Chereads / Terjebak Pernikahan yang Salah / Chapter 44 - Mohon Menjenguk

Chapter 44 - Mohon Menjenguk

Ia mengikuti langkah anaknya menuju restoran yang biasa ia kunjungi untuk makan siang.

"Hari ini ini Fira bakal temenin, Papa, makan siang. Sekalian, ada hal yang ingin aku bicarakan, ya, Pa," ucap Vira sambil berjalan mengiringi langkah ayahnya.

Sesampainya di restoran mereka memilih meja paling ujung. Di dalam restoran nampak ramai oleh pengunjung. Karena ini jam makan siang, banyak para karyawan kantor yang juga makan di sana. Fira duduk di hadapan ayahnya, mereka kemudian memesan makanan yang hendak dimakan siang itu.

"Apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Pak Ferdi memulai percakapan.

"Aku kan, sudah tahu kalau Revan berada di Singapura. Jika kita menjenguknya kesana apa boleh? Kalau tidak, biar aku yang pergi sendiri," jawab Fira dengan tegas di akhir kalimatnya.

Pak Ferdi menghela napas dalam, seperti dugaannya pasti Fira akan nekat untuk pergi ke sana. Ia bingung, melarang pun pasti sulit ia termasuk anak yang penurut namun sedikit keras kepala.

Pak Ferdi mencari alasan yang tepat untuk mencegah Vira pergi ke Singapura.

"Apa tidak bisa ditunda dulu? Lagipula pekerjaan kantor masih banyak, apalagi ditambah dengan kasus Anita." Pak Ferdi mencoba memberi alasan untuk menolak keinginan anaknya itu.

"Ayolah pa ... aku sudah sangat kangen sama Revan," rengek Fira dengan wajah memelas.

Jujur Pak Ferdi tak tega melihat wajah Fira yang memohon dengan sangat seperti itu. Sebenarnya, ia kasihan dengan Fira yang sudah merindukan kekasihnya, tapi rasanya dirinya merasa belum sanggup untuk pergi ke negara itu lagi.

Negara yang pernah menjadi kenangan dalam hidupnya, di sana pula sepupunya meninggal. Setelah mendonorkan benih yang akhirnya menjadi anaknya kini.

Hal itu pula yang menjadi penyebab semuanya menjadi kacau. Terkadang Pak Ferdi mengkhayal seandainya sepupunya itu masih hidup, setidaknya ia tahu lebih awal sebelum Fira dan dan Revan saling mencintai.

Kini, rasanya sudah terlambat, tapi tetap saja pernikahan itu tak boleh terjadi

"Pa," panggil Fira, "aku janji takkan lama, sehari saja kita kesana," ucapnya kembali memohon.

"Nanti, Papa, bicarakan dulu dengan mamamu, ya," ucap Pak Ferdi untuk mengakhiri pembicaraan.

Ia tak ingin membahas itu lebih jauh lagi. Emosinya bisa saja meledak.

Fira akhirnya mengangguk, ia tahu ayahnya tak ingin melanjutkan pembicaraan tersebut. Dalam hati, ia semakin bertanya-tanya ada apa sebenarnya dengan keluarganya dan keluarga Stefan.

Tak lama kemudian, pesanan pun diantar oleh seorang pramusaji. Makanan terbaik yang biasa dipesan Pak Ferdi di restoran tersebut.

"Terima kasih," ucap Vira ramah.

"Ayo, makan dulu, Nak, ini hidangan terenak di restoran ini," ucap Ferdi saat hendak menyuapkan satu sendok makanan ke mulutnya.

"Aku percaya selera, Papa," timpal Fira yang juga mulai memakan makanannya.

Mereka makan dalam diam, tanpa ada pembicaraan apapun. Tiba-tiba datang Anita yang yang duduk di sebelah meja Pak Ferdi, ia bersama Deni.

"Eh, Bu Fira, makan di sini juga. Aku baru lihat, loh," ujar Anita dengan senyum semringah di wajahnya.

"Iya, kamu makan disini juga?" tanya Fira balik.

"Aku sering makan di sini sama Deni," jawab Anita dengan senyum, sambil melirik kearah pacarnya tersebut.

Deni hanya terdiam ia malas menatap Pak Ferdi yang berada di meja sebelahnya.

"Den, kamu tahu nggak keberadaan Revan sekarang di mana?" tanya Fira basa-basi.

"Kurang tahu, Bu. Pak Andi juga tidak memberi tahu siapa pun tentang kepergiannya," jawab Deni dengan senyum tipis

Lalu, mereka memesan makanan pada pramusaji. Wajah mereka tampak tak menunjukan rasa bersalah sedikitpun. Padahal apa yang mereka lakukan telah tercium oleh Pak Ferdi, Fira, juga Pak Andi.

Tak lama, datanglah makanan ke meja Anita dan Deni. Mereka kemudian menikmati makanan tersebut sambil mengobrol ringan.

Selesai makan, Pak Ferdi hendak langsung pergi ke kantor.

"Loh, Fir, di sini aja dulu," cegah Anita pada Fira sambil memegang pergelangan tangannya.

"Emangnya mau ngapain aku di sini? Jadi kambing congek di antara kalian yang sedang asik ngobrol berdua," ujar Fira sambil melepaskan pegangan tangan Anita.

Ia kemudian beranjak mengikuti langkah papanya untuk ke kantor.

Sesampainya di kantor Pak Ferdi berbisik, "Jangan terlalu dekat, bisa-bisa kamu dijebak."

"Tidak, lah, Pa. Hanya sekedar teman biasa dan nanti mereka akan merasakan akibatnya. Lagipula bukankah Papa bilang Pak Andi masih belum bisa dihubungi dan masih sibuk berada di Singapura," tutur Fira.

Mereka meneruskan langkahnya ke ruangan kerja masing-masing, berkas biru tanpa nama tadi telah disimpan Vira di dalam tasnya baik-baik.

Sesampainya di ruangan, Fira menghempaskan tubuhnya di kursi kerjanya. Ia membalikan kursi itu menghadap ke jendela. Nampaklah pemandangan kota dengan hiruk-pikuk kendaraan, suasana yang memang lazimnya seperti itu jika di kota.

'Rasanya penat. Aku ingin berlibur, ah, ke Singapura sepertinya ide yang bagus sambil menjenguk Revan. Hanya untuk beberapa hari tidak masalah,' gumam Vira dalam hati

Kemudian, ia berpikir untuk pergi sendiri. Biarlah papanya di sini mengurus Anita dan juga perusahaan. Dikhawatirkan juga Anita akan nekat memberi tanda tangan palsu untuk surat itu.

Tak terasa jam pulang kantor pun tiba. Fira keluar dari ruangannya dan berpapasan dengan Pak Ferdi.

Mereka membawa mobil yang berbeda. Maka mereka hanya bersama sampai keluar kantor, lalu memasuki mobil masing-masing.

Fira tak sabar ingin segera bertemu ibunya dan memberitahu kabar gembira tersebut. Perjalanan menuju rumah cukup memakan waktu.

Maklum jam pulang kerja, semua pekerja dan juga anak-anak sekolah tumpah ruah memadati jalanan. Baik kendaraan roda dua, maupun roda empat. Tak ketinggalan juga para pedagang kaki lima yang memadati jalanan.

Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang. Fira akhirnya sampai di depan rumahnya, memasuki gerbang dan melajukan mobil sampai ke depan rumah. Kemudian, turun dan memasuki istananya.

"Mama ...!" panggil Fira dengan suara agak keras.

Ia ingin segera bertemu dengan ibunya tersebut, untuk memberi kabar yang menurutnya gembira.

"Loh, ada apa ini anak Mama? Sepertinya ceria sekali," tanya Bu Alin yang penasaran dengan rona wajah bahagia pada anaknya itu.

"Aku sudah tahu keberadaan Revan," jawab Fira dengan nada semringah.

"Benarkah? Dari mana kamu tahu?" tanya Bu Alin penasaran.

Ia pikir, rasanya tak mungkin kalau Pak Ferdi yang memberitahukannya. Ia tahu benar kalau suaminya itu sangat menyembunyikan hal tersebut dari anak gadis mereka.

"Dari status Rania, Ma, adiknya Revan," jawab Fira.

Bu Alin hanya mengangguk, kemudian bertanya, "Lalu, apa rencanamu?"

"Tadinya aku ingin kita pergi bersama ke Singapura, tapi aku juga khawatir soal perusahaan yang sedang diincar Anita dan Deni. Jadi, aku memutuskan untuk pergi sendiri sambil berlibur," jawab Fira panjang lebar.

Bu Alin yang telah lebih dulu mengetahui soal perusahaan hanya mengangguk-angguk.

"Oh, ya, Ma. Aku ke kamar dulu ya, gerah pengen mandi," ucap Fira sambil berlalu menaiki tangga untuk ke kamarnya.