Chereads / Roxalen High School / Chapter 14 - Malam di Panggung Roxy Cafe

Chapter 14 - Malam di Panggung Roxy Cafe

"Wow, sudah selesai?" Dara baru selesai mandi dan berdiri di depan lemarinya. Aku mengangguk kikuk. "Berdandanlah setiap hari, kau manis." Dara meyakinkanku. Aku hanya mengangkat bahu, tidak menjamin sarannya bisa kulakukan secara rutin.

Tidak memakan waktu lama sepertiku, Dara langsung bisa menemukan bajunya—dress putih berenda dipadu dengan cardigan rajut putih. Dara berdandan dan menata rambutnya dengan cepat. Ia terlihat sangat ahli.

"Oh, kau membuat penampilanku terlihat menyedihkan, Dara," kataku sambil mengagumi penampilannya. "Apa semua bajumu berwarna putih?"

"Mayoritas." Dara menyengir. "Kau jangan bicara begitu. Lihatlah dirimu dan katakan padaku."

"Apa?"

"Kau berdandan. Untuk siapa?"

"Eh?"

"Kau menyukai Clark?"

Suasana hening sejenak.

"Aku tidak tahu harus tertawa atau bagaimana, Dara, tapi dia hanya temanku."

"Atau Huddwake?"

"Serius, kita bahkan tidak janjian untuk bertemu dengannya." Aku memutar bola mata. "Apa kau sudah selesai? Ayo kita berangkat."

"Saputangan Huddwake sudah kau kembalikan?" Dara mengingatkanku.

Aku menepuk dahi. Ah, baiklah. Aku akan membawanya dan mengembalikannya malam ini jika aku bertemu dengannya.

***

Clark melambaikan tangan padaku dan Dara. Ia duduk di meja yang lumayan dekat dengan panggung. Hatiku rasanya ingin melompat, aku bisa menonton Ivanov dari dekat. Namun panggung masih kosong. Live performance belum dimulai, namun Roxy Café sudah dipadati oleh para siswa.

"Kurasa tadi pagi kau bersama dua temanmu?" Clark mengernyitkan dahi.

"Yeah, Dara dan Daisuke. Yang ini Dara Fiwtriny. Daisuke tidak bisa datang," jelasku panjang lebar. Clark mengangguk-angguk. Dara tersenyum pada Clark kemudian mereka berkenalan.

"Kapan live performance dimulai?" Dara bertanya.

"Biasanya pukul tujuh. Mungkin sebentar lagi mereka datang." Clark mengangkat bahu. "Daripada itu, bagaimana kalau kita pesan makan malam dulu?" Clark menarik sekat berbentuk persegi panjang yang ada di tengah meja. Di dalamnya terdapat layar sentuh yang menampilkan daftar menu Roxy Café. Kami tinggal memilih menu yang diinginkan, menyeretnya ke dalam kolom pesanan, lalu memilih opsi order. Selanjutnya membayar makanan kami di kasir.

Clark memilih omelet telur dan teh susu, hampir mirip menu sarapan—seleranya sungguh unik. Dara memesan salad marmalade dan jus jeruk. Dia bukan vegetarian, hanya berusaha memilih makanan yang baik untuk kulitnya. Sementara aku mendadak ingin makan masakan cina ketika melihat daftar menu, sehingga memilih dim sum dan jus stroberi untuk makan malamku. Benar kata Huddwake, harganya sangat murah.

Mendadak murid-murid di Roxy Café bersorak dan bertepuk tangan. Aku refleks menoleh ke arah sumber keributan itu. Ternyata grup live performance malam sudah datang. Aku bisa melihat Ivanov menenteng gitarnya sambil tersenyum. Ia mengenakan t-shirt putih bermotif dan celana khaki selutut. Sangat simpel dengan sepatu kanvas putih. Ia berjalan melewati meja-meja café bersama grupnya. Menjelang dekat panggung, Ivanov melihatku.

"Kau datang, Serina?" Ivanov menghampiriku.

Aku langsung tergagap. "Uh, yah.."

"Tempat duduk yang bagus." Ivanov menepuk pundakku.

Aku bingung harus menjawab apa. Matilah kalau Dara bisa menangkap kegugupanku di depan Ivanov.

"Kau tidak sedang mengkopi DNA-ku bukan?"

Ivanov tertawa. "Aku hanya perlu mengkopi sekali. Sama saja, walaupun kalau aku harus menirumu sekarang aku harus sedikit berdandan."

Dalam sekejap mukaku terasa panas sekali. Ivanov bahkan tahu aku berdandan? Aku merasa seperti dunia runtuh. Ingin sekali aku pulang kemudian bersembunyi di dalam kloset. Aku tak berani lagi memandang Ivanov. Hancur sudah malamku.

"Hei." Ivanov menelengkan kepala. "Maksudku kau terlihat lebih bagus, Serina."

Mataku mendelik. Tetap saja aku tidak bisa berkata apa-apa. Mendadak jantungku terasa seperti mau meloncat keluar.

"Oke, aku harus mulai menyanyi." Ivanov kembali tersenyum dan melambaikan tangannya padaku.

"Ivanov," tiba-tiba lidahku lancang, berkata tanpa kontrolku. Aku sendiri bingung kenapa aku memanggil Ivanov.

"Sergei." Ivanov mengangkat bahu.

"Ah, baiklah. Sergei, berikan penampilan terbaikmu," aku asal bicara.

"Setiap hari, ma'am." Sergei tersenyum optimis kemudian berbalik naik ke panggung. Ia duduk di depan mikrofon dan mulai mengeluarkan gitarnya.

Dara berdehem, membuatku berjengit kaget.

"Jadi?" Dara mendekatkan wajahnya padaku. "Dia?"

Aku membeku. "Aku hanya fansnya, Dara," aku menemukan jawabanku. "Kau tahu, kan. Bagiamana jika beliebers bertemu dengan Justin Bieber?"

"Oh, jadi semacam itu?" mata Dara membulat.

"Setidaknya aku tidak kelewat histeris."

"Kau berteriak di dalam hati."

Aku langsung tertawa mendengus. Seorang pelayan Roxy Café mengantarkan pesanan kami.

"Kau kenal dengan Sergei Ivanov?" Clark menatapku takjub sambil mulai menyuap sesendok omelet ke dalam mulutnya. "Aku lihat ia menyapamu tadi. Aku menjadi penggemar Ivanov sejak kemarin, jadi jelaskan padaku, Serina."

Sergei membuka live performance dengan menyapa para pengunjung Roxy Café dan melakukan sedikit obrolan ringan. Para murid menyambutnya dengan penuh antusias. Sepertinya Sergei sangat populer.

"Err…hanya kebetulan, Clark. Kami baru berkenalan tadi pagi di auditorium," jelasku pada Clark, mengingatkanku pada kebodohan-kebodohan yang kulakukan tadi pagi. Dan malam ini pun Sergei menangkap ketololanku lagi. Aku melengos mendadak.

"Oh, baiklah. Lain kali kau harus mengenalkanku padanya," ujar Clark dengan mulut penuh makanan.

"Oke."

Suara petikan gitar Sergei mulai terdengar. Aku, Dara, dan Clark langsung fokus ke panggung. Sergei memainkan gitar akustik, sepertinya ia akan melakukan solo. Petikan gitarnya membius seisi Roxy Café. Sergei mulai menyuarakan nada intro, suaranya yang serak basah mengalun merdu. Aku tertegun menatapnya.

Aku terlalu terpesona pada penampilan Sergei. Suara gemuruh tepuk tangan dan siulan menyadarkanku, Sergei sudah menyelesaikan lagunya. Aku dan Clark refleks saling memandang, seakan-akan kami saling memahami sesama fans Sergei. Kami berdua langsung memberikan sorakan terbaik untuk Sergei dengan penuh semangat.

Begitu duduk aku agak kecewa mendapati dim sumku sudah agak dingin. Apa boleh buat, aku akan tetap memakannya. Kalau tidak aku akan kelaparan.

"Dia cukup bagus," Dara berkomentar kemudian menyedot orange juicenya.

Clark melotot. "Tidak cukup, Dara. Sangat."

"Oh, baiklah. Sangat bagus, tapi aku kurang menyukainya," Dara membela diri. Aku tertawa melihat perdebatan Dara dan Clark.

Sergei akan membawakan lagu kedua bersama grupnya. Ia menawarkan kepada para penonton untuk meminta sebuah lagu. Clark segera mengangkat tangannya secepat kilat, tetapi Sergei menunjuk dan mempersilahkan seseorang yang duduk di meja seberang kami. Aku heran siapa yang lebih cepat dari Clark? Kupikir Clark sudah menggunakan kecepatannya. Clark melolong kecewa, ia tidak mendapatkan kesempatan. Katanya, sesi permintaan lagu hanya ada sekali.

"Berharaplah Sergei akan menyanyikan lagumu tanpa kau minta," hiburku.

Clark cemberut. "Siapa cewek disana itu? Dia cepat sekali."

Aku menoleh ke arah yang dimaksud Clark dan hampir tersedak dim sum yang baru kulahap. Ternyata aku mengenalnya. Cewek Huddwake, si Martinez.

"Bukankah itu Huddwake?" Dara mengguncangkan lenganku. Huddwake duduk bersandar di kursi sebelah Martinez. "Siapa cewek itu?"

"Cewek Huddwake, Megan Martinez," aku memberi info.

Dara diam dan mengernyit mengamati Martinez, seperti seorang penilik. Aku tersenyum geli melihat Dara.