Chereads / In the Name of Aurora / Chapter 5 - Ironi Cinta

Chapter 5 - Ironi Cinta

(kepalaku pusing...)

.

.

Happy Reading

.

Bagaimana perasaan kalian saat pertama kali di bandara pada malam hari? Berada di tempat asing saat seharusnya raga kita sudah beristirahat di tempat tidur yang nyaman. Bukankah canggung? Berulang kali aku melakukannya aku tetap tidak akan terbiasa. Aku tidak terbiasa dengan angin malam yang menyapaku, aku tidak terbiasa dengan lapangan landas yang terbentang luas. Aku tidak terbiasa dengan langit gelap tanpa bintang. Cara termudah untuk membuatku nyaman adalah bersikap tak peduli. Aku sudah terlatih untuk mengabaikan semua hal disekitarku. Terutama cinta, sebuah ironi besar dalam kehidupanku. Di satu sisi cinta merupakan senjata terbesar untuk perusahaan entertainment seperti Fairytale, tapi disisi lain merupakan musuh terbesar dalam kehidupanku. Cinta, membuat seorang pria yang kusebut ayah bersedia meninggalkan istri dan kedua anaknya yang masih kecil. Cinta, membuat wanita yang kusebut ibu sanggup mengakhiri hidupnya. Wanita. Ia tidak berpikir dua kali untuk mengambil keputusan pengecut seperti bunuh diri. Ia tidak berpikir bagaimana Ronan dan Arnold bertahan hidup. Bertahun-tahun Ronan mengalami mimpi buruk dalam tidurnya. Ia belajar dengan tekun sambil memberikan perhatiannya untuk Arnold di istana kakeknya yang dingin dan sepi. Ya, ia diasuh oleh anak buah kakeknya selama beliau bertugas mengabdi untuk negara. Kakek Ronan merupakan perwira tinggi di kota Biru. Beliau sangat jarang berada di rumah. Bertahun-tahun Ronan tinggal Bersama dengan Arnold di rumah itu, satu-satunya keluarganya.

Meski bersaudara Ronan dan Arnold memiliki karakter yang berbeda, Arnold adalah anak periang dan sangat suka bergaul. Sangat mudah membujuknya apalagi membuatnya tertawa. Sedangkan Ronan adalah pribadi yang tertutup. Ia tidak tahu apakah kepribadiannya ia dapat sejak lahir atau tanpa sadar ia membangun bentengnya sendiri. Ronan menjadi sulit percaya dengan orang lain.

Baginya cinta hanyalah sebuah bisnis yang ia gunakan untuk memperbesar perusahaannya. Ia menjual mimpi. Dan apa yang orang lain pikirkan ia sudah tidak peduli.

Tap

Aku menoleh lengan sebelah kiriku, jemari lentik Clarissa memegang lenganku lembut. Gadis itu menatapku dengan pandangan khawatir. Aku mengerutkan kening. "kamu membutuhkan sesuatu?"

Clarissa menggeleng.

"Apa aku membuatmu khawatir?"

Oh, gadis ini pasti merasa ketakutan. Baru beberapa bulan Clarissa masuk ke dunia entertainment dan ia sudah mengalami penipuan kontrak kerjasama. Inilah alasannya kenapa kita kembali ke kota Biru dengan tergesa-gesa. Perlahan Ronan meraih kedua tangan Clarissa.

"Semua akan baik-baik saja, jangan takut."

"Seharusnya anda tidak perlu turun tangan dalam masalah ini, aku akan mengatasi ini sendiri." Bibir Clarissa bergetar ketika berbicara. Meski begitu ia tetap melanjutkan, "Walaupun aku tahu managerku melarikan diri karena masalah ini…tapi tenang saja, aku bisa…"

"Shhh…" Ronan menarik Clarissa ke dalam pelukannya. Ia mengusap rambutnya lembut. "Tenanglah. Aku akan menangani ini. Sudah malam, kau harus tidur!"

"Tapi…"

"Kau akan membutuhkan banyak tenaga untuk menghadapi masalah besok pagi, tidurlah…" Ronan menyela sambil terus mengusap rambut Clarissa. Gadis itu mengangguk dan Ronan melepaskan pelukannya.

Clarissa beranjak menuju kabin ruang tidur di jet pribadi perusahaan Fairytale yang khusus menjemput mereka dari kota Venus.

Ronan mengaitkan jari-jemari dikedua telapak tangannya. Ia memejamkan mata dan bersandar pada punggung sofa.

Kenapa tiba-tiba ia memikirkan hal-hal yang tidak penting?

Ini semua salah Megan.

Ular berkedok model cantik itu sudah menggodanya tanpa henti selama berhari-hari. Apa dia tidak merasa lelah? Wanita itu sama sekali tidak memiliki rasa malu. Kalau Ronan tidak kabur malam ini, pasti Megan sudah mencoba berbagai macam cara untuk masuk ke dalam kamarnya.

Bukannya Ronan takut akan tergoda, tapi ia hanya merasa terganggu. Ia harus mulai memikirkan cara untuk menyingkirkan Megan pada kontrak BA Fairytale tahun depan. Ia tidak ingin lagi ada wanita dalam hidupnya. Mereka hanya makhluk lemah yang bergantung pada kekuatan pria. Seperti yang dilakukan Megan kepadanya saat ini. Menempel seperti parasite.

*

Cahaya matahari pagi menembus kabin kamar di mana Ronan tidur. Ia terbangun dan mulai melakukan kegiatan rutinnya dipagi hari. Ia menyempatkan diri untuk work out di pagi hari selama dua puluh menit kemudian berjalan ke dapur untuk membuat jus sarapannya. Tapi di sana sudah ada Clarissa, gadis itu menoleh.

"Anda sudah bangun?" tanyanya riang. Blink. Ronan hanya berkedip. Ia melihat beraneka macam sarapan sudah tersedia. Roti, soup, jus. Tapi bukan jus sarapannya. Hanya jus biasa. Dan buah-buahan. Clarissa sudah berdandan cantik, oh dia sudah mandi subuh tadi.

"Sebentar lagi kita akan mendarat. Kau perlu bersiap!" kata Ronan.

"Ah…tapi aku sudah menyiapkan sarapan. Bagaimana kalau kita sarapan Bersama?" tanya Clarissa dengan penuh harap. Blink. Ronan hanya kembali berkedip.

"Aku akan mandi dulu, kau bisa sarapan dahulu." Ronan menuju kamar mandi tanpa menunggu jawaban dari Clarissa.

.

.

Dua jam kemudian

Ronan dan Clarissa keluar dari bandara. Tanpa istirahat mereka melanjutkan perjalanan menuju perusahaan pakaian olahraga terbesar kedua diseluruh negeri. Mereka tidak menikmati sinar mentari hangat yang menyapa bumi. Mereka tidak menikmati suara para penjual dan pembeli di tepi jalan yang mereka lewati. Ronan hanya membaca kembali berkas kontrak Kerjasama Clarissa dan Sporta Company yang diberikan asistennya begitu ia keluar dari jet pribadi perusahaan. Tak lama ia melempar berkas itu dengan kasar membuat sopir dan Clarissa terkesiap kaget.

"Ini bukan kontrak yang diberikan di awal pertemuan."

Hanya butuh tiga puluh menit untuk mereka sampai di Sporta Company. Mereka sudah berhadapan dengan beberapa perwakilan dari Sporta. Cukup lama mereka hanya saling bertatap tanpa kata.

"Model kami tidak akan melakukannya." Ronan memecah keheningan.

"Pihak kami sudah menunggu cukup lama. Dan ini yang anda katakan?"

"Ini kontrak mati. Sepuluh tahun tidak menerima pekerjaan dari pihak selain Sporta dan kita sama-sama tahu paling lama model bisa menjadi BA suatu produk hanya dua tahun. Dan kami tidak bisa menuntut jika Sporta merekrut BA baru. Apa yang akan dilakukan Clarissa selama delapan tahun? Dia bahkan tidak bisa membintangi project di Fairytale huh?"

(2 tahun expire BA hanya aturan yang kubuat dalam novel ini. Aku bukan ekspert dalam dunia hiburan jadi harap maklum dan ikuti saja alurnya ok? 😊 )

"Kita bisa memberikan pekerjaan untuknya, kita memiliki banyak project untuk sepuluh tahun mendatang." salah satu perwakilan Sporta memandang Clarissa, bagaikan seekor rubah yang hendak menerkam mangsanya.

Ronan mengepalkan kedua telapak tangannya di bawah meja. Ia mencoba menahan amarahnya. Ia memang tidak menyukai wanita, tapi seseorang berkhianat dan bersikap kurang ajar dihadapannya lebih ia benci.

"Kalian pikir aku tidak tahu project yang kalian bicarakan?" suara Ronan berubah dingin.

Pria kedua menyodorkan kontrak lebih dekat dihadapan Ronan.

"Kita punya kontrak."

Ronan memejamkan kedua matanya. Clarissa menoleh Ronan. Entah kenapa perasaannya tidak enak.

"Kalian yakin mengatakan itu di depanku?" ketiga pria dihadapan Ronan spontan mengusap tengkuk mereka. Nada suara Ronan menjadi lebih dalam dan dingin. Mereka yakin musim dingin masih jauh tapi mereka merasakan hawa dingin ketika Ronan memperhatikan mereka satu per satu. Mereka pernah mendengar bahwa pemimpin Fairytale adalah serigala dalam dunia bisnis. Dia tidak seratus persen bermain bersih di bidang ini. Sial…

Tapi mereka juga bukan orang suci dalam bidang ini. Mereka sudah bermain selama bertahun-tahun dan berhasil menjebak para model baru untuk bekerja dalam project illegal perusahaan mereka. Seekor serigala tidak akan menghancurkan mereka.

Satu diantara mereka berubah serius dan mengimbangi sikap dingin Ronan. "Kita sudah lama berada dalam bidan ini. Kita tidak pernah memasuki wilayah satu sama lain terlalu dalam. Jadi saya hara panda melakukan hal yang selama ini anda lakukan."

"Tidak saat kalian melewati batas. Kalian menyentuh orangku!" Ronan menatap tajam kepada pria itu.

"So What? Kau tidak bisa melakukan apapun dengan kontrak ini."

"Aku tanya sekali lagi. Kalian tidak akan merubah isi kontrak itu?"

Ketiganya berpandangan lalu kembali melihat Ronan.

"Tidak."

"Meski pihak kami membayar pinalti?" Ronan menambahkan.

"Kami tidak kekurangan uang Pak Ronan. Kau bisa melanggar kontrak itu jika mau model cantik dari Fairytale masuk penjara. Tapi…itu bukan masalah besar, kau masih memiliki Sang Dewi bukan?"

Ronan dan Clarissa mengerutkan kening.

"Dewi…"

"Megan." Salah satu dari mereka menyebut nama Megan dengan penuh hasrat. Tubuh Ronan mendadak gemetar marah. Ia tidak tahu kenapa. Tapi itu tidak penting, ia masih menatap tajam ketiga orang itu.

"Apa maksud kalian?"

"Kami akan melepaskan Clarissa, asal Kau menyerahkan Megan kepada kam…."

BRAKKKKK…

Klakkk

Spontan empat orang di dalam meja itu berdiri dan mundur. Mereka melihat retakan pada meja hitam di ruang meeting, tepat di hadapan Ronan. Bahkan kepalan tangan Ronan masih menempel disana. Meski mereka tidak tahu meja itu terbuat dari apa tapi mereka yakin itu meja yang kuat. Sial…ketiga pria itu mengira serigala hanya nama julukan.

Perlahan Ronan menegakkan tubuhnya dan merapikan jasnya. Ia kembali menatap satu persatu ketiga pria di hadapannya. Berbeda kali ini ketiganya menundukkan kepala.

"Sampai bertemu di pengadilan." Kata Ronan sembari berjalan menuju pintu, Clarissa mengikuti dari belakang. Tiba-tiba ia berhenti di depan pintu, tangan kanannya menyentuh gagang pintu. Clarissa mengerem tubuhnya tepat waktu. "Itu jika kalian dapat menginjakkan kaki di pengadilan."

GASP. Ketiganya mengangkat kepala dengan kecepatan kilat membuat leher mereka mendadak kram.

Ceklek, Ronan membuka pintu dan keluar dari ruangan.

Ia berjalan cepat keluar dari ruangan itu, semua karyawan yang dilewati Ronan tak henti menatap pria tampan yang baru pertama kali mereka temui.

"Apa itu klien baru?" bisik salah satu karyawan.

"Bukan, dia Ronan Zereen. Pemimpin Fairytale," bisik yang lain.

Gasp

"Apa yang dilakukan disini?"

"Ap aini baru pertama kali?"

"Tentu saja, dia tidak pernah menangani Kerjasama dengan kita secara langsung."

"Apa dia dan Clarissa benar-benar ada hubungan?"

"Aku tidak tahu, tapi dia sangat hot…"

"Dan sexy."

"Dan Gorgeous."

"Lihat…matanya OMG!"

*

Mereka sampai di lobi perusahaan. Tablet yang dipegang asisten Ronan berbunyi terus sejak mereka memasuki lift.

"Pak Ronan, Mark." Kata asisten itu. Ronan menoleh sebentar kemudian membukakan pintu mobil untuk Clarissa.

"Beristirahatlah untuk beberapa hari. Hindari keluar rumah untuk sementara waktu. Aku akan menangani ini."

"Aku hanya bisa percaya padamu Pak Ronan?"

Ronan mengangguk lembut.

"Ayo kita pergi Bersama…"

Zrrrt…layer tablet digenggaman sang asisten masih menyala-nyala.

"Masih ada hal lain yang perlu kuselesaikan."

Clarissa ingin Bersama Ronan lebih lam tapi pria itu memaksanya untuk pulang. Begitu mobil yang dikendarai Clarissa meninggalkan lobi sebuah mobil Pajero hitam berhenti di depan Ronan. Seorang pria keluar dan membukakan pintu untuk Ronan. Ronan dan asistennya masuk ke dalam mobil. Asistennya disamping kursi kemudi sementara Ronan dengan tablet di tangannya duduk di belakang.

Mobil meninggalkan lobi perusahaan.

"Nona tolong berikan ponsel saya, Pak Ronan akan sangat marah jika mengetahui ini. Asisten Ben memiliki jobdesk yang sangat banyak. Dia tidak bisa diganggu."

"Mark, kau perlu tenang…Ronan tidak akan….heiiiii Mark dia menjawab panggilanku. Hei ini Ronan…"

"Apaaaaa? Nona berikan padaku!" Mark merebut ponselnya kembali.

"Maarrrkkk…"

Ronan tertawa kecil. Sang sopir sedikit terkejut, tapi ia harus professional. Ia kembali melihat ke depan.

"Mark, berikan ponselnya!" kata Ronan ketika melihat Mark dan Megan masih berebut ponsel, Mark langsung patuh mendengar perintah dari bosnya. Kini wajah riang penuh senyuman Megan memenuhi layar tablet. Tanpa sadar kedua ujung bibir Ronan melengkung ke atas membentuk sebuah senyuman.

"Ronan, aku merindukanmu. Aku tidak bisa konsentrasi bekerja karena kamu tidak ada disini."

"Bersikaplah professional."

"Hei, kamu tidak memberitahuku kamu kembali ke Biru. Terjadi sesuatu? Kamu bahkan mengingkari janji untuk bertemu denganku sepuluh empat lima kita, kamu tidak ingat?"

"Ini pekerjaan."

"Aku tidak mau pemotretan lagi," Megan merengut manja. Sangat imut. Ibu jari sebelah kanan Ronan mengusap layar tablet, tepat di bagian pipi wajah Megan.

"Kau tahu aku benci saat modelku tidak professional."

Blink. Asisten Ben berkedip. Apa bosnya baru saja memanjakan sang model? Ronan tidak pernah menanggapi saat wanita menggodanya.

"Aku tetap tidak mau."

"Apa yang kamu inginkan supaya kamu mau kembali bekerja?"

"Jadilah pacarku."

"Apa itu pengakuan cinta?"

Ronan berbicara cinta?

"Kupikir kamu tidak berbicara cinta?" tanya Megan. Blink.

"a a…baiklah. Aku tidak akan menggodamu. Aku ingin ikut mengorganisir pemilihan BA tahun depan."

"Kamu tidak ingin mendaftar lagi?" Ronan mengerutkan kening.

"Aku punya rencana lain."

"Apa? Menikah?"

Ciiiiittttt. Tiba-tiba mobil berhenti mendadak. Kepala Ronan hampir terbentur kursi depan.

"Maafkan saya tuan. Tolong maafkan saya tuan, saya salah!" sang sopir ketakutan.

"Lupakan. Terus menyetir!"

"Baik tuan."

Kenapa bosnya mengatakan hal mengerikan seperti itu?

"Kamu perlu berbicara dengan Raisa." Ronan melanjutkan pembicaraan.

"Jadi iya atau tidak?"

"Kamu akan tahu saat berbicara dengannya."

"Aku perlu rekomendasi."

"Megan"

"Pleaseeeee…"

"Kamu tahu…"

"Iya atau tidak?"

Ronan menghela napas, dia harus benar-benar menendang keluar Megan dari perusahaannya.

"Iya, ok."

"Iya untuk?"

"Kamu tahu…"

"Iya, kamu bisa ikut dalam mengorganisir pemilihan BA tahun depan…"

"Yeaiiiii…thank you Pak Ronan, love you muuuuaaahhh! Bye, aku harus bekerja." Ia melempar ponsel kembali kepada Mark.

Ronan tersenyum lagi tanpa sadar. Ia menyandarkan punggungnya dan merilekskan tubuhnya. Wanita sangat merepotkan.

(Yo'i Ronan, wanita memang merepotkan :) )