Chapter 2 - 2

Jam 17.00 akhirnya Kak Dika pulang, dengan wajah tegang dia masuk ke rumah tanpa bicara sedikitpun.

Dia menarik nafas panjang setelah menemukan ponselnya di meja makan.

"Ada apa Kak, kok tegang gitu mukanya?"

Tanyaku saat ia sudah duduk di kursi, sambil memeriksa keadaan ponselnya.

"Dek apa tadi kamu membuka ponsel Kakak?"

ucapnya gugup.

"Tidak, emang ada apa Kak, Kok nanyanya gitu, Kakak menyembunyikan sesuatu dari aku?"

Tanyaku, yang membuatnya semakin gelagapan.

Dan yang seperti ini yang paling aku suka, kalau Kak Dika sudah seperti itu, berlari dia sedang berbohong dan menyembunyikan sesuatu yang besar dariku.

"Tidak sayang, aku cuma panik, aku kira ponselnya hilang!"

Ucapnya sambil terkekeh garing.

Dasar pembual, kentara sekali kalau dia sedang bersandiwara di depanku.

"Ok aku jabani!"

batinku.

"Kalau begitu aku mandi dulu ya sayang!"

ucapnya sambil memegang pundak ku, sambil berlalu.

Ponselku tiba tiba bergetar, sengaja aku silent agar Kak Dia tidak mengetahui saat ada pemberitahuan dari pihak Novel online saat dia berada di rumah.

Dan benar saja, sungguh menakjubkan sebuah angka nominal yang sangat besar buat aku si misquin ini.

Bayangkan 25 juta sudah masuk di saldo aku, mumpung Kak Dika masih mandi, segera kutransfer uang tersebut ke dalam rekening pribadiku.

Setelah semua beres, kuhapus semua kembali, agar tidak meninggalkan jejak yang bisa memancing jiwa kepo suamiku itu.

Saat dia keluar kulihat dia bersenandung ria, tampaknya sangat bahagia di atas penderitaanmi dan bayiku.

"Kak, kita keluar jalan jalan yuk, udah lama kita tidak pernah keluar bareng!"

ucapku mulai memancing reaksinya.

Sesaat dia terpaku dan berpikir, lalu kemudian menatapku.

"Dek, aku sangat ingin membahagiakanmu, tapi kali lihat sendiri keadaan Kakak sekarang ini, kalau kita keluar jalan jalan akan habis berapa ratus ribu uang kita, kalau aku bangkrut kamu dan anak kita makan apa?"

Ucapnya berusaha menjelaskan kebohongannya.

"Kalau gitu aku minta uang pembeli daster dan skincare aja Kak, lihat dasterku udah lusuh dengan jahitan dimana mana, mukaku juga sama lusuhnya dengan daster ini!"

ucapku pura pura merajuk, ingin melihat bagaimana perasaan pria ini terhadapku.

Kalau dia memang pria sejati, dan suami idaman buatku, dia tidak akan tega melihatku seperti gembel begini, sementara dengan koleksi pakaian yang selalu tampil memukau, dengan alasan itu resiko penjual, harus tampil keren dulu, Dimata pembeli, barulah jualannya bisa dilirik.

Akal akalannya benar benar membuatku muak, ingin rasanya ku jotos mulutnya yang lemes itu.

"Dek, jangan selalu melihat ke atas, tundukkan pandanganmu, agar senantiasa tidak mengikuti gaya hidup orang yang diatas kita!"

Ucapnya kembali dengan lagaknya yang sok alim, benar benar membuatku muak.

Habis memakai pakaiannya, tiba tiba ponselnya berdering, karena berada tidak jauh dari tempatku duduk dengan cepat segera kuangkat dan ku aktifkan loud speakernya.

"Halo Dik....

Makasih ya uang tujuh juta lima ratus yang kamu kirim tadi pagi, tapi sekarang kakak dan adik-adik kamu pengen keluar jalan jalan, katanya mau rental mobil, kamu kesini anterin mereka sekalian bayar rental mobilnya, terus sekalian bayarin kalau mereka mau belanja atau makan!

kamu denger kan?"

Ucap wanita yang tak lain adalah Ibu dari Kak Dika, yakni mertuaku tersayang.

Wajah Kak Dika puas seketika, dia menatapku panik, tapi hanya sementara setelah itu dia kembali menatapku tajam.

Aku hanya diam tak merespon, dia meraih ponselnya dan mematikan panggilan Ibunya.

"Jadi ini yang Kakak bilang harus berhemat, dan aku harus menundukkan kepala jangan sampai melihat orang orang di atas aku!"

ucapku tersenyum menyeringai.

Kulihat wajahnya berubah pucat setelah itu, tapi dengan cepat dia meraih tanganku, dan menarikku.

"Seharusnya kamu mengerti, aku adalah anak laki laki yang bertanggung jawab atas keluargaku, jadi jaga sikapmu!"

ucapnya mulai emosi.

Dia seakan mencabik hatiku yang memang sedang terluka, segampang itu aku harus mengerti, sedangkan uang yang dia berikan padaku jauh dari angka uang yang ia gelontorkan untuk keluarga tercintanya.

"Memangnya selama ini aku kurang menjaga sikap ha?"

teriakku lantang, membuat Kak Dika mundur beberapa langkah.

Mungkin karena kaget karena selama ini aku tidak pernah kasar sebelumnya, tapi ucapannya barusan membuat jiwa premanku meledak ledak dari dalam sanubari ku.

"Iya aku tahu dek, karena itu juga aku sangat mencintaimu, karena kamu tidak pernah macam macam ataupun muluk muluk sama Kakak!"

Ucapnya seperti semakin merendahkanku.

"Ok, silahkan Kakak pergi bawa keluarga kakak jalan jalan, sekalian rentalkan mobil buat mereka!"

Ucapku lalu masuk ke kamar kami, kuhempaskan pintu sampai suaranya nyaring terdengar.

Kupeluk bayi mungilku yang kini sedang bermain, dan sedang tengkurap di kasur, sesekali terdengar suaranya berceloteh.

"Kalaupun ada yang harus pergi, yang jelas bukan aku, karena rumah ini adalah rumah pemberian orang tuaku, dan jelas jelas atas namaku di surat suratnya!"

Batinku.

Tak kudengar lagi suara di luar, menandakan suami brengsekku itu telah pergi untuk membawa keluarganya jalan jalan.

Aku mencoba membuka media sosial milikku, kulihat di media sosial yang berlambang huruf F, Kak Fika Kakak Iparku sedang memamerkan kegiatan jalan jalan sore mereka.

Hatiku teriris pilu, kala melihat suamiku memanjakan mereka dengan berbelanja di Mall dan makan di restoran mahal.

"Ya Allah, begitu tidak adilnya suamiku padaku dan anakku!"

Lagi lagi aku bergumam, sakit hati rasanya.

Kulanjutkan mengecek sosial mediaku yang berlambang telpon dan berwarna hijau, lagi lagi hatiku kembali teriris melihat Fina adik Iparku sedang memperlihatkan belanjaannya yang berupa tas mahal, dan sepatu sepatu mahal.

"Ya Allah, aku minta dibeliin daster tapi Kak Dika malah marah marah tidak jelas padaku!"

Aku bangkit dari tempat tidur, kuambil koper yang terbungkus plastik di atas lemari, koper itu masih kelihatan baru, karena Mamaku dulu membelikannya saat aku masih pengantin baru, dan akan pindah ke rumah ini.

Aku tersenyum miris, mau mengambil pakaian yang mana, semua pakaianku sudah tak layak pakai, dengan warna yang sudah pudar.

Tapi aku tetap mengambil beberapa lembar, dan pakaian anakku juga.

Setelah itu, kubawa semua makanan yang tadi aku masak ke pos ronda, dimana bapak bapak disana akan meronda nanti malam, mereka sangat senang saat aku membagikan makanan ala kadarnya.

Setelah itu, aku menuju ke rumah Pak RT, aku berencana menyewakan rumahku bila ada yang berminat, aku meminta bantuan Pak RT, kali kali ada yang mencari.

Setelah selesai aku bergegas pulang, kuganti pakaianku, lebih tepatnya daster tambal tambalku, lalu memakai kemeja dan celana kulot, yang telah usang.

Begitupun dengan Dina putriku, kuganti pakaiannya tak lupa kupakaikan jaket pada putri kecilku itu.

Setelah selesai aku menarik koper keluar dari dalam rumah, sambil menggendong putriku, setelah pintu aku kunci, dan kutitipkan pada pak RT, akhirnya aku pergi melenggang meninggalkan rumahku itu, rumah berjuta kenangan.