Rasa ingin tahu di dalam diri Karina begitu tinggi sekali. Dia ingin banyak bertanya kepada sosok pemuda yang ada di sebelahnya ini, tentang keluarganya. Namun, mengingat lagi tentang privasi orang lain, membuat Karina lebih memilih untuk tak bertanya akan hal tersebut. Dia hanya takut jika murid barunya itu merasa terganggu dengan apa yang akan ditanyakan.
"Baik anak-anak, sekarang kalian buka bukunya halaman 78, kita masih di bab 6 tentang sistem rangka dan otot. Jika kemarin kita membahas tentang persendian, sekarang kita akan membahas tentang otot rangka. Terlebih dahulu, mulai absen satu membaca satu paragraf, lalu disusul dengan absen selanjutnya."
Karina mengambil tempat duduk, wanita itu juga membaca buku tersebut, sembari mendengarkan anak-anak muridnya yang mulai membacakan setiap paragraf. Berhenti satu paragraf, Karina akan menjelaskannya dengan lebih rinci lagi atau dengan bahasa yang mudah dimengerti agar semua murid-murid nya dapat mengerti setiap penjelasan itu dengan mudahnya.
"Yaps, jadi otot itu menempel dengan rangka dan membantu pergerakan kita menjadi lebih mudah. Otot ini juga terdiri dari jaringan dan juga sel-sel yang membantunya untuk berfungsi. Otot memiliki jumlah yang sangat banyak, lebih dari 650 tapi otot juga dibagi menjadi tiga jenis; lurik, polos dan jantung. Ingat konsep utama itu dengan baik-baik. Ayo Delima, lanjutkan!" Karina menjelaskan pelajaran tersebut dan kembali menjelaskan setiap pergantian murid yang membaca.
Yah, setidaknya itulah cara Karina mengajar. Terkadang dia harus mengajak seluruh muridnya untuk praktek atau bahkan menjelaskan pelajaran dengan menggunakan ilustrasi dan ppt agar mempermudah mereka dalam mengamati setiap pelajaran tersebut.
***
"Ibu Karina!"
Karina menengok ke belakang, melihat pemuda yang kini berlari menuju ke tempatnya berada. Satu alisnya menukik naik, menatap pada sosok Roy yang tadi memanggilnya. Lantas dia pun memperlambat langkahnya, sampai saat posisinya kini berada di titik yang sama dengan Roy.
"Ada apa?"
"Apakah saya bisa mendapatkan salinan ppt setiap materi sebelumnya? Saya merasa materi sebelumnya belum saya kuasai dan cara Ibu untuk membuat ppt itu, membuat saya cepat mengerti pada materi yang dijelaskan."
Karina menganggukkan kepalanya dengan pelan. "Tentu saja. Apakah salinannya kau ingin Ibu kirim lewat WhatsApp?"
"Ya."
"Sebentar." Karina memberhentikan langkahnya itu. Dia pun meraih ponsel yang ada di dalam tas nya dan menekan tombol panggilan. "Tulisan nomor mu."
Roy langsung menerima ponsel itu. Dia mengetikkan beberapa angka nomor ponselnya, lalu menyimpan nomor tersebut.
"Baik, jika Ibu ada waktu akan memberikannya nanti. Good Afternoon." Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Karina langsung pergi dari sana, langkahnya terlihat buru-buru, dia merasakan sesuatu yang aneh ketika bersama dengan anak muridnya itu.
Menuju ke ruang guru, dia langsung mengambil tempat duduk di mejanya. Nafasnya berhembus dengan kasarnya. Wanita itu bisa merasakan bulir-bulir keringat kini telah keluar dari pori-pori kulitnya.
"Ada apa denganmu?" Seseorang menepuk bahunya beberapa kali, mengejutkan Karina yang langsung menengok itu. "Kau terlihat aneh sekali hari ini."
Karina menatap Maureen dengan dalam nya. "Kau tahu, tadi ada murid baru di kelas 11 IPA 3 dan dia memiliki nama Roy Adijaya," Karina berucap dengan suara yang teramat kecil, agar tak didengar oleh orang-orang yang ada di sekitarnya sini.
"Terus? Apakah ada masalah?" tanya Maureen yang kini mulai kebingungan arah pembicaraan mereka.
"Dia memiliki nama marga Adijaya, kau tahu bukan marga itu dimiliki oleh siapa? Seorang pengusaha besar dan salah satu anggotanya adalah Jhosua Adijaya." Karina mengusap wajahnya dengan kasar.
"Ya terus apa masalahnya jika itu berkaitan dengan bos dari suami mu? Apakah kau takut membuat kesalahan dan berakhir dengan hancurnya karir Arsen---"
"Tidak-tidak, kau tak akan mengerti dengan perasaan ku. Semuanya pasti akan hancur, aku yakin itu."
Maureen menatapnya dengan lekat dalam beberapa saat. Wanita itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan pelan dan menganggap bahwa dirinya hanya berlebihan saja.
"Tak seharusnya kau memikirkan itu." Mengambil sebuah botol yang berisikan air putih, dia pun langsung membuka segelnya dan memberikan air putih itu kepada Karina. "Aku pikir kau membutuhkan air saat ini."
"Ya, terimakasih." Karina menarik botol tersebut. Minum air putih memang berhasil membuat dia merasa lebih tenang dibanding sebelumnya.
"Aku memang tak mengerti dengan keadaan yang terjadi pada dirimu, karena aku yakin pasti ada suatu hal yang kini tengah kau sembunyikan. Benar bukan?"
Tak ada jawaban dari Karina, wanita itu masih terdiam dan terus memilih untuk tak mengungkapkan rahasia yang dimilikinya ini.
"Ya, baiklah jika kau memang ingin menyembunyikan. Aku gak masalah. Namun, jika suatu hari nanti kau stress, jangan salahkan aku yang tak mengerti dirimu." Terlihat sekali kemarahan dari mata Maureen karena Karina terus menutup mulutnya, masih ingin menolak untuk bercerita.
Karina kembali melanjutkan pekerjaannya itu. Dia mengambil sebuah tumpukan buku hasil dari latihan murid-murid nya yang perlu dikoreksi. Mungkin, 2 jam terakhir ini akan dihabiskannya hanya hanya untuk mengoreksi seluruh tugas ini dan Maureen?
Baru saja sahabatnya itu pergi tanpa meninggalkan basa-basi terlebih dahulu. Huh, Karina sudah sangat yakin sekali kalau sahabatnya itu pasti sedang marah kepada dirinya ini.
"Untuk sekarang, kau tak perlu tahu apa yang terjadi padaku, Maureen," ujar Karina sembari menatap pada sebuah foto yang kini terpajang di atas meja mereka.
Selama 90 menit, Karina terus fokus ke arah buku-buku itu. Fokusnya sama sekali tak teralihkan ke arah apapun. Kebetulan pada hari itu, ruangan guru itu terasa sangat sepi, membuat Karina merasa nyaman dengan keheningan yang terjadi di sana.
"Bu Karina," panggil seseorang.
Menengok, Karina menatap dengan senyum kecil pada sosok kepala sekolah yang kini melangkah menghampirinya. Lantas dia langsung berdiri dan melipat kedua tangannya.
"Ada yang bisa saya bantu, Bu?"
"Lusa pemilik sekolah ini akan datang untuk melakukan evaluasi. Kebetulan saya dengan wakil kepala sekolah sudah memiliki jadwal MKKS. Jadi, apakah Anda bisa menggantikan saya untuk menyambut ketua pemilik yayasan itu?" tanya kepala sekolah tersebut.
Tak ada alasan dari Dira untuk menolaknya. Lagian juga, pada hari lusa dia memang hanya memiliki jam pada satu kelas saja, jadi jadwalnya pada hari itu tak terlalu padat.
"Tentu saja saya sangat berkenan untuk menggantikan Ibu."
"Baiklah, terimakasih atas kerjasamanya Bu Karina. Oh ya, saya ingin menyampaikan satu informasi lagi, kalau ada salah satu siswa kita yang berasal dari keluarga pemilik yayasan ini. Mungkin lain kali, saya akan memperkenalkan nya pada para guru, agar bisa menjaga sikap padanya."
Karina hanya bisa mengangguk saja saat ini. Ya, meski hatinya merasa tak suka pada pernyataan tersebut.
'Yah, pada akhirnya orang kaya akan selalu dihormati dan disegani.'