○12
"What!" Karina membangunkan tubuhnya. Wanita itu menatap dengan tak percayanya sosok Maureen yang baru saja berucap tadi. Kepalanya menggeleng dengan kuat, sangat menolak sekali usulan dari Maureen yang begitu buruk buruk untuk nya. "Tidak, aku tak akan melakukan hal gila seperti yang kau katakan itu."
Lantas Maureen mendengus pelan mendengar itu. Dia sudah sangat yakin sekali, kalau Karina akan menolak usulan dari dirinya itu. Yah, dia kenal sahabatnya itu adalah wanita yang baik, tak akan mau dia diajak nakal oleh dirinya.
"Daripada kau stress seperti ini, lebih baik masuk ke club bukan, daripada harus masuk ke dalam rumah sakit jiwa karena memikirkan suami mu yang gila itu," balas Maureen.
"Aku tak segila itu untuk mengikuti apa yang kau katakan." Karina masih dengan keputusannya yang sama. Dia tak akan terpengaruh atas ucapan dari Maureen itu, meski sahabatnya beberapa kali berusaha membujuknya, dia telah berjanji di dalam hati, bahwa dia akan menjaga dirinya tak akan menuju ke tempat laknat itu.
"Ya sudahlah, jika kau tak ingin." Maureen membangunkan tubuhnya, memposisikan tubuhnya agar berhadapan tepat di depan Karina saat itu juga. "Namun jika kau berubah pikiran, cepat hubungi aku. Aku akan mempersiapkan segala hal dan kau, tak perlu khawatir."
"Maureen, ingat profesi kita." Karina berusaha memberikan peringatan kepada Maureen, beberapa kali dia akan mengedarkan pandangannya, memastikan bahwa di ruangan ini memang hanya ada mereka berdua saja.
Bola mata Maureen memutar, merasa sedikit kesal. "Tak ada yang mengenal kita di luar sana nantinya, kau tak perlu khawatir."
Tepat setelah mengucapkan kalimat tersebut, terdengar bunyi bell yang cukup kuat, membuat Maureen langsung menengok ke arah jam. "Aku ada jam dan aku harap, kau berpikir lagi tentang usulan yang aku berikan itu." Mengambil tas dan juga beberapa buku yang dimilikinya untuk mengajar, setelah itu dia pun langsung pergi dari sana, meninggalkan Karina yang tampak masih melamun dengan pikiran yang begitu penuh.
Ucapan dari Maureen tadi terus terngiang-ngiang di kepalanya, membuatnya semakin merasa pusing saja. Nafasnya berhembus dengan kasar, tangannya pun terangkat, memijat dengan pelan keningnya yang terasa pusing itu.
"Tidak, ini gila!"
Karina kembali duduk. Dia mengambil teh hangat yang telah disediakan di meja nya, meneguk minuman yang bisa menenangkan hatinya itu.
Untuk saat ini, belum ada guru yang kembali ke ruangan, sehingga dia hanya sendirian di sana, di dalam keheningan tanpa ada keributan, yaitu justru yang terbaik, karena untuk saat ini dia memang membutuhkan ketenangan, tak lebih dari itu.
Sebuah benda pipih mengeluarkan bunyi dering nya, menimbulkan getaran yang mengganggu Karina saat itu. Benda pipih tersebut tersimpan di dalam kantong kemeja nya, langsung saja dia mengambil barang tersebut dan melihat sebuah nomor yang telah mengirimkan dirinya pesan.
Tiba-tiba saja sebuah firasat buruk muncul di dalam dirinya. Wanita itu menggigit bibirnya dengan pelan, berusaha untuk membuang jauh-jauh firasat yang dimilikinya itu, agar tak mengganggunya sekarang.
Membuka pesan yang baru saja dirinya dapatkan. Tangannya bergetar kala dia membaca isi pesan itu.
Temui aku sekarang juga di Restoran Hotman ll.
Jhosua.
"Pria itu," ujar Karina dengan nada geram nya. Tanpa sadar, dia kini telah meremas dengan sangat kuat ponselnya itu untuk mengeluarkan segala emosi yang kini tengah dimiliki oleh dirinya.
Karina tak akan pernah lupa bagaimana pria itu memperlakukannya dengan buruk. Ya, siang itu akan menjadi mimpi buruk untuk dirinya dan tak akan pernah dia lupakan.
Untuk saat ini, Karina lebih memilih agar tak mengacuhkan pesan tersebut. Bahkan, dia langsung memblokir nomor yang telah menghubunginya itu, agar tak mengganggu hari-hari dia setelah ini.
Yah, setidaknya itulah cara terbaik dia untuk menghindari monster yang menurutnya sangat menyeramkan itu.
***
Kakinya yang jenjang itu melangkah dengan sangat cepat menuju ke sebuah mobil yang telah terparkir di lahan parkiran sekolah. Wanita itu membuka pintu mobilnya, lalu menaruh barang-barang yang dimiliki olehnya itu ke bagian kursi penumpang.
Setelahnya, dia pun langsung mengendarai mobilnya, menuju pergi dari lingkungan sekolahan tersebut. Sekolah tepatnya mengajar berada tepat di tengah kota, hingga saat dia telah keluar dari lingkungan itu, sudah ada jalan raya yang menyambutnya.
Wanita itu menghidupkan musik yang akan menemani dia dalam perjalanan. Dia pulang cukup terlambat, sehingga untuk saat ini dia tak perlu menyusul Joy, karena Arsen lah yang telah mengurusnya.
Dalam perjalanan itu, Karina sama sekali tak menyadari bahwa sebuah mobil kini telah mengikutinya. Wanita itu asik bersiul pelan atau bahkan mengikuti musik yang menghiburnya saat itu juga.
Sampai ketika dia melewati jalanan yang sepi, mobil berwarna hitam yang mengikutinya itu kini mulai mempercepat laju mobilnya, sampai membalap Karina dan berhenti tepat di depan mobil Karina.
Terkejut dengan itu, langsung saja Karina menginjak dengan sangat kuat rem mobil sampai membuat tubuhnya berayun ke depan. Meringis pelan, wanita itu merasakan sakit yang luar biasa pada bagian keningnya akibat aksi yang baru saja dilakukannya.
"Sial." Karina menatap ke arah depan sana, melihat beberapa pria bertubuh Besta kini telah keluar dari mobil hitam yang menghalangi laju mobilnya.
Matanya membelalak melihat itu, dia mulai berpikiran yang aneh-aneh. "Apakah itu para begal?" Tentu saja Karina merasa sangat ketakutan saat itu juga. Dia tak bisa lagi menggambarkan bagaimana rasa takut yang ada di dalam dirinya.
Buru-buru Karina bergerak membuka dashboard mobil untuk mengambil pisau yang menang disediakannya di sana. Yah, itu sebagai alat pengamannya.
Tangannya terasa bergetar kala dia memegang benda tajam itu. Apalagi pria-pria bagaikan monster itu mulai mengetuk kuat pintu mobilnya, seolah memaksa dia untuk keluar dari mobil saat itu juga.
"Tidak-tidak, aku pasti bisa menghadapi mereka." Karina menarik nafasnya dengan dalam, semakin digenggam kuat pisau tersebut, sembari bergerak membuka pintu mobil.
"Apa yang akan kalian lakukan!" ujar Karina, kini mata pisau itu sudah berada tepat di depan wajah salah satu wajah pria yang menyeramkan itu, tampak sekali dia berusaha mengancam.
Namun, Karina sama sekali tak melihat raut ketakutan dari pria tersebut. Tampak santai saja, seolah kini dia sedang berhadapan dengan kapas yang lembut.
"Nyonya Karina, kami harap Anda menurut dengan perintah untuk mengikuti kami, jika tidak terpaksa kamu harus membawa Anda paksa menuju ke tempat bos kami berada."
Karina mengedipkan matanya beberapa kali. "Bos?" tanya dia.
"Ya, bos kami. Tuan Jhosua yang menyuruh kami membawa Anda menuju ke tempatnya."
Pria besar itu berucap dehgan sangat tegas.