direksi. Dan ini menyangkut proyek besar kita dengan Adi Jaya group," jawab Kevin lemas.

Marisa tahu betul perusahaan itu Adi Jaya grup itu. Sebuah perusahaan yang memberi tender besar pada perusahaan Kevin. Nilainya fantastis, kalau sampai terjadi sesuatu akan berbahaya bagi keselamatan perusahaan.

"Lia juga bilang hanya aku yang bisa menangani masalah ini," jelas Kevin.

Marisa mengangguk dengan yakin. Wajahnya kini berubah menjadi serius. "Ya udah ayo! Kita balik ke Jakarta sekarang," desak Marisa.

"Tapi kita baru saja sampai," kilah Kevin.

Marisa menarik napas dalam-dalam, kemudian mengembuskan perlahan.

"Astaga Vin! Abaikan liburan kita. Ini lebih penting," geram Marisa. Di saat seperti ini rasanya pilihan terbaik memang harus mengorbankan liburan mereka bukan?

Kevin mendengus kesal. "Kenapa semua ini bisa terjadi sih?" Aku sudah pastikan semua berjalan dengan baik kemarin," gerutu Kevin. Ia terlihat sangat gusar. Penampilannya sangat kacau. Rambutnya acak-acakan, wajahnya juga kusut. Liburan indah yang sudah digadang-gadang hancur berantakan.

Sejak tadi Marisa berusaha menenangkan Kevin. Namun karena lama kelamaan Kevin semakin tidak terkendali ia memilih bersandar di kursi taksi dan menatap pemandangan keluar jendela yang sebenarnya tidak menarik.

Alih-alih Kevin yang emosi, seharusnya Marisa yang menjadi kesal. Namun karena Marisa tahu mana yang menjadi prioritas jadi ia bisa mengendalikan diri lebih baik dari Kevin.

Marisa kemudian mengambil ponselnya dari tas miliknya. Ia akan memesan tiket pesawat dengan penerbangan paling awal, agar cepat sampai Jakarta.

Namun nyatanya hingga Marisa sampai di hotel, ia belum juga menemukan tiket dengan penerbangan paling awal seperti yang diinginkan.

***

Masalah menjadi semakin meruncing akibat ketidakmampuan mampuan Kevin untuk menyelesaikan masalah di perusahaan miliknya. Salah satunya, ya karena keterlambatan kehadirannya sehingga permasalahan menjadi semakin kacau.

Seperti yang sudah dikhawatirkan perusahaan Kevin mengalami kerugian besar, bahkan terancam bangkrut.

Saat itu semua kepala devisi dan staff di kantornya sedang berkumpul. Mereka saat ini sedang mengalami ketegangan luar biasa. Kevin mengamuk dan menggebrak meja seperti singa yang sedang marah dan siap menelan siapa saja yang ada di sana.

"Bukannya terakhir kali saya cek sebelum berlibur semua sudah bagus? Kenapa sekarang bisa seperti ini?" tanya Kevin berapi-api.

"Semua terjadi begitu cepat pak, dan di luar dugaan," jawab salah seorang stafnya.

"Itu kan tugas kalian, memastikan hal buruk seperti ini tidak akan terjadi," amuk Kevin.

"Kami akan berusaha mengatasi masalah inj pak," sahut yang lainnya.

Kevin tidak menjawab. Ia menyadarkan kepalanya yang terasa pening pada kursi, sambil memandangi langit-langit di ruang meeting tersebut.

Berdebat atau menyesalinya sekarang tidak ada gunanya. Yang seharusnya dilakukan adalah mencari solusi. Namun pikiran Kevin yang sedang kalut seperti sekarang ini seakan membuatnya buntu dan tidak bisa berbuat apa-apa.

***

Berbeda dengan situasi perusahaan Kevin yang sedang memburuk. Florist Marisa malah sedang kebanjiran pesanan.

Sepasang artis dan aktor menggelar pernikahan besar-besaran dan mewah pada bulan ini. Marisa mendapatkan projek untuk menjadi salah satu team dekor dan berkerja sama dengan florist lainnya.

Namun yang menjadikan Marisa bertambah sibuk bukan hanya itu saja. Melainkan para tamu undangan yang notabene merupakan rekan sesama artis dan beberapa pejabat juga memesan rangkain bunga di florist milik Marisa. Dan kebanyakan pesanannya bernilai fantastis.

Keringat yang mengalir di dahi Marisa tak membuat semangatnya kendor. Salah satu pelanggan meminta desain khusus untuk bunga yang ia pesan. Maka Marisa turun tangan langsung untuk mengerjakan. Dengan sabar Marisa mulai memoles cat warna dengan kuas pada papan styrofoam untuk tatakan bunga.

Sementara itu karyawan Marisa juga sibuk masing-masing mengerjakan pesanan yang lainnya. Pokoknya hari itu sangat sibuk karena membludaknya pesanan bunga. Marisa sangat bersyukur setidaknya uang job dari floristnya itu bisa ia gunakan untuk membantu menopang perusahaan Kevin.

"Wah, si bos sampai turun tangan sendiri nih, saking banyaknya pesanan," goda Rina bernada bercanda. Ia lalu mengambil beberapa tangkai bunga, dan mulai menempelkan pada papan styrofoam yang sedang Marisa kerjakan.

Marisa hanya melirik sambil tersenyum pada Rina. "Ini sangat spesial Rin. Jadi harus aku sendiri yang tangani," sahut Marisa.

"Kamu emang udah nggak punya kerjaan Rin?" tanya Marisa.

"Ada, tapi bunganya masih belum datang," jawab Rina. "Lagi pula ini jam makan siang udah lewat lho Sa, dan aku lihat kamu belum makan sejak tadi. Makan yuk," ajak Rina.

"Nanti aja Rin. Masih asyik nih," sahut Marisa.

Marisa menoleh sekejap. "Kamu belum makan siang tadi?" tanya Marisa.

Rina tahu Marisa pasti saat ini sedang tidak berselera makan, dengan masalah yang sedang Kevin hadapi pada perusahaannya. Terlihat dari wajah Marisa yang tampak lesu. Hanya saja Rina tahu persis pasti sahabatnya itu tidak akan mau jujur dan pura-pura tegar.

"Belum," jawab Rina berbohong. Ia sudah makan sebenarnya tadi. Tapi agar sahabatnya mau makan siang rasanya makan untuk kedua kalinya tidak masalah juga.

"Ya udah makan aja dulu sana. Kan kerjaan kamu sudah beres," suruh Marisa.

"Ini diambil jam berapa sih?" tanya Rina yang sudah mulai geram karena Marisa masih saja ngeyel.

Bukan Rina namanya, kalau nggak bisa paksa atasannya untuk melakukan apa yang ia mau.

Dengan senyuman penuh makna Rina kemudian memulai aksinya. Ia berpura-pura mengaduh kesakitan sambil memegangi kepalanya.

"Ya ampun, kenapa rasanya kepalaku seperti berputar?" Akting Rina sangat bagus, bahkan jika ia mau bisa menjadi aktris mungkin. Buktinya Marisa langsung menoleh karena cemas.

Marisa membelalakan matanya. "Kamu kenapa Rin?"

"Pusing," jawab Rina dengan nada bicara yang ia buat seolah mau sekarat.

Marisa segera menghampiri dan menopang tubuh Rina. "Tuh, kan. Ini pasti karena kamu belum makan. Makannya jangan sok kuat deh," omel Marisa.

Bukankah seharusnya kalimat itu berlaku untuk Marisa juga?

Rina masih bergeming. Napasnya ia buat terengah-engah seolah memang benar sedang sakit.

Marisa yang tak tega lalu menyuruhnya makan. "Kamu makan ya sekarang?!"

"Semua karyawan sudah makan Marisa. Kamu tidak kasihan aku makan sendirian dengan keadaan seperti ini?" tanya Rina dengan wajah memelas.

Marisa menghela napas. Akhirnya dia mengalah dan meninggalkan sejenak pekerjaannya. "Hah, oke. Aku akan temani kamu makan siang," jawab Marisa.

Rina tersenyum penuh kemenangan, saat Marisa tak melihatnya. "Yes, akhirnya aku berhasil," batin Rina puas.

Dengan dipapah oleh Marisa lalu keduanya berjalan menuju ke mobil. Marisa duduk di kursi kemudi karena Rina sedang sakit.

"Kita mau makan di mana?" tanya Marisa.

"Terserah kamu aja Sa," jawab Rina.

Karena masih ada pekerjaan yang belum selesai, akhirnya Marisa memilih tempat makan yang tidak jauh dari floristnya.

Marisa memarkir mobilnya di sebuah rumah makan Padang. "Di sini aja ya Rin yang deket. Nggak apa-apa kan ya?"

Rina mengangguk. "Iya Sa," jawab Rina singkat.

Padahal ia sudah kenyang. Tapi membayangkan porsi nasi Padang yang besar sebenarnya membuat Rina sudah ciut duluan, karena masih kenyang.

"Alasan apa aku nanti, biar tidak ikut makan." Batin Rina, sambil memegangi kepalanya.

"Kenapa Rin? Masih pusing?" tanya Marisa.