Mereka terus berlari, berusaha memperjauh jarak dengan puluhan atau mungkin ratusan pengawal yang memburu dengan senjata di tangannya. Tangan keduanya masih saling menggenggam, bertaut di bawah kelamnya malam tak menyurutkan langkah cepat yang berusaha mereka pertahankan untuk menjauh. Menjauh dari segala ketidakadilan dan kecaman hanya karena rasa cinta.
"Naiklah ke punggungku, kau pasti lelah. Kita sudah berlari terlalu lama." sang pria menawarkan diri untuk mengurangi beban kelelahan sang perempuan.
"Tidak perlu, setidaknya saat berlari bersamamu aku masih bisa menikmati indah obsidian milikmu di bawah langit malam. Kalau harus naik punggungmu aku takut tidak memiliki kesempatan untuk itu lebih lama."
Mendengar pernyataan kekasihnya, laki-laki itu tersenyum getir. Ada rahasia bahagia karena merasa begitu dicintai dengan hebat oleh seorang yang dicap sebagai belahan jiwanya. Namun rasa sedih dan perasaan bersalah juga ikut mendominasi perasaan tak nyaman dalam dadanya.
Seandainya dia bisa membuat mereka mengerti.
Seandainya mereka terlahir bukan dari dua kerajaan yang saling berebut kekuasaan.
Seandainya semesta bisa membantunya bertahan dan membawa perempuan ini ke ujung dunia untuk melarikan diri.
Tapi lagi-lagi dia tidak bisa menyalahkan pemeran pendamping dalam kisah hidupnya. Dia adalah sentral atas kisahnya sendiri, jadi di atas siapapun dia adalah korban sekaligus pelaku yang membuat tuan Putri dibuang dari keluarganya.
Pada akhirnya mereka telah sampai di pada tujuan, sebuah tebing yang memiliki jurang dalam hingga dasar tak dapat mata telanjang manusia lihat.
"Aku berjanji, aku akan meminta pada Tuhan agar sekali lagi dipertemukan denganmu di roda kehidupan kita yang lain. Dan pada saat itu akan akan mengingat segala hal yang kita lakukan saat ini, aku akan ingat tentang cintaku dan membuat akhir yang berbeda untuk kita."
Sang putri tak sanggup mengucapkan apapun untuk membalas segala hal luar biasa yang baru saja pangeran utarakan padanya. Yang bisa sang putri lakukan adalah menarik tengkuk sang pangeran.
Meraih bibir yang selalu membuatnya mengerti betapa dalam kasih yang laki-laki ini berikan padanya.
Pada akhirnya semua kemesraan barusan harus dihentikan, mereka tidak punya banyak waktu di masa ini. Sang putri hanya bisa percaya pada perkataan pangeran, bahawa mereka akan dipertemukan kembali di masa yang lebih baik.
Saat kecup tak perlu diburu, peluk tak usah disembunyikan, dan kehangatan tak bisa kau biarkan menemani hingga pagi menjemput.
"Aku berjanji tak akan melepaskanmu, jadi kau tidak perlu takut sampai di dasar sendirian. Aku akan selalu ada di samping mu, sampai malaikat maut menghampiri kita berdua."
Pangeran meraih tangan putri untuk dia genggang erat, akan selalu diingatkan bagaimana rasa nyaman yang selalu bisa ia rasakan hanya dengan sentuhan kecil dengan seseorang yang berharga.
"Aku sudah siap." sang Putri menatap lekat onyx gelap milik pangeran dengan mata lautnya yang sudah bergenang air mata.
"Aku mencintaimu, selalu, selamanya."
"Aku juga mencintaimu sampai kapanpun."
Dua kalimat terakhir dari mulut keduanya, sebelum sepasang insan itu melompat pada jurang dalam tanpa dasar yang selalu membuat orang ketakutan.
"TIDAK..."
"PANGERAN…."
"PUTRI….."
Ratusan orang berkumpul ditempat naas dengan teriakan dan air mata yang mengalir deras.
Ada penyesalan dan rasa marah yang mendominasi ketika mereka tak mampu menghentikan keputusasaan sepasang manusia yang saling mencintai. Kini mereka bahkan tak lagi saling menodongkan senjata dan ikut larut bersama kepedihan yang akan terus menggerogoti relung hati sampai mereka mati.