Meski Karina sudah berusaha memberontak agar bisa terlepas dari tarikan mereka, tetap saja tenaga Karina yang terbilang kecil itu tak akan mampu melawan mereka yang jumlahnya banyak dan juga tenaganya jauh lebih besar dari dirinya.
Berapa kali wanita itu sudah beberapa kali berusaha untuk berteriak, berharap jika ada seseorang yang membantunya dalam keadaan sulit seperti ini. Namun, di tempat itu benar-benar sangat sepi sekali. Tak ada satupun orang yang dapat melihatnya di sana.
"Lepaskan aku sekarang juga!" Karina berteriak dengan sangat kencang kepada pria itu. Kini, dia bisa merasakan pergelangan tangannya yang sakit karena cengkraman mereka sangat kuat pada tangannya itu.
Tubuh Karina dipaksa untuk memasuki mobil hitam milik mereka. Karina duduk di sana dengan kedua pria yang ada di sisi kiri dan kanannya. Mereka seolah benar-benar sedang menjaga dirinya agar tak kabur dari sini.
Napas Karina kini sudah terengah-engah. Wanita itu merasakan kelelahan akibat pemberontakan yang baru saja dilakukannya tadi. Kini, dia hanya bisa pasrah dibawa pergi oleh mereka. Dalam hatinya dia hanya bisa berdoa agar bisa selamat dan sesuatu yang buruk, tak terjadi pada dirinya.
Ya, setidaknya itulah yang kini diharapkan oleh dirinya.
Tubuhnya bersandar. Wanita itu melihat ke arah kaca spion. "Mobilku," gumam Karina dengan suara yang sangat lirih sekali.
"Nyonya tenang saja, tim kami akan mengamankan mobil Anda dengan sebaik mungkin."
Karim berdecak pelan mendengar itu. Dia masih merasa kesal dengan para monster yang telah membawanya pergi dari sini dengan paksa. Jika saja dia memiliki kekuatan yang besar, sudah dapat dipastikan kalau mereka akan menerima pukulan yang kuat dari dirinya.
Menunggu beberapa menit di dalam perjalanan itu, Karina hanya bisa berharap kalau mereka cepat sampai di tempat tujuan. Dia benar-benar merasa sangat tak nyaman sekali karena di sekitarnya begitu banyak pria yang selalu menatapnya.
Mereka sungguh mengerikan sekali.
Mobil itu memasuki kompleks perumahan mewah yang cukup terkenal, Karina sangat yakin sekali kalau sebentar lagi mereka akan sampai di tempat tujuan.
Tepat dugaannya, setelah itu mobil memasuki sebuah pekarangan rumah yang tampak sangat mewah. Mata Karina terbuka sempurna melihat rumah itu, tampak seperti sebuah istana yang ada di film animasi Disney kesukaannya.
"He is crazy rich," gumam Karina.
Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan pelan, berusaha mengumpulkan lagi seluruh kesadarannya agar tak terlalu larut pada perasaan terpesona nya pada tempat ini.
Mobil itu berhenti. Kembali, tangan Karina ditarik dengan kuat oleh pria di sana. Wanita itu hanya bisa meringis pelan, semakin dia berusaha untuk terlepas dari cengkraman pria itu, justru rasa sakit yang berlebihan akan didapatkannya lagi, jauh lebih parah.
"Lepaskan, aku bisa berjalan sendiri!" Dengan sekuat tenaga, Karina menyentak tangan nya, hingga cengkraman itu terlepas. "Aku tak akan kabur, aku berjanji!"
Pria itu menatapnya dengan dalam, mungkin sedang mencari letak kejujuran dari dirinya itu. Melihat pria itu menganggukkan kepalanya, Karina benar-benar merasa lega sekali.
Dia pun mengikuti langkah pria itu. Pria yang memang memiliki penampilan paling berbeda diantara yang lainnya. Tampak jauh lebih rapi dari yang lain, wajahnya pun terlihat lebih menyeramkan.
Memasuki rumah itu, pandangan Karina mengedar. Di dalam hatinya, dia berdecak kagum dengan rumah ini. Rumahnya sangat luas sekali. Dinding dilapisi oleh keramik granit warna abu-abu muda. Beberapa lukisan abstrak dilihat olehnya tergantung di tembok juga ada beberapa guci yang menghiasi setiap sisi rumah ini.
Mereka melewati ruang tamu. Ruangan itu tampak modern dengan satu set sofa bewarna putih, juga terdapat sebuah jendela besar yang menunjukkan pemandangan taman.
Pria itu membawa Karina menuju ke sebuah pintu yang akan menembus ke bagian taman. Tamannya sangat luas sekali, begitu banyak bunga-bunga yang menghiasi taman tersebut. Tanahnya pun tampak dilapisi oleh Rumput Swiss yang sangat lembut bila diinjak.
Di beberapa bagian taman terdapat gazebo yang disini oleh satu meja dan dua kursi besi. Karina dibawa menuju ke salah satu gazebo yang dari belakang, dia bisa melihat dengan jelas sosok seorang pria duduk membelakanginya.
Tanpa perlu berpikir panjang lagi, Karina merasa sangat yakin sekali kalau orang itu adalah Jhosua, biang dari segala masalah yang telah menimpanya ini. Wanita itu lantas memutar bola matanya, jika dia tak berada di dalam lingkungan bos dari suaminya itu, sudah dapat dipastikan kalau pria brengsek itu akan mendapatkan pukulan keras dari dirinya.
"Tuan," panggil pria yang menculiknya itu.
Tak berselang lama kemudian, Jhosua langsung menengok ke belakang, melihat Karina dengan senyuman yang tampak sangat manis di wajahnya.
"Kau bisa pergi sekarang!"
Pria tadi pun langsung meninggalkan tempat tersebut, menyisakan Karina dengan Jhosua yang berada di sana. Dilihat Jhosua menepuk kursi di bagian sampingnya, seolah menyuruh Karina untuk duduk di sana.
Tak ingin masalah ini semakin panjang, Karina memilih untuk menurut tanpa sedikitpun membangkang. Dia pun tahu bagaimana sifat Jhosua yang sama-sama keras, pria itu bisa membahayakannya jika sampai Karina tak menurut dengannya.
Yah, itu memang sangat menyebalkan sekali bagi dirinya.
"Apa yang ingin kau sampaikan?" tanya Karina tanpa basa-basi.
"Jangan terlalu terburu-buru, kau bisa menikmati waktumu sebentar di sini."
"Aku tak memiliki waktu untukmu," balas Karina langsung. Wanita itu mengangkat tangannya, melihat pergelangannya di mana sudah ada jam yang terikat di sana, sehingga dia bisa mengetahuinya waktu saat ini. "Secepatnya aku harus pulang, jadi ku harap kau cepat mengatakan apa yang kau inginkan," ujar wanita itu.
Jhosua pun menganggukkan kepalanya dengan pelan. Pria itu mengambil sebuah teko dan juga cangkir, mengisi cangkir dengan teh yang ada di dalam teko tersebut. "Minum dulu," tawarnya.
Menatap minuman itu, Karina menggelengkan kepalanya. "Tidak," wanita itu menjawab. Dia hanya merasa takut kalau Jhosua secara diam-diam memasukkan sesuatu ke dalam teh tersebut, yang perlu diingat lagi bagaimana liciknya Jhosua dan Karina sangat tak suka akan hal itu.
"Baiklah jika kau tak ingin."
"Bisakah kau tak membuang waktuku lebih lama lagi." Kini, nada suara Karina mulai naik, dia tak bisa lagi menahan rasa kesal yang telah melanda hatinya itu.
Lantas Jhosua tertawa pelan. Pria itu mengamati bagaimana kesalnya Karina saat ini yang menurut dia justru terlihat menggemaskan.
"Baiklah, di sini aku hanya ingin membuat kesepakatan padamu." Dia mengeluarkan ponselnya, mengutak-atik benda pipih tersebut untuk beberapa saat, sampai ketika dia menunjukkan sebuah gambar yang berhasil membuat mata Karina membelalak.
"Kau tak ingin bukan gambar ini tersebar luas begitu saja, apalagi sampai suamimu mengetahuinya."