Aku tidak tahu bagaimana cara membuat karakter wanita yang tidak tahu malu. Tapi aku berusaha... peace :) :'(
just...happy reading!
.
.
.
Dia tidak mengatakan iya, tapi aku memaksanya bersedia.
"Pak Ronan menerima panggilan dari tuan besar tadi sore. Ada sedikit masalah di perusahaan utama di kota Biru." Mark menjelaskan pada Megan di depan pintu kamar hotel. Wanita itu mengenakan dress maxi bergaris leher sabrina dengan draperi yang membalut sampai ke pinggang, berwarna ungu sangria khusus untuk bertemu dengan Ronan malam mini. Pada pukul sepuluh lebih empat puluh lima menit. Ya. Lima belas menit kencannya dengan Ronan.
"Dia sudah berangkat ke bandara?"
Mark mengangguk. Begitu mendapat kabar dari perusahaan utama Mark langsung memesan tiket pesawat menuju kota Biru, Ronan berangkat seorang diri karena Mark harus mewakilinya untuk menyelesaikan urusan di kota Venus.
Megan membuat Mark gugup dengan tatapannya yang sayu. Sedikit, hanya sedikit entah mengapa Mark merasakan kesedihan di mata itu. Bukan salah bosnya, Ronan tidak pernah setuju untuk menemui Megan. Wanita itu yang memutuskan semuanya tanpa menerima pendapat dari orang lain. Tidak ada yang tahu bahwa akan ada peristiwa mendadak sepeti sekarang. Tiba-tiba saja Mark membuat kerangka scenario dipikirannya.
Mark mengangkat kepalanya dan menemukan Megan yang menatapnya tanpa berkedip. Perlahan jemarinya menyentuh ujung jas yang Mark kenakan. Mark terkesiap, ia tidak berpikir Megan akan menyentuhnya.
"Bagaimana ini? Satu-satunya pria yang bisa kuajak bicara tentang pekerjaan pergi begitu saja. Aku tidak tahu apa aku bisa melakukan pemotretan besok dengan baik atau tidak?" jemari Megan meniti badan Mark hingga mencapai dada pria itu. Mark mencoba menyembunyikan perasaan tegang yang mulai merayapi tubuhnya. Sebisa mungkin ia menghindari tatapan mata Megan karena ia tahu begitu ia mulai tenggelam ke dalam mata wanita ini maka sudah tidak ada lagi jalan kembali baginya. Kalau para kru di perusahaan menyebutnya wanita ular di siang hari maka para pria akan menyebut Megan dewi kayangan di malam hari. Megan berhasil membangun kepopulerannya diantara para pria di kota Biru. Tidak ada model pria yang tidak pernah menginjakkan kaki di kamar apartemennya. Dan setelahnya mereka akan tetap memujanya. Sungguh sebuah reputasi.
Perlahan Mark menyingkirkan tangan Megan dari tubuhnya. Ia bersikap selembut mungkin agar Megan tidak tersinggung.
"Masalahnya sangat mendesak, Pak Ronan tidak ingin bersikap tidak sopan tetapi beliau tidak memiliki waktu untuk mengabari anda. Untuk itu beliau meminta saya untuk menyampaikan permintaan maafnya."
Megan mengangguk mengerti. Setidaknya itu yang Mark rasakan. Tapi ia tidak bisa lega terlalu awal, Wanita ini sangat sulit diprediksi.
"Kalau begitu kamu yang menemaniku!" ular itu menyemburkan bisa begitu saja. Membuat jantung Mark melonjak tanpa aba-aba. Rongga dadanya mendadak sakit.
"Maaf…"
"Ronan tidak ada, berarti aku akan berbicara denganmu."
"Tapi…saya…"
"Kamu tidak mau?" Megan menatap Mark dengan pandangan memelas, secepat kilat Mark mengalihkan pandangannya.
"Nona…saya tidak bisa,"
"Kenapa?"
"Anda tahu. Saya orang kepercayaan Pak Ronan. Kita tidak mungkin, maksud saya…" Mark mulai panik. Ia tidak tahu apa yang ia ocehkan. Kenapa Wanita dihadapannya begitu berbahaya.
Megan tertawa. Membuat Mark melihat ke arahnya. Tawa yang sangat renyah membuat Mark tertegun sejenak.
"Kamu mengira aku akan mengorek rahasia Ronan darimu?" Megan berhenti tertawa.
Mark mengangguk, "maaf!"
"It's okay. Karena kamu sudah menebaknya maka aku akan mencari jalan lain." Megan berbalik badan meninggalkan Mark yang mematung di depan pintu kamar.
Dia mengakuinya begitu saja?
*
Megan POV
Aku memiliki sahabat. Dia orang pertama yang menyambut kehadiranku di kota Biru. Namanya Rega. Tanpanya mungkin aku hanya akan berjalan di tengah kegelapan, hanya akan menangis di tengah hujan tanpa satu orangpun yang tahu. Sampai sekarang kami masih saling berhubungan meskipun harus bersembunyi dari dunia. Akan berbahaya jika orang lain mengetahui bahwa kita bersahabat. Karena Megan Magdala tidak bersahabat dengan siapapun.
Aku menutup pintu dengan perlahan dan menyandarkan bagian belakang tubuhku pada daun pintu. Aku memejamkan mata sejenak lalu tersenyum kecut.
"Ronan meninggalkanku, dia tidak mengabariku terlebih dahulu."
"Tenang saja, begitu kamu kembali ke kota Biru kalian akan memiliki banyak waktu bersama." Suara husky pemilik Club malam ternama mulai menggoda Megan dari panggilan telponnya. Megan memperbaiki letak headset ditelinga sebelah kanannya sambal berjalan menuju ranjangnya.
"Semudah itu ha?" nada suara Megan sedikit kesal. Ia melepas high heels yang sedari tadi bertengger di kaki jenjangnya.
"Tentu saja, aku akan membuatnya mudah. Oh ya by the way kamu semakin mahir menggoda pria, hanya saja jangan terlalu terburu-buru atau dia akan merasakan ke nervous an mu."
"Kamu harus melihat wajahnya, dia sudah hampir meleleh."
Rega tertawa terbahak-bahak. Membuat Megan sedikit kesal. "Kau mengejekku."
"Tidak. Mana mungkin aku berani. Aku percaya seorang dewi sepertimu bisa membuat semua pria meleleh."
Mereka terus mengobrol dalam telpon hingga Megan selesai berganti pakaian tidurnya. Kemudian ia bersiap merebahkan diri di ranjang.
"Dia pergi Bersama Clarissa?"
"Hmm…mereka naik pesawat bersama. Priamu sangat berpengaruh huh?"
"Ya, tentu saja pengaruhnya bisa merusak sesi pemotretan besok pagi. Siapa yang akan menggantikan posisi Clarissa di set. Wanita ular itu…beraninya dia mengabaikan pekerjaan hanya karena Ronan mengajaknya pulang."
"Hei tidak ada yang lebih ular daripada kamu."
Mereka terdiam sejenak.
"Ia masih memiliki peran kecil, akan mudah menggantikannya. Ronan tidak sebodoh itu."
"Memang, tapi dia merusak rencana kencanku."
Lagi-lagi Rega tertawa. "kau cemburu?"
Megan tidak menjawab.
"Jangan menyerah!" suara Rega terdengar lembut. Ia ingin mengusap kepala Megan Ketika mengatakannya. Tapi mereka sedang tidak berada ditempat yang sama seperti biasanya mereka mengobrol. "Tidak akan lama lagi lalu semuanya akan berakhir. Hanya aka nada Megan, Rega, dan…"
Megan menutup kedua matanya.
"Aku mengantuk, Rega"
Rega mengusap wajahnya, "Aku juga harus kembali memantau club."
Megan mengangguk lalu melepaskan headset nirkabel dari telinganya. Ia melihat langit-langit kamar. Ia masih harus menjalani pemotretan selama dua hari lagi di kota Venus. Waktu yang sangat lama untuk tidak bertemu Ronan. Pria itu berhasil melarikan diri lagi darinya. Selalu seperti itu. Tanpa rasa malu Megan terus mengejarnya. Pria terkaya di kota Biru. Ya, ambisi Wanita ular itu sangat besar. Ia tidak akan menyerah begitu saja.
Bisa menebak?