"Kamu fokus saja untuk pemulihan diri kamu. Dan lupakan sejenak tentang keinginan punya anak Marisa," saran Debi, sambil mengelus lengan Marisa dengan lembut.
Marisa berubah pikiran. Ia yang tadinya merasa bersalah karena telah ikut membohongi Debi, kini memanfaatkan saja ketika Debi menyuruhnya untuk tidak memikirkan soal punya anak. Lagi pula itu karena Marisa memang tidak bisa punya anak.
"Iya bu," jawab Marisa. Ia kini sengaja memasang wajah sedih, agar ibu mertuanya itu bertambah yakin dengan cerita yang Kevin karang.
"Bagaimana dengan kesehatan ibu sendiri?" tanya Marisa.
Debi menaikan sudut bibirnya, sambil mengibaskan tangannya. "Ah… jangan khawatirkan soal ibu. Kamu bisa lihat sendiri, aku sudah sehat," jawab Debi.
Memang Debi sudah baik-baik saja sejak lama. Karena sakitnya hanya dibuat-buat saja, untuk membuat cemas Kevin dan Marisa.
"Kamu lebih baik segera istirahat saja di kamar," usul Debi.
"Iya bu," jawab Marisa. "Ibu juga istirahat ya. Jangan sampai sakit lagi," imbuh Marisa.
Debi mengangguk. "Iya," jawab Debi singkat.
"Ayo aku antar ke kamar," ajak Kevin.
Marisa mengangguk. Dan beranjak bangkit dari tempat duduknya, dipapah Kevin menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua. Karena kaki dan pinggangnya masih sakit.
Melihat Marisa yang merasakan kesakitan, Kevin tak tega. Akhirnya Kevin membopong tubuh Marisa. Walau jarak antara lantai pertama dan kedua lumayan panjang dan sudah dipastikan membuat pinggang, kaki dan tangan Kevin pegal.
Mungkin suasana hati Marisa sudah lebih baik. Jadi ketika Kevin membopongnya ia terkejut, memukul punggung Kevin sambil tertawa.
"Kevin kamu berlebihan. Aku malu," ucap Marisa, wajahnya berubah memerah seperti tomat.
"Malu dengan siapa? Memangnya kenapa? Aku kan suamimu," sahut Kevin.
Sambil menaiki tangga, Kevin terus saja memandangi wajah Marisa. Walau sudah hidup bersama dengan Marisa selama bertahun-tahun tak pernah sekalipun membuat Kevin bosan dengan marisa. Rasa cintanya masih sama dan tak berkurang sedikitpun.
Karena bagi Kevin, senyum dan kebahagiaan Marisa bagaikan matahari yang menyinari hidup kevin. Dan ketika Marisa marah beberapa hari terakhir ini. Hidup Kevin seakan gelap seperti tertutup oleh sebuah awan hitam.
Tak hanya mengangkat tubuh Marisa. Bahkan sesekali Kevin melayangkan kecupan pada bibir Marisa. Hal sederhana yang Kevin lakukan tersebut juga membuat Marisa merasakan kebahagiaan. Hatinya yang kemarin terluka dan seakan kosong. Kini sudah penuh kembali.
Kevin kini telah sampai di depan pintu kamarnya. Tanpa menurunkan Marisa. Kevin menunduk sedikit, untuk membuka pintu kamarnya dengan menggunakan tangan kanannya.
Kevin berjalan mendekati ranjangnya. Perlahan ia menurunkan tubuh Marisa di sana. Setelah itu Kevin membalikkan badan menuju ke pintu, lalu menguncinya rapat-rapat.
Setelah memastikan pintu kamarnya aman dan tidak akan ada yang masuk. Kevin kemudian mendekati Marisa. Ia duduk di tepi ranjang, kemudian tersenyum lembut pada Marisa.
Marisa membalas senyum Kevin. Kemudian, perlahan namun pasti, wajah Kevin semakin mendekati wajah Marisa. Lalu mencium bibir Marisa dalam-dalam.
Marisa merasakan tangan Kevin mulai membelai dadanya. Setelah itu membuka kancing baju Marisa. Dan ketika semua kancing baju Marisa berhasil terlepas seluruhnya Kevin melepaskannya dari tubuh Marisa dan membuangnya sembarangan di lantai.
Kevin yang sudah tidak bisa menahan hasratnya mulai menaikkan penutup dada Marisa. Dan bibirnya bergerak menjelajah ke tubuh bagian atas Marisa. Marisa yang sudah merindukan belaian dari suaminya hanya bisa menikmati tanpa penolakan sedikitpun.
Sesekali terdengar desahan kenikmatan keluar dari bibir Marisa. Membuat suasana semakin panas. Kevin menjadi semakin nekat dan mulai membuka celana Marisa.
Marisa dan Kevin yang sedang dimabuk asmara sepertinya lupa, jika Marisa baru saja keluar dari rumah sakit, dan belum dinyatakan pulih seutuhnya. Dan karena hal itu Marisa yang tadinya merasakan kenikmatan. Akhirnya mengerang kesakitan.
"Aduh! Sakit, sakit!"
Kevin membuka mata, lalu mendongak. Dan bertanya, "Ada apa? Apanya yang sakit?"
Marisa memegangi pinggangnya yang terasa sakit. Dan meringis kesakitan. "Pinggang aku sakit Vin," jawab Marisa.
Melihat reaksi sakit dari istrinya. Kevin menghentikan aksinya. Ia lalu mengelus pinggang Marisa.
Kevin kemudian menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Sepertinya aku lupa jika kamu masih sakit."
"Sepertinya aku juga lupa," sahut Marisa. Kemudian Kevin dan Marisa tertawa terbahak-bahak secara kompak.
Kevin lalu berpindah duduk di belakang Marisa, dan memeluk Marisa dengan lembut. "Bagaimana cara mengatasi rindu kita yang terpendam ini?" tanya Kevin.
Marisa terkekeh. "Aku gerah. Gimana kalau kamu bantu memandikan aku?" tawar Marisa.
"Tawaran yang sangat menarik. Bagaimana bisa aku menolaknya?" Kevin tersenyum nakal.
***
Sudah beberapa hari berlalu. Hubungan antara Marisa dan Debi sudah membaik seperti biasanya. Meski berbeda rumah. Baik Debi maupun Marisa sering bertukar kabar melalui sambungan telepon.
Dan hubungan yang sudah harmonis tersebut, harus ternoda oleh sebuah acara arisan keluarga yang diadakan di rumah Kevin dan Marisa.
Waktu acara jamuan makan. Ketika semua anggota keluarga besar berkumpul. Salah seorang tante Kevin yang bernama Selly mendadak mempertanyakan soal keguguran yang Marisa alami. Ia adalah adik Debi.
"Tante dengar kemarin Marisa sempat mengalami keguguran ya?" Tanpa merasa bersalah ia justru bertanya lagi. "Kok bisa sih?"
Kevin yang geram mengepalkan tangannya. Dan hendak memaki Selly. Namun dicegah oleh Debi, dengan memegang lengan Kevin.
Kevin memandang Debi. Dan seolah mengatakan aku harus menyumpal mulut orang ini. Namun Debi menggelengkan kepalanya, memberi kode agar Kevin tak hilang kendali.
Debi kemudian mengerutkan keningnya, sambil menatap Selly. "Kamu tidak seharusnya bertanya tentang hal itu pada Marisa saat ini. Kejadiannya belum lama, sudah pasti masih membekas di hati Marisa," ucap Debi.
"Keguguran itu bukan hal besar. Aku dulu pernah mengalaminya juga. Jadi tidak masalah juga kan membahasnya kapan saja?" tanya Selly dengan raut wajah yang menyebalkan sekali.
Selly tidak merasa bersalah sedikitpun. Ia merasa hal itu remeh, karena setelah itu ia bisa hamil lagi. Dan bahkan kini memiliki dua anak.
Norman. Salah satu anggota keluarga tertua tak tahan lagi. Ia lalu menggebrak meja. Bermaksud menghentikan kekacauan yang terjadi. Hal tersebut cukup ampuh. Sebagai seseorang yang paling disegani keluarga, Norman mampu membungkam mulut Selly. Meski Selly mengomel dalam hati.
"Hentikan omong kosong ini! Dan ayo selesaikan makan kalian. Seperti anak kecil saja!" Norman kemudian menyuapkan sendok yang berisi nasi ke dalam mulutnya dengan kasar.
Kevin yang melihatnya tersenyum puas. Ia seakan ingin mengucapkan terima kasih om Norman. Sedangkan Debi menepuk jidat. Ia tidak menyangka mulut Selly akan sebocor ini. Debi juga menyesali tindakannya, karena sudah bercerita tentang masalah ini kepada Selly beberapa hari yang lalu.
Marisa matanya mengambang basah. Napsu makannya mendadak hilang. Hingga ia gagal menghabiskan sup ayam yang padahal hanya tinggal sedikit.
Marisa tak sedih karena habis keguguran, karena cerita tersebut memang fiktif dari Kevin. Hanya saja ia menjadi teringat akan masa lalunya.
Matanya kehilangan fokus. Dan memandang dengan tatapan kosong ke suatu ruangan. Kejadian buruk di masa lalu itu kini kembali muncul bak sebuah kaset yang diputar kembali.