Chereads / Terjebak Pernikahan yang Salah / Chapter 46 - Kedatangan Selina

Chapter 46 - Kedatangan Selina

"Syukurlah, kalau dia mau ke sini," jawab Pak Andi dengan senyum.

Mendengar percakapan orang tuanya, Rania penasaran kemudian mendekati mereka. Penasaran dengan gadis bernama Selina itu.

"Ma, memang Selina itu siapa, sih?" tanya Rania penasaran.

"Selina itu teman masa kecil kakakmu. Nah, sekarang ternyata dia jadi seorang suster, malah dia yang temenin Mama ke sini. Cantik dan baik sekali orangnya," jawab Bu Regina dengan semringah.

"Loh, bukannya pacar kakak ...."

Bu Regina langsung menutup mulut Rania dengan mengacungkan jari telunjuk. Ia tak ingin Rania menyebutkan nama Fira.

"Selina pokoknya lebih baik, Ra. Mama baru tahu kalau ternyata orang yang tadi kamu maksud itu tidak baik untuk Revan," ujar Bu Regina dengan suara pelan seperti berbisik.

"Tolong jangan kamu bahas lagi, ya." Bu Regina menepuk tangan Rania pelan, gadis itu hanya mengangguk.

Ia tak mengerti apa yang ibunya maksud, karena memang belum pernah bertemu dengan Fira. Ia tahunya hanya sekedar cerita dari kakaknya itu.

Rania diam, dalam ingatannya kini Fira bukanlah orang yang baik untuk kakaknya. Seperti yang tadi ibunya ucapkan. Ia percaya pada ibunya, karena pasti ibunya tahu lebih banyak tentang Fira dan kakaknya.

"Semoga saja Kak Revan bisa segera pulang. Oh ya, Ma, kita bakal pulang ke Indonesia?" tanya Rania karena ia tahu kalau Fira juga berada tak jauh dari rumah mereka di Indonesia.

"Itu yang Mama bingungkan, Sayang. Mama takut Revan kembali salah jalan," jawab Bu Regina dengan berbisik dan tanpa menyebutkan nama Fira sedikitpun.

Sepertinya ia sudah tak ingin lagi menyebut nama itu apalagi mengenalnya. Meskipun tahu, bagaimanapun juga Fira adalah adik Revan, yang berarti anaknya juga. Tapi, rasanya terlalu sakit untuk menerima kenyataan itu.

Ia juga merasa tak sanggup untuk kembali menerima keluarga Adiyaksa menjadi bagian hidupnya.

"Sayang, kita cari makan siang dulu, yuk," ajak Bu Regina pada anak gadisnya itu.

"Oke, Ma." Mereka kemudian bangkit dari duduk dan berjalan keluar rumah sakit.

Mencari makanan untuk dimakan siang ini. Penjaja makanan seperti biasa berjajar dengan aneka hidangan yang ditawarkan.

"Kita mau makan apa, ma?" tanya Rania pada ibunya.

"Kamu maunya apa? Mama ikut kamu aja, deh," jawab Bu Regina.

Mereka berjalan menyusuri trotoar yang dipenuhi pedagang. Hanya saja bedanya disini nampak lebih rapi dan tertata.

"Ma, sebenarnya ada apa dengan Fira?" tanya Rania penasaran.

Setahunnya dari cerita Revan, Fira adalah orang yang baik dan cantik.

"Pokoknya dia itu tidak baik untuk kakakmu. Apalagi berasal dari keluarga Adiyaksa, keluarga yang telah menyakiti hati Mama dulu," tutur Bu Regina.

Ia enggan menceritakan masa lalunya kepada anak-anaknya. Tak ingin kedua anaknya tahu betapa sakitnya dulu dirinya ketika dicampakkan oleh keluarga Adiyaksa yang sombong itu.

"Memang Mama punya masalah apa dengan keluarga Adiyaksa?" cecar Rania yang penasaran dengan masa lalu ibunya.

"Tidak apa-apa. Hanya saja dulu ketika ibu dan ayahmu belum memiliki apa-apa, mereka begitu sombong sampai mengusir ibu dari rumahnya," jawab Bu Regina tanpa mau memperjelas lagi apa yang terjadi pada masa lalunya.

"Cukup sudah, Mama tak ingin mengenang lagi masa itu. Terlalu menyakitkan untuk Mama," lanjut Bu Regina sendu.

Rania mengangguk, ia tak tahu semua masa lalu itu. Hanya saja ia melihat rasa sakit yang teramat sangat dalam nada bicara ibunya. Rania berjanji akan sekuat tenaga memisahkan Revan dan Fira.

Mereka kemudian memasuki sebuah rumah makan. Di sana menyediakan makanan khas Indonesia. Rania memilih beberapa menu untuk makan siang mereka kali ini. Setelah selesai membeli makanan dan membayarnya, mereka kembali melangkahkan kaki ke ruangan Revan dirawat.

"Ma, bagaimana kalau Revan melihat foto-fotonya bersama Fira di ponselnya?" tanya Rania.

Sebenarnya ia ingin mengusulkan untuk mengganti ponsel Revan. Ia juga akan menghapus semua kenang-kenangan soal Fira dari akun-akun sosial media kakaknya.

"Kamu tolong urus itu, ya. Mama percaya pada kamu," ucap Bu Regina pada anak gadisnya itu.

"Oke, Ma, di mana ponsel Kak Revan sekarang?" tanya Rania lagi.

"Ada, sudah Mama amankan di tas," jawab Bu Regina pada anaknya sambil tersenyum.

Saat memasuki ruangan rawat rupanya Revan sedang duduk bersandar di tempat tidurnya.

"Memangnya aku punya pacar, ya, Pa?" tanya Revan pada Pak Andi.

Bu Regina yang baru saja masuk ke kamar kaget ketika mendengar pertanyaan tersebut. Pun dengan Rania yang juga tahu soal ibunya yang tak menyetujui hubungan Revan dan Fira.

"Belum, Sayang. Kamu itu terlalu fokus kerja jadi belum punya pacar. Tapi, kamu mencintai seorang gadis bernama Selina, dia yang memberi penghapus itu padamu ketika kecil," tutur Bu Regina menjawab pertanyaan Revan.

"Begitu, ya, Ma. Lalu, kenapa dia belum datang ke mari? Sejak aku sadar aku tak melihatnya?" tanya Revan heran.

"Kalian belum jadian, ditambah lagi kesibukan Selina sebagai perawat di salah satu rumah sakit. Dia pasti sangat sibuk, tapi katanya dia akan menyempatkan waktu untuk ke sini secepatnya," jawab Bu Regina dengan sangat tenang untuk meyakinkan anaknya.

"Begitu, ya, Ma. Baiklah," ucap Revan pendek.

"Iya, semoga saja besok dia bisa datang, ya," ujar Bu Regina sambil tersenyum.

Revan mengangguk, masih bingung dan penasaran dengan sosok gadis yang dicintainya tersebut.

Setelah mendapat telepon dari Bu Regina, Selina segera memesan tiket pesawat untuk besok. Hari ini ia akan menuntaskan semua tugasnya yang dikerjakannya di waktu cuti.

"Apa Revan masih mengenaliku, ya?" gumam Selina pelan.

Ia kini sedang duduk di kamar sambil menatap layar laptop miliknya. Banyak tugas yang mesti dikerjakan tapi sepertinya hanya bayangan Revan yang ada dihadapannya.

Saat kembali melihat Revan dan kehangatan Bu Regina. Entah mengapa ada sesuatu yang aneh bergelenyar di hati Selina. Padahal ia tak begitu berharap untuk bertemu Revan kembali.

Setahun yang lalu, ia baru saja putus dari kekasihnya dan tak jadi menikah. Kekasihnya memiliki wanita idaman lain selain dirinya, maka dari itu itu Selina lebih memilih mundur dan hidup sendiri.

Rupanya kini takdir mempertemukannya dengan Revan. Teman masa kecil dulu ketika mereka masih bertetangga.

'Aku tahu masa kecil Revan. Apa mungkin, ya, kalau kita bisa bersama. Pasti lucu ketika mengenang masa kecil,' gumam Selina dalam hati sambil tersenyum-senyum.

"Lama tak menelpon, Mama," ucapnya pelan kemudian mengambil ponselnya, untuk menghubungi ibunya yang berada di desa di Singapura.

"Halo, Ma, apa kabar?" tanya Selina dengan nada ceria.

"Halo, Sayang. Sepertinya ada yang sedang bahagia di sini. Ada apa?" tanya Bu Rosma, ibunya.

"Biasa aja, kok, Ma. Aku besok mau ke Singapura lagi," jawab Selina.

"Lo, kok, enggak biasanya. Baru juga kemarin, apa jangan-jangan mau menjenguk Revan, ya?" tebak Bu Rosma.

"Mama tahu aja, tadi Tante Regina nelepon aku dan minta aku menjenguk Revan," jawab Selina dengan senyum mengembang.