Chereads / After Bad Destiny / Chapter 48 - Perasaan Ragu yang Tak Diundang

Chapter 48 - Perasaan Ragu yang Tak Diundang

"Karena aku bukan orang kaya dan tidak setara status sosialnya dari keluargamu yang terpandang dan berpendidikan. Sedangkan, orang tuaku hanya tamat sekolah SMA," jawab Naulida.

Naulida merasa tidak percaya diri dengan status sosialnya yang tidak setara dengannya. Ia pun bingung untuk mencari cara agar Alexander memberi tahu kepada mamanya bahwa mereka sedang menjalin hubungan. Hubungan yang tak serta dilandasi rasa suka melainkan dilandasi dengan sikap kepercayaan yang tinggi karena tekad Alexander yang bersungguh-sungguh untuk menjalin hubungan dengan Naulida.

"Kamu tenang saja, Mama akan menerimamu dengan baik. Jadi, kamu fokus ke pekerjaanmu dan tidak perlu memikirkan hal itu, ya," kata Alexander yang berusaha menenangkan Naulida.

"Iya, Alex. Semoga mamamu bisa menerimaku dengan baik dan berjodoh hingga akhir hayat kita," harap Naulida yang memeluk leher dan menatap Alexander dengan lamat.

"Aamiin. Kamu mau tahu tidak tentang mamaku atau mengenal calon mertuamu lebih awal sebelum kamu bertemu dengannya?" Alexander menawarkan perkenalan dengan mamanya sedari awal ke Naulida.

"Mau!"

"Mamaku itu orangnya tidak suka perempuan yang sendawanya keras, tata cara untuk duduk dan makan pun diperhatikan, tidak suka telat kalau sudah janjian alias harus datang tepat waktu, baik, cerewet dan tidak suka berpakaian yang norak," jelas Alexander.

"Astaga, mamamu orangnya punya adab yang tinggi, ya, Alex. Aku jadi semakin takut untuk menemui mamamu karena aku terkadang kalau sudah ada janji sama seseorang telat datangnya dan dudukku pun tidak teratur sehingga asal duduk dan makan pun lebih sering menggunakan lima jari," ucap Naulida.

"Begitulah mamaku. Tapi, kamu tidak perlu takut dan sungkan untuk menemui mamaku yang serba ribet dan cerewet. Jadi, kamu siapkan mental untuk mendengar ocehan mamaku kalau ada yang tidak disukainya," ujar Alexander.

Naulida tersenyum kecut atas pemberitahuan Alexander mengenai mamanya yang super ribet dan cerewet. Ia tak bisa bayangkan untuk hal itu. Nyali Naulida semakin menciut setelah mendengar tentang sifat dan karakter mama Alexander. Naulida melepaskan tangan dan menjauh dari tubuh Alexander karena jantung berdegup dengan kencang.

"Kenapa kamu?" tanya Alexander.

"Aku ingin pulang sekarang," jawab Naulida.

"Kenapa kamu tiba-tiba ingin pulang sekarang? Ada yang salah dari ucapanku?" tanya Alexander.

"Tidak ada yang salah. Aku ingin sendiri dulu untuk meredamkan rasa takut dan ketidak percayaanku terhadap situasi yang tidak pernah kujumpai hingga saat ini. Aku juga tidak percaya diri untuk bertemu dengan mama kamu karena kondisi keluargaku," jelas Naulida sambil berkemas handphone dan menjinjing tasnya.

Naulida ke luar dari ruangan VIP tanpa menunggu Alexander yang masih sibuk dengan alat pengeras suara dan lainnya. Alexander meminta Naulida untuk menunggunya tetapi, ia tidak merespons ucapan calon suaminya itu.

"Naulida, tunggu!" seru Alexander.

Naulida terus melangkah hingga ke luar restoran dan masuk mobil. Ia pulang dengan perasaan gundah karena status sosial yang membuatnya bimbang untuk bertemu dengan mamanya Alexander. Pikirannya tidak hanya itu tetapi, ia juga bingung untuk melanjutkan hubungannya ke jenjang yang lebih serius atau berhenti di tengah jalan. Banyak hal yang menjadi pertimbangannya sehingga ia tidak yakin menjalin hubungan dengan Alexander, si CEO di perusahaan yang sangat berpengaruh di dunia.

"Nau, kamu harus memikirkan dengan matang untuk melanjutkan hubungannya dengan Alexander, anak dari pemilik perusahaan minyak," gumam Naulida."Menjalin hubungan ke jenjang yang lebih serius itu tidak mudah. Jadi, kamu harus memikirkan itu dengan matang agar tidak salah melangkah dalam mengambil keputusan," cerocos Naulida seraya mengemudi mobilnya dan memukul setir mobil sekilas.

Perjalanan yang ditempuh Naulida untuk tiba di rumah selama lima belas menit. Ia sengaja mengendarai mobil dengan pelan karena pikirannya sedang berantakan. Ia hanya melirik Ibu dan Ayah sedang menonton televisi di ruang keluarga tanpa menyapa mereka. Ia masuk ke kamar lalu membersihkan diri selama dua puluh menit.

Naulida telah menyelesaikan aktifitas malam sebelum tidur. Ia membaringkan badan di kasur dengan pandangan ke arah langit-langit rumah seraya menghela napas panjang. Hari ini adalah hari yang melelahkan baginya sehingga membuatnya sangat sensitif terhadap apa pun.

"Kenapa rumit dalam menjalani hubungan dengan orang lain, Tuhan? Apakah engkau tidak menakdirkanku dengan seseorang di dunia ini? Atau telah ada dan aku harus bersiap untuk menjemput jodoh yang telah engkau siapkan?" gerutu Naulida.

Naulida penat dengan urusan dunia yang membuat seluruh tubuhnya lelah. Sesaat, ia menatap dan mengeluarkan keluhannya dengan bicara sendiri, nada dering panggilan masuk berdering dengan kencang. Ia meraba tas yang diletakkan di kasur untuk mengambil handphone.

Hitungan detik, ia mengambil handphone dan melihat nama Alexander di layar handphone. Naulida memutar bola mata dengan malas dan tidak ingin mengangkat panggilan darinya karena perasaan gundah belum pergi dari benak dan hatinya.

"Maaf, aku tidak bisa mengangkat panggilanmu sekarang karena aku masih bingung dan dikacaukan dengan perasaan yang tiba-tiba ragu untuk melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius sama kamu," ucap Naulida ke handphone.

Nada dering panggilan itu terus berbunyi sebanyak lima kali. Sontak, Naulida kesal dengan sikap Alexander yang tak bisa memutuskan panggilan dan berpikir bahwa kekasihnya sedang tidur. Ia malas berdebat dengan Naulida dan mengangkat panggilan itu dengan nada malas dan bak orang bangun tidur.

"Halo, Alex," sapa Naulida lalu menguap.

"Kamu ketiduran, Sayang?"

"Iya. Aku ketiduran. Aku ngantuk banget. Aku minta maaf kalau ngangkat panggilanmu lama," ucap Naulida dengan malas.

"Tidak perlu minta maaf, Sayang. Seharusnya, aku yang minta maaf karena telah membangunkanmu di jam yang hampir jam sebelas malam ini," ucap Alexander dengan lembut dan suara bariton yang khas.

"Tidak apa-apa, Alex. Kamu belum ngantuk? Hmm?" tanya Naulida seraya menguap dan merenggangkan badan.

"Aku sudah ngantuk dan mau memejamkan mata karena baru selesai menyelesaikan pekerjaan yang digunakan untuk besok," jawab Alexander.

"Besok ada rapat?" tanya Naulida yang mengerdipkan mata.

"Iya. Aku besok ada rapat bersama pejabat di berbagai kantor. Jadi, ada yang harus dipersiapkan untuk besok. Doakan lancar, ya, Sayang rapatnya," pinta Alexander.

"Iya, Alex. Kamu jangan lupa berdoa yang banyak dan serahkan semuanya pada Tuhan untuk hasil akhirnya, ya," ucap Naulida.

"Iya, Sayang. Makasih, ya, sudah selalu ada untukku," ucap Alexander.

"Sama-sama. Kamu sekarang tidur dan jernihkan pikiranmu agar besok bisa fokus tanpa memikirkan hal yang tidak penting dipikirkan," ucap Naulida yang memintanya untuk menjernihkan pikiran.

"Iya, Sayang. Kalau proyek ini berjalan dengan lancar dan klien sepakat, aku ada hadiah untukmu," ucap Alexander.

Naulida mengernyitkan dahi dengan sedikit membulatkan bola mata."Hadiah apa?" tanya Naulida dengan intonasi penekanan.