Flashback off satu tahun yang lalu.
Siang itu pemuda keren menaiki motor dengan kecepatan tinggi, tiba-tiba ada sepeda montor keluar dari gerbang, di sebelah kanannya.
"Brueoaak!"
Suara kecelakaan yang menggema dan sangat mengejutkan. Keduanya tak sadarkan diri, bahkan pemuda yang tadi ditabraknya mengeluarkan darah sangat banyak.
Azka namanya, dia dalam keadaan koma.
Walau bergelimang harta, dia adalah pria kesepian. Perpisahan kedua orang tuanya menjadikan dia pemuda yang urakan, dan hidup bebas.
Ayahnya hidup di Bogor dan Ibunya hidup di Paris Prancis. Dia pemuda tampan kaya raya pembantunya ada sembilan orang, dan tukang rumputnya ada lima, Azka menganggap semua keluarga, Azka makan bersama pegawainya, Azka juga bukan laki-laki yang sombong.
Flashback on, setelah tiga bulan berlalu, Azka terbangun dari komanya.
"Bik ... Miah," panggil Azka dengan suara pelan dan lemas, ke pembantu yang merawat Azka dari bayi.
"Iya den. Orang-orang ... aden sadar ..." teriak Bik Miah kegirangan sampai lupa itu rumah sakit lima orang masuk sekaligus.
"Syuut, jangan masuk semua, nggak cukup!" ucap Azka, yang masih sedikit lemas dan pucat.
"Sangking senengnya den, nggak
semua den, cuma sepuluh," jelas Bik Miah.
"Saya mau istrirahat dulu, salam buat semua saya rindu," kata Azka lalu memejamkan mata, wajahnya masih terlihat pucat.
'Walau bukan keluarga, tapi aku menyayangi mereka, mereka adalah kebahagiaanku, yang membuat aku bertahan selama ini. Mami ku tak pernah peduli dengan ku, dalam keadaan seperti ini pun, dia tidak menjengukku, kasihan anak malang ini.'
Dua hari kemudian Azka sudah boleh pulang, menatap rumah megahnya seluas empat hektare.
'Jika tidak ada mereka, aku sangat kesepian,' batin Azka dengan melihat haru para pegawainya.
"Pak Ahmad cari tau, siapa yang tabrakan dengan saya, saya merasa tidak enak," suruh Azka, kepada suami Miah yang bertubuh gendut dan berkumis tebal.
"Asiap Den!" kata pak Ahmad.
Azka berjalan pelan di tuntun pak Ali, supir Ayah Azka dulu, berbadan cungkring dan berkumis.
"Maaf pak Ali saya merepotkan." Ujar Azka. Walau seperti itu Azka menghormati semua pegawai nya.
"Tidak Den ..." jawab Ali
"Apa tak ada kabar, Ayah dan Mami?" tanya Azka sok acuh namun terlihat menderita.
Ali malah menangis "Tidak ... Den hiks."
"Yang sabar ya pak Ali, memang begitu, Ayah dan Mami," tenang Azka, Ali malah tambah menangis, karena kasihan kepada Azka.
"Heh... Kasian," kata Azka tersenyum remeh sambil duduk.
"Bagaimana bisa anak koma nggak di tunggu, jenguk juga enggak!!" Azka mengrutu.
Kekayaan Azka dari orang tuanya, sejak Azka umur delapan tahun, keduanya bercerai dan mementingkan uang dan harta, dan kebahagiaannya masing-masing.
Azka terbiasa hidup mandiri sejak umur delapan tahun, setelah Maminya meninggalkannya, dan hanya mengirim uang.
Ayahnya menikah lagi, ketika umur Azka lima belas tahun, dan tiada kabar sampai sekarang dua puluh enam tahun.
Hiburanya, ke diskotik, dugem, mabuk, adalah kebiasaan Azka.
bercanda dengan para pegawainya, sekolah sering bolos, kuliah tak lulus-lulus, karena sering tidak masuk.
'Aku mencari sesuatu, tapi tidak tahu apa? Aku gelisah dan aku hampa, pria kesepian yang malang," batin Azka.
"Den ...." teriak pak Ahmad dengan nafas tersengal-sengal.
"Bagaimana pak?" tanya Azka.
"Orang yang kecelakaan sama den Azka wafat!" kata pak Ahmad.
"Ini semua kecerobohan ku, bodohnya aku ...." gumam Azka terlihat menyesali kecelakaan itu sambil memijat keningnya.
"Ada keluarganya?" tanya Azka penasran dan wajahnya terlihat sangat merasa bersalah.
"Aden kecelakaan di depan rumah kekasih nya, dan kekasihnya mengajar
di TK depan, dia bernama Adiba," jelas pak Ahmad.
"Makasih, pak! Panggil semua, ayo makan bersama, aku rindu moment bersama kalian."
Kebahagiaan Azka bersama para ART, mereka makan bersama.