Saat acara arisan keluarga selesai. Dan semua tamu undangan, tak terkecuali Debi, telah meninggalkan rumah Marisa dan Kevin. Tinggallah Marisa meratapi nasib di dalam kamarnya.
Kegunaan bukanlah hal sepele seperti yang Selly katakan tadi. Apalagi jika dokter telah menyatakan tidak akan ada kehamilan setelahnya. Seperti yang pernah Marisa dengar beberapa tahun yang lalu.
***
Beberapa tahun yang lalu. Marisa merasakan sakit yang luar biasa di bagian perutnya. Rasanya seperti seseorang yang sedang mengalami keguguran.
Marisa paham betul rasanya keguguran. Karena beberapa minggu yang lalu ia baru saja mengalaminya. Namun tanpa sepengetahuan ibunya.
Saat itu Marisa tidak bisa menceritakan soal kehamilannya dengan Kevin, kepada ibunya. Lantaran Marisa masih berstatus pacaran dengan Kevin, dan belum menikah. Jika ibunya sampai tahu Marisa hamil di luar nikah, pasti ibunya sangat kecewa.
Bukan berarti waktu itu Marisa diam saja. Ia juga meminta Kevin untuk bertanggung jawab soal kehamilannya. Dan meminta Kevin segera menikahinya. Namun Kevin menolaknya.
"Vin. Aku hamil. Kamu harus tanggung jawab," ucap Marisa. Sambil menyodorkan alat tes kehamilan.
Pada alat tes kehamilan tersebut menunjukkan hasil positif hamil. Karena terdapat dua garis merah di sana.
Wajah Kevin berubah putih pucat, saat melihat hasil dari alat tes kehamilan tersebut. Matanya membulat. Keringat dingin mengucur di kening dan juga punggungnya.
Meskipun hasil alat tersebut sudah valid. Kevin menggelengkan kepalanya. Ia seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Ini nggak mungkin!"
"Apanya yang nggak mungkin sih Vin? Udah jelas-jelas hasilnya positif," Marisa mendengus kesal.
Bukan jawaban seperti ini yang Marisa harapkan. Semua sudah terjadi, tapi kenapa Kevin malah bersikap seperti ini.
"Kamu harus segera menikahi aku Vin!" desak Marisa. Ketika melihat Kevin yang sedari tadi tidak mengiyakan permintaannya. Dan malah merasa gelisah.
"Aku nggak bisa nikahin kamu sekarang Sa," sahut Kevin. Ia kemudian menundukkan wajahnya, tak berani menatap betapa marahnya Marisa saat ini.
Mendengar penolakan dari Kevin, Marisa menjadi emosi. Ia bingung, apa alasan Kevin menolak menikahinya sekarang?
"Kanapa nggak bisa Vin? Apa alasannya?" tanya Marisa dengan meninggikan nada suaranya.
"Aku- aku belum siap Sa," jawab Kevin terbata.
Marisa berdecap. "Tck! Omong kosong!"
"Kalau nggak mau tanggung jawab, kenapa kamu lakuin itu sama aku kemarin?" tanya Marisa.
Marisa memegang dagu Kevin. Kemudian ia mendongakkannya. "Jawab jangan diem aja!" bentak Marisa.
"Ibuku menginginkan aku untuk lulus kuliah dulu Sa." Akhirnya Kevin mau menjawab pertanyaan dari Marisa.
"Kamu itu udah dewasa Vin! Lulus kuliah bisa setelah menikah. Emangnya kamu anak SMA belum boleh menikah sebelum lulus?" sungguh Marisa.
"Lalu kamu dan anak kita mau dikasih makan apa? Aku belum mempunyai pekerjaan," kilah Kevin.
Marisa tertawa hambar. "Seharusnya kamu pikirin itu sebelum mengajakku berhubungan badan kemarin."
"Terus kalau udah kayak gini. Kamu suruh aku nunggu sampai kamu lulus? Sampai perut aku gede? Atau lahiran sekalian? Membiarkan anak ini lahir nggak punya status yang jelas gitu?" Marisa terus memberondong Kevin.
Kevin mengusak rambutnya dengan kasar. Kemudian ia berteriak. "Cukup Sa! jangan terus-terusan mendesak aku!"
Kevin lalu mencengkram kedua pundak Marisa. Kedua matanya juga memerah. Karena ia sudah merasa sangat tersudut.
Marisa yang merasa ketakutan lalu terduduk sambil menangis. Ia kemudian menunduk. Dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Kevin yang tadi kehilangan kontrol menjadi merasa bersalah. Saat Marisa menangis dan tak berdaya seperti itu. Ia lalu duduk di depan Marisa. Kemudian memeluknya.
"Maafin aku Marisa. Aku nggak bermaksud membuat kamu sedih seperti ini," sesal Kevin.
Bukan hanya maaf dan penyesalan yang Marisa harapkan. Tapi tanggung jawab Kevin jauh lebih penting dari itu. Karena Marisa tidak mau dicap sebagai wanita murahan.
Marisa mengelus perutnya yang masih tampak datar, karena baru hamil tiga minggu. "Lalu anak kita gimana?" tanya Marisa lirih. Ia sudah lemas, dan kehilangan tenaga untuk marah-marah.
"Aku akan berusaha lulus dengan cepat. Setelah itu kita akan menikah, oke?" tawar Kevin.
Saat itu Marisa tidak punya pilihan lain selain mengiyakan tawaran dari Kevin. Paling tidak Marisa lega. Karena Kevin sudah mau bertanggung jawab atas bayi yang ada di rahimnya.
Meski sebenarnya Kevin dan Marisa seumuran. Namun karena Kevin kurang serius dalam berkuliah, Marisa telah lulus lebih dulu, Dan telah bekerja di suatu perusahaan.
Bahkan selama ini Marisa banyak membantu Kevin. Sekaligus mendorong Kevin agar cepat lulus. Marisa punya peran penting dari Kevin kuliah sampai punya perusahaan sendiri.
***
Hingga usia kehamilan Marisa sudah mencapai tiga bulan. Dan perutnya juga sudah mulai sedikit membesar. Ia kembali mendesak Kevin untuk menikahinya.
"Aku udah bantu kamu sampai lulus. Kamu juga udah diwisuda. Lalu kapan kamu mau nikahin aku?" tanya Marisa.
Kevin kebingungan menjawab pertanyaan dari Marisa. Jujur sampai saat ini ia masih belum siap menikah. Kevin masih ingin menikmati masa lajang nya untuk bersenang-senang dan bekerja terlebih dahulu.
"Nanti aku bilang dulu sama ibu dan ayah aku ya!?" jawab Kevin. Ia menoleh ke belakang. Tangannya kemudian mengusap lembut rambut Marisa. "Kamu harus bersabar sedikit lagi ya," imbuh Kevin.
Marisa kecewa. Ia tak menanggapi ucapan Kevin. Lalu memalingkan wajah.
"Ayo kita makan dulu," ajak Kevin, yang saat itu motornya sudah ada di depan warung makan.
Marisa kemudian turun dari motor Kevin. Ia memasuki warung makan terlebih dahulu, berjalan cepat mendahului Kevin.
Tak disangka. Dengan jahatnya Kevin. Tega memasukkan obat peluruh kandungan ke dalam minuman Marisa.
Dan reaksi obat tersebut baru terasa saat Marisa sudah sampai di kostnya, tepatnya di malam hari. Ia merasakan mulas luar biasa, yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Bukan hanya itu. Kini sekujur tubuhnya basah oleh keringat. Dan wajahnya pucat.
Tangis Marisa pecah, saat melihat darah segar sudah keluar dari area intimnya. Dan mulai mengalir deras di kakinya. Ia yang kebingungan dan panik lalu mencari ponselnya. Marisa hendak meminta pertolongan dari Kevin.
Marisa menekan tombol panggilan terakhir. Dan di sana ada nama Kevin.
Tak ada jawaban dari Kevin. Membuat Marisa semakin kalut. Ia hampir putus asa waktu itu.
Hingga pada akhirnya Rina datang tepat waktu. Padahal maksud kedatangan Rina waktu itu adalah mengajak Marisa makan bersama. Tak disangka. Setelah Rina mengetuk pintu. Rina melihat Marisa sudah dalam posisi mengedit, dengan darah yang berceceran.
Sontak Rina kaget dan berteriak, "Astaga Marisa! Apa yang terjadi sama kamu?"
Beruntung situasi kost saat itu sedang sepi. Dan hanya menyisakan Marisa seorang. Karena yang lainnya sedang bermalam mingguan. Jadi tidak ada yang memergoki kejadian mengerikan tersebut.
Marisa meringis kesakitan. "Ceritanya panjang Rin. Nanti aku ceritain. Tapi tolong bawa aku ke rumah sakit," jawab Marisa.
"Oke. Aku akan cari taksi di depan ya. Kamu tunggu sebentar," sahut Rina.
***
Setelah sampai di rumah sakit. Dokter menyatakan bahwa Marisa keguguran. Dan harus segera menjalani proses kuret.
"Apa yang telah kamu lakukan Marisa?"