Chereads / Tears in Heaven / Chapter 12 - 12. Rencana

Chapter 12 - 12. Rencana

Bugh!

"Akhhhh!"

Tubuh Xing Jiyin terlempar menabrak bebatuan dengan kencang tatkala Xing Zaolin menendang tubuhnya dengan kencang. Xing Zaolin sangat murka tatkala melihat kegagalan Xing Jiyin untuk mendapatkan Giok biru. Ia sudah memberikan sebagian kekuatannya pada Xing Jiyin, tetapi Xing Jiyin mengecewakannya.

"Apa kamu bodoh, Xing Jiyin? Melawan lima orang saja kamu tidak mampu. Satu kekuatanku bisa membunuh lebih seratus orang. Kamu mempunyai kekuatan sendiri dan separuh kekuatanku, tapi kamu tidak bisa mengalahkan mereka," ucap Xing Zaolin.

"Maaf, kakak. Kekuatan mereka sangat kuat, belum lagi kedatangan gadis yang punya mantra penakluk, itu yang bisa melemahkan sihir kita," jelas Xing Jiyin.

"Keturunan Klan Wei?"

"Tapi bukan Wei Lian Zai."

"Aku tahu mereka pasti masih hidup. Singkirkan Wei sampai ke akar-akarnya!"

"Tetapi gadis itu masih kecil. Tubuhnya lansung lemah setelah menggunakan mantra panakluk," jelas Xing Jiyin lagi. Xing Jiyin yakin seratus persen kalau gadis yang tadi menggunakan mantra adalah Wei, adik kandung Wei Lian Zai.

Wei Lian Zai mati-matian menyembunyikan adiknya. Wei Lian Zai bahkan rela dirinya terluka karena tidak mengakui keberadaan adiknya. Namun pada akhirnya adiknya menampakkan sendiri tanpa diminta.

"Tuan, aku hadir," ujar Chen Biyun segera menghadap.

"Darimana saja kamu?" desisi Xing Zaolin.

"Lapor, Tuan. Aku pikir tidak ada gunanya kita menangkap Klan Wei, karena bagaimana pun juga Wei Lian Zai tidak bersalah sama sekali," ucap Chen Biyun.

Dugh!

Chen Biyun dan Xing Jiyin tersentak saat Xing Zaolin memukulkan ujung pedangnya ke lantai. Pria itu menatap tajam ke arah Chen Biyun.

"Apa maksudmu?" desis Xing Zaolin.

"Perebutan kekuasaan dilakukan oleh ketua Wei, Wei Lian Zai tidak ada hubungannya sama sekali. Apalagi anak kecil itu. Fokus saja untuk mencari Giok biru itu. Jangan teralihkan dengan keberadaan Klan Wei."

"Wei Lian Zai mengincar giok itu," kata Xing Jiyin. Chen Biyun melirik Xing Jiyin dengan sinis. Chen Biyun sangat membenci orang yang berada di sampingnya, baginya Xing Jiyin hanya seorang pecundang yang selalu merusak rencananya meski tidak secara langsung.

"Wei Lian Zai tidak mengincar apa-apa, ia hanya tidak ingin adiknya dilukai. Kalau kita melukai adiknya, siap-siap berhadapan dengan Wei Lian Zai. Ingat, Tuan, saat ini Wei Lian Zai masih menjadi kultivator kuat," oceh Chen Biyun. Sudut bibir pria itu tersungging dengan sinis.

"Pergilah!" titah Xing Zaolin.

"Baik, Tuan," jawab Chen Biyun, sedangkan Xing Jiyin menatap Chen Biyun dengan tajam.

Tidak lupa senyuman sinis tersungging di bibir Chen Biyun. Pria itu segera pergi meninggalkan Xing Zaolin yang masih tampak murka dengan Xing Jiyin.

"Tuan, Wei Lian Zai akan jadi penghambat. Jangan dengarkan Chen Biyun," ujar Xing Jiyin mendekati Xing Zaolin. Namum yang ia dapatkan hanya tendangan dengan kencang.

Suara bedebum terdegar nyaring saat tubuh Xing Jiyin terpental dan jatuh dengan mengenaskan. Tubuh Xing Jiyin sudah sangat lemah karena sebagian tenaganya terserap oleh mantra penakluk dari Klan Wei. Ular-ular sihir yang ia ciptakan ia tujukan untuk menaklukkan Su Zanghi. Ia pikir Su Zanghi akan mengalah dan memberikan giok biru itu. Namun yang terjadi ia yang kalah. Seluruh energi dalamnya terserap habis.

Xing Jiyin mengepalkan tangannya dengan kuat, pria muda itu tersenyum sinis, "Aku pasti akan membalasmu, gadis kecil," batin Xing Jiyin. Xing Jiyin tidak mau kalah dengan Chen Biyun. Xing Jiyin yakin seratus persen kalau Chen Biyun mempunyai rencana lain. Saat Chen Biyun mengatakan sesuatu, sudah pasti itu kebalikan dari apa yang diucapkan. Chen Biyun mengatakan Wei Lian Zai tidak berpengaruh, tetapi ia yakin Chen Biyun akan merencanakan sesuatu sendiri. Chen Biyun terkenal sangat licik dan tidak bisa dipercaya.

Dughh!

"Xing Jiyin!" desis Xing Zaolin setelah memukulkan ujung pedangnya ke lantai. Tangan pria itu mencengkram erat pedangnya.

"Aku tahu apa yang kamu pikirkan," ujar Xing Zaolin. Xing Jiyin tergagap pelan.

"Jangan lakukan hal gegabah lagi."

"Tapi, Tuan. Keberadaan gadis dari Klan Wei itu bisa menggagalkan rencana kita."

"Aku memang ingin membabat habis Klan Wei, tapi ini bukan saatnya. Apalagi ada guru Lan yang juga membantu mereka. Jangan sampai posisi kita semakin tersudut," jelas Xing Zaolin.

"Juga pemanah sialan itu. Kai Wenning," tambah Xing Jiyin.

Xing Zaolin meninggalkan Xing Jiyin, pria itu mengepalkan tangannya dengan kuat mencengkram pedangnya. Ambisi Xing Zaolin untuk mendapatkan giok biru itu sangat besar, sebelum ia mendapatkan benda itu, ia tidak akan menyerah.

Xing adalah sekte dengan menganut kultivasi hitam yang mengandalkan sihir jahat dan hantu. Istana darah yang kini ia tempati adalah saksi bagaimana kejamnya seorang Xing Zaolin membabat habis siapa saja yang sudah menghalangi jalannya.

"Sebentar lagi, dunia akan berada di genggamanku," ujar Xing Zaolin dengan senyum sinis yang menghiasi wajahnya.

Di sisi lain, Lan Yunxi masih setia menanti Feifei bangun. Yunxi memberikan sebagian energinya untuk Feifei agar tenaga Feifei cepat pulih.

"Siapa kamu sebenarnya, Feifei?" tanya Lan Yunxi yang lagi-lagi mempertanyakan hal yang sama. Sejak melihat gadis di hadapannya, ia sudah merasa mengenal Feifei.

Ia mengenal lama Wei Lian Zai, ia sudah hapal betul bagaimana rupa seorang Wei Lian Zai. Wei Lian Zai memiliki mantra penakluk turun temurun, para prajurit Lan Yunxi pun banyak yang mati di tangan Wei Lian Zai karena mantra penakluk. Dan kali ini ia melihat mantra itu dipakai Feifei.

Mantra itu sangat kuat, perlu energi yang banyak untuk mengeluarkan. Ilmu Wei Lian Zai sudah tinggi, tidak ada efek samping saat menggunakannya. Sedangkan Feifei, gadis itu belum memilki aurum core yang tertanam di tubuhnya, membuatnya tidak bisa mengendalikan diri.

"Eghhh …." Suara erangan kecil terdengar dari bibir Feifei. Lan Yunxi segera berdiri, tidak baik bila ia duduk di satu ranjang yang sama dengan perempuan itu.

Lambat laun Feifei membuka matanya. Objek pertama yang Feifei lihat adalah Lan Yunxi, gadis itu terkesiap dan dengan spontan terbangun. Namun karena kepalanya terasa pusing, membuat gadis itu terpekik kecil.

"Akhh." Feifei mengaduh seraya memegangi kepalanya. Lan Yunxi segera membantu menyangga tubuh Feifei.

"Feifei, ada yang sakit?" tanya Lan Yunxi. Feifei menatap gurunya sekilas, gadis itu menganggukkan kepalanya.

"Mana yang sakit?"

"Kepalaku," jawabnya.

Lan Yunxi mengambil duduk di belakang Feifei, pria itu memijat pelan kepala Feifei. Feifei yang mendapatkan sentuhan intens pun segera menjauhkan tubuhnya. Namun guru Lan menahan pundaknya.

"Diamlah!" suruh Lan Yunxi.

"Eh tapi guru, aku tidak apa-apa," ucap Feifei menolak. Namun Guru Lan terus memihat kepala Feifei.

"Guru, aku benar-benar tidak apa-apa."

"Diamlah. Besok kamu harus mengikuti kelas. Kalau kamu sakit dan tidak masuk ke kelas, kamu akan mendapat hukuman," ancam Lan Yunxi. Seketika hal itu membuat Feifei diam.

Lan Yunxi memijat kepala Feifei dengan pelan. Jemari-jemari Lan Yunxi dengan telaten memijat kepala Feifei sampai ke kening. Tidak mengelak kalau pijatan tangan Lan Yunxi sangat membantu menyembukan rasa pusing di kepala Feifei. Namun di saat yang sama, Feifei merasa sangat mengantuk. Tangan Lan Yunxi membuatnya nyaman, tidak Feifei sadari kalau ia mengusung senyum karena Lan Yunxi.

Lambat laun Feifei memejamkan matanya, gadis itu terlelap dan limbung ke arah tubuh Lan Yunxi. Lan Yunxi terdiam membeku, melihat Feifei yang saat ini tertidur pulas dan bersandar di pundaknya. Feifei baru saja bangun, tapi setelah merasakan pijatan Lan Yunxi, Feifei kembali terlelap.

"Pundak guru Lan sangat nyaman." ucapan Feifei membuat Lan Yunxi semakin menatap gadis itu. Feifei terlihat sangat pulas, tapi masih bisa berbicara tentang pundak. Pipi Lan Yunxi terasa memanas karen igauan Feifei.