Chereads / Akibat Mertua Toxic (AMT) / Chapter 13 - Bab 13 Kembali menjadi Debi yang dulu

Chapter 13 - Bab 13 Kembali menjadi Debi yang dulu

Setelah mendapat kabar bahwa Marisa keguguran. Debi yang awalnya ingin berlama-lama di rumah sakit untuk memberi pelajaran kepada Kevin dan Marisa, menjadi berubah pikiran.

Debi bahkan meminta dokter agar dirinya bisa segera pulang. Ia benar-benar menyesali perbuatannya kepada Marisa selama beberapa hari terakhir ini. Dan berniat memperbaiki hubungannya dengan Marisa.

Karena memang kondisi kesehatannya sebenarnya sudah bagus. Dokter memberi izin pulang untuk Debi sore ini, sedang Marisa pulang malam harinya.

***

Pukul tujuh malam di ruangan Marisa, seorang suster datang untuk melepas infus Marisa. Saat itu Kevin hanya tinggal menunggu suster tadi menyelesaikan tugasnya. Barulah setelah itu Marisa dan Kevin bisa meninggalkan ruangan tersebut.

Akhirnya suster sudah selesai. Ia kemudian berpamitan dengan sopan kepada Kevin dan Marisa. Tapi entah mengapa Marisa malah masih enggan pulang.

"Sini biar aku bantu kamu untuk turun," tawar Kevin.

"Nanti dulu Vin," tolak Marisa.

Namun Marisa masih enggan. Ia masih saja betah duduk di pinggiran ranjangnya. Entah mengapa ia masih ragu untuk pulang.

"Kenapa? Bukannya harusnya kamu seneng udah diizinkan untuk pulang?" tanya Kevin.

"Ibu sudah pulang juga tadi sore. Dia pasti nggak sabar pengen ketemu kamu," imbuh Kevin.

Justru itulah yang membuat Marisa ragu untuk pulang. Ia belum siap bertemu dengan ibu mertuanya. Di tengah kondisinya yang masih sakit, Kevin secara tidak langsung menyuruhnya untuk bersandiwara di depan ibunya.

"Kamu keterlaluan Vin. Aku sakit begini masih aja suruh bersandiwara di depan ibu kamu nanti," gerutu Marisa.

Kevin menghirup napas dalam-dalam, kemudian mengembuskan perlahan. Ia sebenarnya lelah dengan Marisa yang terus menerus mengeluhkan tentang masalah ini. Namun Kevin sudah tidak mempunyai cara lain lagi.

Jika biasanya Kevin bersabar dan membujuk Marisa. Kali ini dia bersikap sedikit tegas pada Marisa. Mungkin dengan cara itulah Marisa akan diam.

"Ikuti saja caraku ini, kalau kamu masih ingin menyelamatkan rumah tangga kita." Terlihat wajah Kevin dingin sekali ketika mengatakan hal itu.

Melihat wajah Kevin yang seperti itu, akhirnya Marisa mengalah. Kata-kata Kevin ada benarnya juga, meski tidak suka cara Kevin yang berbohong demi menyelesaikan masalah. Namun Marisa juga tidak ingin rumah tangganya hancur begitu saja.

Kevin kemudian mengangguk, memberi aba-aba agar Marisa mau turun dari ranjangnya. "Ayo!?"

Kevin memegang lengan Marisa, kemudian membantunya turun perlahan dari ranjang. Marisa mulai menurunkan kakinya satu persatu ke lantai.

Dengan langkah kaki yang sedikit terpincang Marisa dan Kevin berjalan ke arah pintu ruang tempat Marisa dirawat. Ketika sampai di depan pintu, Kevin berhenti untuk membuka pintunya dengan perlahan. Kemudian tak lupa menutupnya kembali. Dan setelah itu barulah keduanya pergi dari ruang perawatan VIP tersebut.

Kevin dan Marisa hanya pergi membawa diri mereka sendiri saja. Karena tadi setelah Kevin mengurus administrasi. Siti, asisten rumah tangga mereka sudah membereskan barang-barang milik Marisa. Dan pergi mendahului Marisa dan Kevin.

Setelah melewati lorong rumah sakit. Kevin dan Marisa langsung memasuki lift. Kebetulan lift tersebut sudah dalam keadaan terbuka. Karena ada seorang yang menekan tombol buka terlebih dahulu.

Kevin menekan tombol lantai dasar pada dinding lift. Setelah itu menunggu dengan sabar hingga lift sampai di lantai yang mereka tuju.

Beberapa menit kemudian pintu lift terbuka. Karena sudah sampai di lantai dasar Kevin dan Marisa keluar dari lift. Sambil menunggu sampai di lobi rumah sakit. Kevin menghubungi Joni, memintanya menjemput di lobi rumah sakit.

Joni yang tinggal menunggu perintah dari Kevin, sudah bersiap di kursi kemudi. Dan ketika Kevin meneleponnya tadi. Joni secepat kilat melajukan mobilnya ke lobi rumah sakit.

Beberapa menit kemudian mobil Kevin sampai di lobi rumah sakit. Joni memutar untuk membukakan pintu untuk majikannya tersebut. Kemudian Kevin dengan hati-hati membantu Marisa untuk naik ke kursi belakang mobil. Setelah itu Kevin dan Joni memutar. Dan setelah Joni membuka pintu bagian belakang mobil yang satunya. Kevin masuk dan duduk di samping Marisa. Lalu Joni menutupnya kembali.

Joni kemudian membuka pintu bagian depan mobil. Duduk di kursi kemudi tersebut, dan tak lupa menutupnya. Setelah menghidupkan mesin mobilnya, Joni mulai melajukan mobilnya meninggalkan lobi rumah sakit.

Selama di perjalanan pulang, Marisa lebih banyak diam. Walau sesekali Kevin mengajaknya untuk mengobrol. Marisa lebih memilih untuk melihat keluar jendela mobil, walau tidak ada yang menarik untuk dilihat.

Dua puluh menit kemudian mobil Kevin sampai di rumah. Satpam di rumah mereka dengan sigap membukakan pintu gerbang lebar-lebar, setelah melihat bayangan mobil Kevin dari kejauhan.

Joni telah membuka pintu mobil untuk Marisa. Namun Marisa masih saja bergeming. Kevin kemudian membelai lembut rambut istrinya, serta meyakinkannya untuk turun.

"Ayo kita kembalikan kehangatan suasana di rumah ini," ucap Kevin.

Marisa tertawa hambar. "Dengan kebohonganmu itu. Baiklah," sindir Marisa. Ia kemudian mulai menurunkan kaki kirinya perlahan. Dan kemudian bergantian dengan kaki kanannya.

Sementara Kevin tidak bereaksi apa-apa. Karena jika ditanggapi akan berbuntut panjang juga. Bahkan memicu terjadinya pertengkaran.

Marisa dan Kevin mulai berjalan menuju ke dalam rumah. Marisa terus saja memandangi rumah yang sudah lima tahun ia tinggali. Dan rasanya tak senyaman dulu.

Ketika sampai di ruang tamu. Debi sudah duduk di sofa, bermaksud menyambut kedatangan Marisa. Mertua Marisa tersebut kemudian berdiri setelah melihat Marisa datang.

Marisa memasang wajah hambar. Ia tidak tahu harus bagaimana. Rasa sakit hatinya kepada Debi yang masih tertinggal sedikit dalam hatinya. Ditambah kebohongan Kevin tentang sakit yang dialami Marisa membuatnya bingung harus bereaksi seperti apa.

Namun berbeda dengan Marisa. Debi menatap Marisa dengan mata yang sudah mengambang basah. Rasa bersalah karena keguguran yang harus Marisa alami selalu saja menghantui Debi. Debi kemudian memeluk Marisa.

"Maafkan ibu nak. Maafkan ibu…" sesal Debi. Kini air matanya mulai jatuh dan membasahi pipi.

Marisa yang dari tadi hanya diam. Lalu mulai mengalungkan tangannya memeluk Debi. Tanpa sadar air matanya juga mulai tumpah.

Marisa tahu ia juga ikut bersalah. Karena mau mengikuti rencana Kevin yang membohongi ibunya. Namun pelukan dari Debi yang nyaman membuatnya terharu dan seakan mendapatkan kembali kehangatan dari Debi.

"Ibu tidak bersalah," sahut Marisa.

Sementara Kevin yang melihatnya hanya bisa ikut menangis. Seperti penonton yang sedang menonton sebuah drama yang menyedihkan.

Debi kemudian mengurai pelukannya. Dan mengajak Marisa untuk duduk di sofa.

"Duduklah nak. Kamu pasti lelah baru pulang dari rumah sakit," suruh Debi dengan nada bicara lembut dan keibuan. Ia sudah kembali pada dirinya yang sebelumnya. Seorang ibu yang penyayang.

Marisa menyeka air matanya dengan tangannya. Ia mengangguk, kemudian duduk. Seperti yang Debi suruh.

"Ibu menyesal telah memperlakukanmu secara buruk kemarin. Dan membuatmu harus kehilangan calon bayimu," ucap Debi.

"Semuanya sudah takdir bu. Marisa sudah ikhlas," sahut Marisa. Setelah itu memaksakan senyumnya.

"Lain kali kami akan berusaha lagi bu," ucap Kevin mulai membuka mulut.

"Bicara apa kamu ini. Istrimu baru saja kehilangan calon bayinya. Jangan bicara seperti itu dulu," sungut Debi.

Sebagai seorang wanita. Debi bisa memahami bagaimana perasaan Marisa saat ini. Dan memilih untuk mengalah tidak membebaninya lagi dengan persoalan ingin punya cucu.

"Kamu fokus saja untuk pemulihan diri kamu. Dan lupakan sejenak tentang keinginan punya anak Marisa," saran Debi.