Terik matahari menjadi saksi betapa murkanya Farhan kepada sang istri.
Hatinya berkecamuk, batinnya seakan tercambuk.
Lara hati mulai menjadi, kepiluan menambah perih goresan hati yang semakin terpatri.
Kebencian Farhan terhadap sang istri sepertinya akan dimanfaatkan oleh Yana.
"Masuk dulu, yuk…" ajak Yana lagi.
"Nggak usah, Yan. Terima kasih, kami langsung pulang saja," ucap Farhan
"Kalian udah jauh-jauh kesini lho, ayo masuk dulu," rayu Yana.
"Iya, Han. Kita masuk dulu, kita ngobrol-ngobrol dulu sama Yana," saran sang ibu.
Ibunda Farhan terbujuk dengan rayuan manis janda muda itu, sang putra pun mengikuti langkah sang ibu.
"Silahkan masuk," ucap Yana.
Kedua tamunya itu memasuki rumah mewahnya.
"Sebentar, ya. Saya buatkan minum dulu," ucap Yana.
Ibunda Farhan pun menolak, karena takut merepotkan sang pemilik rumah. "Nggak usah, Yan."
"Nggak apa-apa Tante, biar Farhan sama Tante adem dan rileks pikirannya. Yana buatin teh ijo aja ya."