Chapter 41 - BAB 41

"Tenang." Kata Ayah lembut.

"Dokter bilang aku sudah bisa bangun." Aku mengingatkannya dengan lembut sambil menatapnya.

Ketika dokter datang untuk berbicara dengan ku, dia mengatakan tidak apa-apa bagi ku untuk bergerak selama tidak melakukan sesuatu yang berat. Aku telah bangun dan pergi ke kamar mandi sendiri dengan hanya sedikit rasa sakit di perut ku. Tapi bukan berarti aku tidak kesakitan. Hatiku sakit sekali. Dokter menjelaskan bahwa aku hamil sekitar enam minggu dan bayi itu tumbuh di dalam tuba falopi kiri ku yang pecah. Operasi yang mereka lakukan melepas tabung kiri sepenuhnya, hanya menyisakan satu untuk ku, yang dia jelaskan akan membuat kehamilan di masa depan sedikit lebih sulit, tetapi bukannya tidak mungkin.

"Bayi."

Satu kata itu membuat pikiranku keluar dari lamunan dan tangan ayah bergerak ke siku untuk membantu ku berdiri. Sambil mengangkat kakiku, aku berjalan perlahan melintasi ruang yang memisahkanku dari Rain, mata kami tidak pernah meninggalkan satu sama lain. "Sial sayang." Dia menjangkau ku dengan tangan kirinya ketika aku sudah dekat.

"Tolong hati-hati." Aku memegang tangannya dan menariknya ke dadaku.

"Kemarilah." Tuntutnya lembut, menyelipkan tangannya di punggung ku, menarik aku lebih dekat dan membuktikan bahwa bahkan luka peluru tidak akan menghentikan cara memerintahnya.

"Kita akan keluar sebentar lagi." Kata ayah dari belakangku, tapi aku tidak menoleh untuk melihat dia atau ibuku saat aku mendengar mereka bergerak atau ketika pintu ditutup beberapa detik kemudian.

"Aku sangat takut." Bisikku setelah sekian lama mataku menatapnya dengan berbagai mesin yang terhubung dengannya.

"Aku perlu memelukmu. Naik ke sini bersamaku." Dia berlari cepat, dan aku tahu aku harus protes, tapi aku butuh sentuhannya sekarang. Aku harus berada dalam pelukannya, di mana aku merasa aman, di mana dunia luar kita tidak ada. "Berhati-hatilah dengan infus di tanganmu." Aku naik ke tempat tidur bersamanya dan menyelipkan diri ke sisinya. "Tolong jangan menangis." bisiknya, dan aku menggerakkan tangan ke wajahku, jari-jariku terasa basah saat melakukannya. "Aku sangat menyesal sayang, sangat menyesal." Katanya, dan aku tahu dia tidak berbicara tentang tertembak, tapi tentang bayinya.

"Aku juga." Aku mendekatinya, menekan wajahku ke lehernya.

"Maaf aku tidak ada di sini untukmu."

"Kamu jangan ngomong begitu, kamu masih hidup." Aku menelan gelombang air mata baru, mengangkat kepalaku dari lehernya untuk melihatnya, menyadari wajahnya mencubit kesakitan. "Seberapa parah sakitnya? Apakah Kamu membutuhkan dokter?" Tanyaku lembut mencoba beranjak dari tempat tidur.

"Tidak, tetaplah di sini." Dia menarikku kembali padanya, meringis saat dia melakukannya. "Aku kawatir dengan keadaanmu. Aku merasa kamu kesakitan karena aku bangun dan aku tidak akan membuatmu sakit lagi."

"Kamu yakin kamu baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja sayang." Aku dirawat sekitar tiga minggu, tapi aku baik-baik saja. Dokter bahkan mengatakan aku orang yang beruntung."

"Aku pikir Kamu…"

"Ssst, aku baik-baik saja. Seminggu lagi kita akan pulang."

Berjuang untuk tetap diam dan tidak mengungkitnya, tapi belum dan aku masih bertanya. "Siapa yang menembak kita?" Ya, ada orang lain di luar klub, tapi semua peluru itu ditujukan ke arah kami. Tidak ada yang terluka selain Rain, tidak satu orang pun.

"Kamu tidak perlu khawatir tentang itu sekarang. Klub ditutup untuk saat ini. Jack, Larry, dan Zio akan melakukan pengamanan untuk kita selama kita di rumah."

"Mereka mau berjaga? Ehm Jangan tersinggung, tapi apa....."

"Kami ada operasi khusus. Aku percaya kepada mereka." Dia memotong kataa-kataku. "Aku tahu mereka. Aku tahu mereka peduli padamu, dan mereka adalah satu-satunya orang di sini sekarang yang aku tahu akan menyerahkan nyawanya untukmu."

"Jangan katakan itu." Aku memejamkan mata. Aku tidak ingin melihat orang lain yang aku sayangi terluka. "Kamu berada di atas ku ketika ditembak. Aku tahu peluru itu mungkin saja mengenai ku, dan aku mengetahui hal itu tidak membuat aku merasa lebih baik. Aku tidak ingin salah satu dari mereka terluka."

"Bayi." Dia menarikku dengan lembut sampai aku menekannya lebih erat. "Jangan pikirkan itu sekarang. Kamu perlu beristirahat."

"Kamu yang perlu istirahat." Gumamku, dan aku mendengar senyum dalam suaranya ketika dia balas bergumam. "Ayo kita istirahat berdua."

"Kamu masih sangat suka memerintah."

"Istirahat Sesil."

"Baik." Aku menghela nafas, dengan hati-hati meletakkan tanganku di atas perutnya, berpikir aku akan bosan jika dia tidak benar-benar Rain. Dan dengan itu, aku tertidur dalam pelukannya yang sekarang lebih kuketahui akan selalu membuatku aman.

................

Aku merasakan Rain di depanku, dadaku ditekan erat ke punggungnya. Lenganku menutupi perutnya, dan kakiku didorong di antara kakinya. Dia berguling ke arahku, menyadari lingkaran hitam di bawah mataku perlahan menghilang. Ketika kami di rumah sakit, aku menemani nya setiap malam, bahkan setelah dia mengatakan kepadaku bahwa aku harus pulang dan beristirahat. Jenis istirahat yang tidak bisa Kalian dapatkan di rumah sakit karena ada seseorang yang masuk ke kamar setiap jam. Ini sungguh menjengkelkan dan pastinya sangat mengganggu. Aku tidak setuju dengan kata-katanya dan bersikeras aku akan tetap tinggal dengan nya.

Dia mengetahui kalau aku tidak akan memenangkan pertarungan, aku meminta perawat mendorong tempat tidurku ke dekat Rain sehingga dia bisa tidur di dekat ku, tetapi aku tidak akan mengganggunya. Namun aku selalu terbangun setiap kali seseorang membuka pintu, dan aku tidak tidur lagi sampai mereka selesai memeriksa nya dan mengatakan kepadaku bahwa dia baik-baik saja. Bahkan sekarang, dua minggu setelah mereka membebaskan nya untuk pulang, aku masih bangun hampir sesering ketika perawat datang untuk memeriksa nya. Setiap malam dia bangun untuk menemukanku dengan tanganku ke dada nya atau jari-jari ku di pergelangan tangannya, mengukur denyut nadi nya secara harfiah. Rain tahu dia akan terguncang untuk beberapa saat atas apa yang terjadi, tetapi dia tidak ingin terus memikirkannya, terutama ketika aku kehilangan bayi kami pada malam yang sama dan tidak benar-benar memiliki kesempatan untuk memprosesnya kembali.

Dia bahkan belum punya waktu untuk membuatnya lagi. Rain hanya tahu, saat sekarang ada rasa sakit di dada nya yang tidak ada sebelumnya. Rasa sakit yang dia tahu akan dia alami selama sisa hidup nya. Karena Aku dan Rain tahu tentang bayi itu, dan dia masih milik kita. Masih merupakan sesuatu yang telah kami ciptakan bersama, bagian dari diri kami yang sekarang telah hilang.

Dia membungkus lekuk pinggangku dengan tangannya. Dia dengan hati-hati menarik ku lebih dekat agar dia tidak membangunkanku lalu meletakkan dagunya di atas kepalaku seraya memejamkan mata. Ken dan Kyle akan mengunjungi kota besok malam, lalu kami akan pindah ke tempat Kyle sampai semuanya beres dan kami mencari tahu dengan tepat apa langkah selanjutnya yang harus kami lakukan. Mereka akan muncul setelah Rain tertembak, tetapi dia mengatakan kepada mereka untuk tetap diam. Rain tidak ingin mengirim sinyal kepada Paul dan tahu Rain butuh waktu yang lama untuk pulih.