Lift berbunyi. Aku masuk, menekan tombol "tutup pintu", dan menekan nomor 23. Lalu aku bersandar ke sudut kotak berlapis emas dan menutup mataku.
Ada bagian dari diriku yang membencinya yaitu aku masih merasa begitu padanya, bahwa waktu dan keadaan belum memadamkan perasaan ini. Aku telah melihat terapis, analis, dan penyembuh. Itu kurangnya penutupan, kataku pada diri sendiri saat aku mengunyah bibir bawahku. Itu adalah Central Park dan menemukan bahwa eksposur singkat padanya masih bisa menerangi aku seperti korek api. Itu adalah ketidakberdayaan yang aku rasakan saat itu. Siapa yang menyukainya? Cinta itu buruk. Bahkan cinta yang tercemar dapat kembali dari kematian dan menebasmu.
Aku melamun ketika lift itu tiba-tiba berhenti. Aku melangkah ke taman atap gedung dengan perasaan berat. Aku ingat malam itu di atap gedung lama aku. Betapa aku menunggunya di sana setelah panggilan tak terduga itu, lalu dia melangkah keluar, dan dia terluka. Karena ayahnya menyerangnya.
