Chereads / After Bad Destiny / Chapter 46 - Mood Naulida Membaik

Chapter 46 - Mood Naulida Membaik

"Halo, Alex."

"Halo, Sayang. Gimana kabarmu?"

"Baik kabarku. Ada apa?"

"Ketus sekali, capek, ya."

"Lumayan. Pekerjaanku hari ini banyak sekali."

Naulida mengangkat panggilan Alexander dengan malas karena ia masih belum baikan dengan calon suaminya itu. Alexander susah diberi tahu sehingga ia memberi jeda untuknya agar bisa berpikir tentang hal sesungguhnya yang disampaikan olehnya.

Namun, nada bicara Naulida dipahami oleh Alexander karena calon suaminya itu hapal dan paham dengan nada bicara Naulida sedang tidak malas mengangkat panggilan masuk karena sesuatu maupun tidak. Ia peka dengan nada bicara Naulida sehingga mempertanyakan keadaannya bicara seperti itu.

"Kenapa kamu bicara seperti itu?"

"Kenapa apanya?"

"Kamu seperti malas bicara denganku."

"Aku tidak malas bicara denganmu hanya saja aku sedikit lelah hari ini," kilah Naulida.

"Kalau kamu lagi lelah nada bicaranya tidak seperti itu," ucap Alexander.

"Lalu, gimana nada bicaraku kalau sedang lelah?" tanya Naulida.

"Kalau kamu sedang lelah biasanya nada bicaramu itu manja ke aku," jawab Alexander."Apakah ada hal yang membuatmu malas bicara? Atau ada masalah yang belum terselesaikan?" tanya Alexander.

"Aku tidak ada masalah apa pun. Kamu mungkin tidak peka dengan masalah yang belum terselesaikan," jawab Naulida.

Naulida menyinggung permasalahan mereka yang belum terselesaikan dengan baik. Alexander merasa disindir karena permasalahan hubungan mereka. Alexander menghela napas dengan panjang lalu meminta Naulida untuk menyelesaikannya hari ini juga di sebuah cafe.

"Baiklah, kita selesaikan masalah yang belum kelar malam ini juga."

"Malam ini juga? emang bisa diselesaikan malam ini? Apakah kamu akan mendengarkan penjelasanku dulu?" tanya Naulida.

"Bisa. Kalau kamu menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada malam itu."

"Baiklah."

"Okay. Kita selesaikan malam ini jam enam malam di sebuah cafe dengan nama Romantic Cafe. Kafe itu dekat dengan rumahmu sehingga kamu tidak kejauhan nantinya," ucap Alexander.

"Okay. Aku siap-siap dulu kalau begitu. Kita ketemu di sana," ucap Naulida.

Alexander memutus panggilan Naulida. Naulida bersiap-siap untuk bertemu dengan Alexander untuk menjelaskan permasalahan yang belum selesai di sebuah kafe dekat dari rumahnya.

Naulida melirik jam yang berada di atas nakasnya. Waktu telah menunjukkan pukul setengah enam. Ia mempercepat persiapan dirinya dengan menggunakan kaos lengan panjang, celana jeans panjang berwarna cokelat dan memakai make up tipis.

Setelah semua selesai, Naulida berangkat dan tidak lupa pamit kepada orang tua dan adiknya. Ia melihat makan malam bersama calon menantu yang membuatnya kesal. Ia mengecup tangan orang tuanya dan orang tua tidak menanyakan kepergiannya dengan siapa pun karena dikunjungi oleh calon menantunya.

"Nau, berangkat dulu, Bu, Yah," pamit Naulida.

"Iya, kamu hati-hati di jalan," ucap Ibu.

Naulida membuang muka ketika calon adik iparnya menoleh kepadanya sambil tersenyum. Ia sangat tidak suka dengan calon adik iparnya itu karena telah menyentuh dan memeluk Nurlida di depan umum bak barang yang bisa disentuh oleh siapa pun.

Naulida pergi meninggalkan mereka dengan membawa mobil sendiri. Pikirannya sedang berantakan dan mencari bahan untuk membicarakan permasalahan waktu itu.

Sepuluh menit perjalanan dari rumah ke Romantic Cafe. Naulida masuk ke cafe itu dengan menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari keberadaan Alexander. Ia menoleh ke arah sudut empat puluh lima derajat melihat Alexander telah datang terlebih dahulu daripada Naulida. Ia menghampiri Alexander yang sibuk dengan handphonenya.

"Hai, Alex."

"Hai, Sayang," balas Alexander yang berdiri dan hendak mengecup pipi Naulida tetapi, Naulida menolaknya.

"Kamu sudah sampai dari tadi?" tanya Naulida sambil merapikan posisi duduknya.

Alexander merasa heran dengan Naulida yang tidak ingin dikecup olehnya. Ia duduk di depan calon istrinya itu sambil menatapnya.

"Aku sudah sampai daritadi, Sayang. Lima belas menit yang lalu," jawab Alexander."Kenapa kamu tidak mau aku kecup pipinya?" tanya Alexander.

"Aku sedang tidak ingin dikecup siapa pun karena aku datang ke sini untuk menyelesaikan masalah bukan berkencan," jawab Naulida dengan ketus sambil menatap Alexander dengan lamat.

"Aku tahu, Sayang tapi, kamu jangan kaku begitu. Kamu bukan seperti yang aku kenal," ucap Alexander yang mencoba untuk mencairkan suasana tegang.

"Aku memang begini sebelum pacaran sama kamu," ketus Naulida.

Alexander mengernyitkan dahi karena ia merasa masalah waktu itu telah selesai dan kelar. Mereka sepakat bahwa Naulida harus bersikap baik kepada Satrio. Ia mencoba mengingatkan Naulida mengenai kesepakatan itu di kantin kantor secara perlahan dan lembut.

"Tunggu, bukannya masalah waktu itu masalah dengan Satrio itu sudah selesai?" Alexander memastikan dan mencoba untuk mengingatkan calon istrinya perihal Satrio.

"Kapan?" tanya Naulida.

"Waktu kita bahas di kantin kantor, Nau," jawab Alexander.

Naulida mengalihkan pandangan ke arah meja dengan memutar pikiran untuk mengingat pembahasan yang pernah dibahas bersamanya. Lima menit lamanya, Naulida untuk mengingat dan membisu. Sontak, Naulida mengalihkan pandangan ke arah Alexander dengan mata membulat.

"Astaga, aku lupa, masalah itu sudah dibahas di kantin kantor," ucap Naulida sambil meringis.

"Hmm, dasar," ucap Alexander.

"Maaf. Aku minta karena lupa dan jutek sama kamu," ucap Naulida dengan nada manja lalu mengambil tangan calon suaminya itu.

"Tidak apa-apa. Aku sudah memaafkanmu tapi, lain kali jangan diulangi seperti ini, ya, Sayang," ucap Alexander.

"Iya, Alex. Aku mau peluk," rengek Naulida.

Alexander berdiri lalu menghampirinya. Ia memeluk Naulida dengan erat seraya mengecup kepala calon istrinya itu dengan lembut. Alexander tidak bisa marah dengan Naulida karena ia mencintai dan menyayanginya.

Naulida merasa nyaman dengan kecupan Alexander. Ia mendongakkan kepala ke arah Alexander sambil tersenyum lebar. Alexander menatapnya dengan lamat seraya mengelus bibir calon istrinya itu.

"Jangan nakal, ya," ucap Naulida.

"Aku tidak nakal, kok. Aku ingin mengelus bibirmu saja," ucap Alexander yang masih mengusap bibir Naulida dengan pelan.

"Kalau tidak nakal tetapi, tangannya masih di bibirku," ucap Naulida.

Alexander tersenyum tipis saat, Naulida mengatakan hal itu kepadanya. Naulida paham dan mengerti dengan sikap Alexander yang menuju hal negatif. Ia memiliki ide untuk makan karena makanan dan minuman telah tersedia.

"Alex, kita makan dulu, yuk!" ajak Naulida.

Alexander melirik makanan lalu mengalihkan pandangannya ke Naulida. Ia mengangguk pelan untuk menyetujui sarannya.

"Boleh, kita makan dulu. Kalau sudah habis nanti kita dansa, ya, Sayang," ujar Alexander.

"Iya, Sayang tapi, aku tidak bisa dansa," ucap Naulida yang jujur dengan Alexander.

Alexander tersenyum lebar ketika mengetahui Naulida tidak bisa dansa dengan romantis bak dansa yang berada di film layar lebar ala film barat romantis. Alexander akan mengajari Naulida setelah makan malam selesai.

"Tidak apa-apa, Sayang. Aku akan mengajarimu," ucap Alexander.

"Beneran, Sayang?" tanya Naulida.