Chereads / Berlian Dalam Sangkar Emas / Chapter 9 - Wanita Kotor Dan Penuh Kekurangan

Chapter 9 - Wanita Kotor Dan Penuh Kekurangan

Jantung Berlian berdegup sangat kencang ketika sentuhan lembut punggung tangan Chiaki terasa membelai pipinya. Dengan gerakan refleks dia memejamkan matanya ketika hembusan nafas hangat beraroma mint menyapu permukaan wajahnya. Degup jantungnya semakin tak menentu membuat Berlian gelisah dalam duduknya.

"Katakan!"

Berlian memundurkan kepalanya seraya berkata, "Apa yang kau inginkan, Tuan?"

Perlahan dia membuka mata saat Chiaki menjauhkan tangan dari wajahnya.

Pria itu tampak berpikir sejenak, lantas menyeringai misterius.

"Sebagai suami yang baik, tentu aku harus membahagiakan istriku. Jika kebahagiaanmu itu dengan terwujudnya impianmu, maka aku akan mewujudkannya, tapi ... kau pun sebagai seorang istri yang baik harus memberikan hak-ku sebagai suamimu. Kau mengerti maksudku?"

Berlian mengerjapkan matanya dengan tampang polos. Dia tidak bodoh untuk mengerti ke mana arah pembicaraan mereka. Memang sudah seharusnya mereka melakukan hal itu saat malam pertama juga setelah mereka berumah tangga, namun hal itu terjadi bila mereka menikah berlandaskan cinta bukan keterpaksaan dari sebelah pihak.

"Berikan aku waktu untuk memikirkan hal ini, Tuan."

Setelah pembicaraannya dengan Berlian berakhir, Chiaki langsung pergi ke suatu tempat. Dia memasuki sebuah bangunan yang tak kalah megah dengan tempat tinggalnya. Itu adalah kediaman

"Mommy," sapa Chiaki dengan hangat.

Wanita paruh baya yang sedang duduk sembari membaca majalah fashion di sofa ruang tengah menoleh ke arah Chiaki seraya melemparkan senyuman teduh. Dia melipat majalah di pangkuannya, lantas melambaikan tangannya.

"Kemari, Nak!" Mio- ibunda Chiaki melambaikan tangannya.

Chiaki mengangguk seraya melangkah mendekati ibunya, lantas memberikan kecupan lembut di keningnya.

"Di mana daddy?" tanyanya. Dia menghempaskan bokongnya di samping Mio.

"Daddy pergi ke perusahaan."

Chiaki menggangguk-anggukkan kepalanya seraya berbaring dengan posisi kepala berada di pangkuan ibunya.

Mio mengelus surai hitam putranya dengan penuh kasih sayang. "Kenapa kau melarang kami untuk datang ke pesta pernikahanmu?" tanyanya.

Chiaki memejamkan matanya, meresapi kenyamanan yang diberikan ibunya. "Untuk apa, Mom? Itu hanya pesta pernikahan yang gagal, aku tidak ingin kalian menghabiskan waktu dengan percuma."

"Padahal aku ingin mengetahui siapa wanita yang menjadi pengantin penggantinya," keluh Mio.

"Hanya wanita biasa yang penuh dengan kekurangan," ungkap Chiaki dengan enggan.

Terlalu malas untuknya membahas Berlian yang sama sekali tidak ada yang bisa diunggulkan olehnya di depan kedua orang tuanya. Baginya, Berlian hanya wanita kotor yang tak pantas mendapatkan pengakuan dari kedua orang tuanya.

"Apa itu berarti dia jelek?" tanya Mio menebak.

"Ck. Mom, come on! Aku tidak mungkin memilih wanita buruk rupa untuk bersanding denganku di pelaminan. Apa kata dunia bila seorang Chiaki Night menikah dengan wanita seperti itu?" Chiaki mengomel tak terima dengan perkataan Mio.

"Lalu, apa kekurangannya sehingga dia tak pantas untuk bertemu dengan kami?" tanya Mio penuh kesabaran.

Sejujurnya dia sangat penasaran dengan sosok menantunya yang masih disembunyikan jati dirinya oleh Chiaki. Semua media yang memberitakan pernikahan mereka menyamarkan wajah Berlian dengan alasan pengantin wanita tidak ingin mempublikasikan jati dirinya. Pada faktanya semua itu hanya akal-akalan Chiaki saja.

Chiaki mendongakkan wajahnya. "Kenapa Mommy begitu penasaran dengannya?"

Mio tersenyum maklum. "Sebagai seorang ibu juga mertua, tentu saja aku ingin mengetahui wanita mana yang beruntung mendapatkan putraku yang sangat tampan ini."

"Kami akan segera bercerai secepatnya!" tandas Chiaki.

"Chiaki ... mommy tahu kau sudah besar dan dewasa. Kau bisa menentukan jalan hidupmu sendiri tanpa campur tangan kami sebagai orang tua, tapi sebagai orang tuamu mommy wajib memberitahumu bila kau sudah salah arah, Nak. Pernikahan bukan sesuatu yang bisa kau permainkan sesuka hatimu. Pernikahan itu suatu janji yang sakral di depan Tuhan. Ada baiknya kau mulai membuka hati untuk istrimu. Lupakan Chloe!"

"Tidak semudah itu, Mom. Mommy tidak mengerti bagaimana hubungan kami selama ini terjalin begitu baik," decak Chiaki tak terima.

"Tapi, seharusnya kejadian ini membuatmu sadar, Nak. Chloe bukan wanita yang tepat untukmu. Tuhan sudah memperlihatkannya padamu. Tuhan membiarkan dia pergi dan menggantikannya dengan wanita yang tepat."

Mio dengan penuh kesabaran memberikan nasihat pada putra semata wayangnya. Dia tidak ingin suatu saat nanti Chiaki menyesali yang sudah terjadi. Hukum karma pasti ada! Dan Mio tidak ingin Chiaki mendapatkan karma yang lebih menyakitkan atas apa yang telah diperbuatnya hari ini.

"Sudah aku beritahu dari awal, jangan pernah berhubungan dengan wanita itu! Kau masih saja membangkang!"

Suara Chiko Night- ayah Chiaki terdengar begitu berat dan penuh wibawa.

Chiaki sontak beranjak dari posisinya, duduk dengan membuang wajah kesal.

"Semua ini karena Daddy yang selalu mendesak ku untuk menikah cepat! Chloe belum siap untuk menikah, dia masih ingin mengejar kariernya."

Chiko menghempaskan bokongnya di sofa tunggal sembari mengendurkan dasinya.

"Percuma aku berbicara sampai berbusa, kau akan tetap membelanya! Seharusnya kau bisa melupakan wanita itu dan memulai hidup yang baru dengan istrimu. Aku pikir ... setidaknya dia lebih baik daripada Chloe. Dia mungkin bisa menjadi istri serta ibu yang baik untuk anak kalian kelak."

"Daddy belum mengenalnya!"

Chiko mengangkat kedua bahunya. "Aku memang belum melihat dan mengenal menantuku dengan baik, tapi feeling-ku mengatakan bila dia wanita yang tepat untukmu!"

Mio mengusap bahu Chiaki dengan lembut. "

'Cih! Kalian belum tahu saja dari mana aku membawanya! Andaikan kalian tahu wanita seperti apa Berlian, apa kalian masih bisa berbicara seperti ini?' batin Chiaki.

***

Berlian tengah duduk termenung sendirian di depan jendela. Dia masih memikirkan tawaran Chiaki beberapa jam yang lalu. Sebenarnya tawaran itu bisa diterima olehnya tanpa berpikir panjang, akan tetapi itu sama saja dia menjual harga diri serta kehormatannya demi impiannya.

Sesuatu yang diawali dengan buruk, tidak akan menghasilkan sesuatu yang baik!

Tok! Tok!

Suara ketukan di pintu membuat Berlian terbangun dari lamunannya. Dia beranjak dari duduknya untuk membuka pintu.

Klak!

Ben berdiri di depan pintu seraya membungkukkan tubuhnya dengan hormat.

"Selamat malam, Nona."

Berlian mengangguk. "Ada apa?" tanyanya. Ekor matanya melirik pada dua wanita yang berdiri di belakang tubuh Ben.

"Ada titipan dari tuan." Ben memberikan paper bag kecil pada Berlian.

"Ponsel?" tanya Berlian pasca melihat isi dari paper bag tersebut.

Ben mengangguk. "Ya, tuan meminta Anda untuk mulai menggunakan kembali ponsel agar memudahkan komunikasi dengan beliau. Dan lagi, seperti perintah tuan Chiaki, saya membawakan dua kandidat untuk menjadi asisten pribadi Anda, Nona. Anda bisa menyeleksi keduanya hingga memilih salah satu diantara mereka."

Berlian melenguh berat. Sungguh dirinya tidak berminat untuk itu. Saat ini suasana hatinya sedang tidak baik.

"Maaf, Tuan. Tapi, bisakah kau saja yang memilihkan satu untukku?"

"Tapi, Non--"

"Aku percaya pada pilihanmu, Tuan. Kalo begitu aku kembali masuk. Selamat malam," ucap Berlian.

Ben terpaksa mengangguk seraya membungkukkan tubuhnya. "Ya, selamat malam, Nona. Selamat beristirahat."

Berlian menutup kembali pintu kamar, lantas melangkahkan kakinya ke ranjang. Dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, menatap langit-langit kamar dengan mendesah besar.

"Untuk apa aku memiliki asisten pribadi? Rasanya percuma bila setiap hari aku habiskan di dalam ruangan ini," keluhnya.