Chereads / Tears in Heaven / Chapter 14 - 14. Letak Giok Biru

Chapter 14 - 14. Letak Giok Biru

Seorang pria berambut panjang dan sangat tampan dengan hidung yang mancung tengah mengayunkan pedang di malam yang gelap gulita. Pria itu tampak menebas pepohonan dengan membabi buta. Wei Lian Zai, pria yang sangat tampan, kulit seputih susu dan bibir yang merah seperti layaknya seorang perempuan. Klan Wei terkenal penghasil keturunan yang tampan dan cantik. Di tengah hutan yang gelap gulita, Wei Lian Zai tengah membabat ranting-ranting pohon dengan pedangnya. Napas pria itu tampak terengah-engah karena sudah lelah. Sudah berhari-hari ia marah dengan dirinya sendiri, marah karena ia tidak bisa menjaga Wei Feifei, adiknya.

"Akhhhh!" Wei Lian Zai menancapkan pedangnya ke tanah dengan kencang. Pedang itu menancap dengan sempurna. Napas Wei Lian Zai masih terengah-engah dengan keringat yang bercucuran di pelipisnya.

"Kemana kamu Wei Feifei?" tanya Wei Lian Zai seorang diri.

Wei Lian Zai sudah mengunci adiknya dalam kamar, tetapi dengan seribu otak licik adiknya, adiknya berhasil kabur. Wei Lian Zai sudah berkali-kali menasehati adiknya untuk diam di rumah. Namun adiknya sangat berambisi untuk berlatih pedang. Wei Lian Zai merasa dadanya sangat sesak. Saat terjadi sesuatu dengan adiknya, dada Wei Lian Zai akan terasa sangat sesak karena Aurum core yang tertanam di diri Wei Feifei adalah sebagian dari dirinya.

Wei Feifei bukannya tidak mempunyai Aurum Core, Aurum Core gadis itu sudah tertanam sejak Wei Feifei kecil. Aurum Core yang tertanam pada Wei Feifei terhubung langsung dengan Wei Lian Zai. Saat terjadi sesuatu dengan Wei Feifei, Wei Lian Zai akan tahu. Namun saat terjadi sesuatu dengan Wei Lian Zai atau Wei Lian Zai tengah kesakitan, Wei Feifei tidak bisa merasakannya karena Wei Lian Zai mematikan sinyalnya. Wei Lian Zai sangat menyayangi Wei Feifei, apapun akan ia lakukan demi sang adik.

Wei Lian Zai melarang Wei Feifei berlatih ilmu pedang agar adiknya tidak ikut di dunia kultivasi. Adiknya masih terlalu kecil, Aurum core yang ada pada diri adiknya belum kuat dan kalau tidak bisa mengendalikan diri, energi Feifei akan terkuras. Yang Wei Lian Zai takutkan adalah Klan Xing mengetahui keberadaan adiknya dan membunuh adik kesayangannya.

Wei Lian Zai sudah cukup kehilangan ayahnya, ia tidak mau kehilangan untuk kedua kalinya. Sekuat tenaga ia menjaga Wei Feifei, tetapi Wei Feifei kabur dengan sendirinya.

Semakin lama dada Wei Lian Zai semakin sesak, tubuh Wei Lian Zai limbung dengan darah yang keluar dari bibirnya. Wei Lian Zai yakin seratus persen kalau adiknya baru menggunakan mantra penakluk, dan itu artinya Wei Feifei sedang dalam bahaya.

Wei Lian Zai mencoba bangkit, pria itu menarik pedangnya dan memasukkan dalam tempatnya. Wei Lian Zai berjalan tertatih-tatih keluar dari area hutan. Sudah banyak pohon yang tidak bersalah ia habisi.

Di sisi lain, di padepokan tempat Feifei menimba ilmu. Li Rouwan, Kai Wenning, Li Wen, Ai Biyan dan Su Zanghi masih berada di depan kamar Feifei.

"Guru jelas gak mungkin melakukan hal aneh-aneh. Ayo kembali!" ajak Li Wen menarik teman-temannya.

"Tidak jadi menengok Feifei?" tanya Li Rouwan.

"Apa pedulimu dengan dia. Gara-gara kamu dia jadi dihukum cambuk," sentak Kai Wenning. Kalau dengan Li Rouwan, Kai Wenning selalu sewot dan berbicara sinis. Bagi Kai Wenning, biang masalah memang dari Li Rouwan. Andai saat di kelas tidak mengajak Feifei ribut, sudah pasti mereka tidak akan dihukum cambuk.

Kai Wenning pernah mendapat hukuman cambuk dari Lan Yunxi karena kesalahannya. Bekas cambukan itu hilang dalam waktu yang lama. Kai Wenning tidak bisa membayangkan bagaimana rasa sakitnya Feifei ketika dicambuk, dia yang laki-laki saja merasa kesakitan.

"Ya sudah kembali ke kamar masing-masing. Kalian istirahat!" titah Su Zanghi.

"Ah besok masih harus belajar lagi," keluh Kai Wenning. Su Zanghi menatap Kai Wenning, sedangkan yang ditatap langsung memalingkan wajahnya.

"Eh aku hanya bercanda, Guru," ucap Kai Wenning dengan kikuk.

"Ikut denganku!" titah Su Zanghi. Kai Wenning membulatkan matanya menatap Su Zanghi.

"Aku tidak membuat kesalahan apa-apa guru, kenapa aku dihukum?" tanya Kai Wenning.

"Apa aku bilang akan menghukummu?" tanya Su Zanghi. Kai Wenning menggelengkan kepalanya, wajahnya sudah pucat pasi.

Li Rouwan, Li Wen dan Ai Biyan yang tidak kunjung pergi pun terkikik geli melihat Kai Wenning. Namun saat Su Zanghi menatap mereka, mereka pun terdiam. "Kembali ke kamar kalian, apa aku harus mengulangi untuk ke tiga kali?"

Li Rouwan, Li Wen dan Ai Biyan segera ngacir begitu saja meninggalkan Su Zanghi dan Kai Wenning. Kai Wenning ingin kabur mengikuti teman-temannya, tapi langkahnya terhenti saat Su Zanghi menghadang tubuhnya dengan pedang. Mau tidak mau Kai Wenning menghentikan langkahnya.

"Ikut aku!" titah Su Zanghi. Su Zanghi membalikkan badannya dan berjalan terlebih dahulu. Kai Wenning dengan pasrah mengikuti gurunya.

Sepanjang jalan Kai Wenning tidak berhenti menggerutu, tentu saja ia hanya menggerutu dalam hati. Kalai ia berani menggerutu dalam lisan, sudah pasti kepalanya akan ditebas guru Lan Yunxi. Lan Yunxi sudah menasehati dirinya untuk patuh pada Su Zanghi dan Su Ziran.

Su Zanghi menuju ke ruang baca, pria itu mempersilahkan Kai Wenning untuk masuk. Kai Wenning menatap ruang baca yang tidak ada siapa-siapa selain dirinya dan Tuan Muda Su. Mata Kai Wenning mengarah pada selembar kertas yang membentang besar di meja yang luas. Langkah kaki Kai Wenning mengarah ke sana.

"Ini, apa ini, Tuan?" tanya Kai Wenning saat melihat kertas yang bergambar tidak begitu jelas. Kertas itu bukan kertas putih yang tampak baru, melainkan kertas yang sudah lusuh. Tulisan pun tidak begitu jelas.

Seseorang masuk ke ruang Baca, Kai Wenning menolehkan kepalanya, melihat Lan Yunxi yang datang membawa pedangnya.

"Ini adalah letak Giok Biru yang tersebar. Ketujuh kepingan itu baru bersamaku satu, masih ada enam yang harus kita cari," ucap Su Zanghi.

"Tapi peta ini terlihat sangat rumit. Juga kalau peta ini ada, sudah pasti Xing Zaolin, Chen Biyun dan lainnya sudah tahu," kata Kai Wenning.

"Mereka tidak tahu, karena peta ini dari tetua Su yang dijaga rapi. Xing Zaolin sudah menghancurkan banyak daerah demi Giok Biru itu, kita harus menghentikannya sebelum banyak korban," jelas Lan Yunxi.

"Kalau Xing Zaolin tahu benda itu sudah didapatkan oleh Klan Su, apa tidak menimbulkan perpecahan lagi? Pasti Xing Zaolin akan lebih brutal menyerang Klan Su."

Su Zanghi mendudukkan dirinya di kursi, pria itu menarik napasnya dalam-dalam. "Mau tidak mau aku harus membunuhnya," jawab Su Zanghi. Mata Kai Wenning membulat sempurna mendengar ucapan Su Zanghi.

Kai Wenning selalu mendengar bahwa Su Zanghi tidak akan membunuh lawannya secara langsung. Pedang yang selalu Su Zanghi bawa hanya untuk membunuh mahluk sihir yang dikendalikan. Seperti ular-ular yang tadi menyerang. Dengan ajaran sucinya, Su Zanghi menaklukkan lawannya dengan mantra suci hingga lawannya akan bertekuk lutut. Su Zanghi memang memakai pedangnya untuk menyerang, tapi ia tahu bagian mana saja yang harus ia lukai tanpa membunuh musuhnya.

"Setelah Xing Zaolin mati, bukan tidak mungkin pengikutnya akan menciptakan Klan baru dan memburu Giok Biru. Opsi pertama yang harus kita lakukan adalah menyatukan Giok biru itu tanpa sepengatuan Klan lain dan membiarkan Giok itu menyatu sendiri lalu menghancurkan kekuatannya," ujar Lan Yunxi. Su Zanghi dan Kai Wenning mengangguk-anggukkan kepalanya.

Brugh!

"Akhhh!"

Suara seseorang terjatuh dan mengaduh kesakitan terdengar lirih. Su Zanghi dan Lan Yunxi menarik pedang mereka dengan waspada. Lan Yunxi menatap awas ke seluruh ruang baca. Sedangkan mata Wenning mengarah pada jendela kecil, ia melihat sebuah bayangan di sana. Dengan cepat Kai Wenning berlari dan melompati jendela yang tengah terbuka. Kai Wenning terjatuh ke tanah dengan suara bedebum yang kencang.

Sesegera mungkin Kai Wenning bangun dan berlari mengejar seseorang yang juga tengah berlari. Lan Yunxi ingin mengejar Kai Wenning, tetapi Su Zanghi menghentikannya.

"Biar Kai Wenning yang mengurus," kata Su Zanghi. Su Zanghi mengibaskan tangannya di depan kertas lusuh yang ada di meja. Seketika kertas itu hilang dengan sendirinya.

"Siapa yang menguping pembicaraan kita?" tanya Lan Yunxi. Su Zanghi menggelengkan kepalanya.