Chereads / Tears in Heaven / Chapter 15 - 15. Janji Yang Diingkari

Chapter 15 - 15. Janji Yang Diingkari

Kai Wenning melemparkan pedangnya pada seseorang yang berlari di atas pepohonan. Pedang Kai Wenning ditepis dengan sempurna oleh seseorang yang tengah memakai topeng itu. Pedang Kai Wenning kembali pada sang empu. Kai Wenning tidak menyerah, pria itu bergegas terbang dan menapaki dahan pepohonan yang berada di samping padepokan, Kai Wenning mengejar orang itu. Orang misterius itu melemparkan pedangnya pada Kai Wenning. Kai Wenning menghindar, tetapi pedang itu terus menyerangnya. Kai Wenning menendang pedang dengan kencang, seketika pedang itu terlempar jauh. Namun tidak bertahan lama, pedang itu kembali menyerang Kai Wenning. Pria bertopeng itu menatap Kai Wenning dari kejauhan. Kai Wenning tampak kuwalahan, pria itu dengan cekatan masih berusaha mengembalikan pedang pada sang penyerang.

Kai Wenning melirik ke arah pria bertopeng sembari menahan serangan pedang. Kai Wenning yakin seratus persen kalau pria bertopeng itu bukanlah pria sembarangan, pasalnya teknik pedang yang seperti ini hanya dimiliki oleh satu klan yang terkenal dengan kehebatan ilmu pedang sihirnya.

"Apa maumu? Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Kai Wenning. Kai Wenning merentangkan tangannya, anak panah muncul dari sana. Kai Wenning melemparkan anak panahnya yang langsung bertaruk dengan pedang pria misterius.

"Aku tidak berniat menguping pembicaraan kalian. Aku datang untuk memastikan sesuatu," ucap pria itu.

"Bohong, kalau tidak menguping, kenapa kamu berada di samping ruang baca?" tanya Kai Wenning.

"Dimana kalian menyembunyikan gadis itu?" Pria itu balik bertanya.

Kai Wenning tercenung, ia pikir pria misterius akan menanyakan Giok Biru, tapi yang ditanyakan malah seorang gadis.

"Apa kamu pikir padepokan ini menyimpan seorang gadis?" tanya Kai Wenning.

Pria itu menarik pedangnya dan menyelipkan ke tempatnya. Kai Wenning pun demikian, segera menarik anak panahnya dan menyembunyikannya. Kai Wenning menatap dengan seksama pria yang berada di hadapannya berjarak beberapa pohon. Kai Wenning merasa tidak asing dengan pria itu. Kilasan perang besar dan pertumpahan darah beberapa tahun silam kembali merasuki ingatannya. Postur tubuh itu, suara itu dan teknik pedang itu, Kai Wenning hapal dengan jelas.

"Wei Lian Zai," panggil Kai Wenning dengan pelan. Pria yang dipanggil itu pun menatap Kai Wenning, dengan perlahan pria itu melepaskan topengnya. Wajah tampan bak dewa terlihat dengan jelas tatkala topeng terbuka. Hidung mancung, mata tajam dan bulu mata lentik.

Wei Lian Zai menatap Kai Wenning, senyum sinis tersungging di bibir Wei Lian Zai. Wei Lian Zai tahu jelas siapa Kai Wenning, orang yang pernah sedekat nadi dengannya. Saat masa kecil mereka, mereka selalu bersama, bermain dan berlatih pedang bersama. Hingga saat menginjak remaja, Kai Wenning memilih mengikuti Klan Lan dan berlatih pedang dengan Lan Yunxi, meninggalkannya seorang diri. Hingga bertahun-tahun lamanya, mereka bertemu lagi di perang besar, di mana Kai Wenning juga yang ikut ambil alih membabat habis seluruh keluarganya.

"Apa kabar, Kai Wenning?" tanya Wei Lian Zai.

Suara itu bagai alunan yang sangat merdu masuk di telinga Kai Wenning. Suara yang sangat ia rindukan. Suara itu suara yang sama yang sering memberikan perhatian padanya, menyuruhnya makan, mengoceh tentang hal-hal yang tidak penting sampai mengumpatinya. Suara Wei Lian Zai yang sangat khas dan selalu menjadi suara terindah di hidup Kai Wenning.

"Sahabat yang pernah berjanji bahwa akan selalu menemaniku, berjalan di sisiku dan membelaku. Tidak aku sangka, orang yang sama sudah menyerangku di perang besar itu," ucap Wei Lian Zai.

"Setelah perang itu terjadi, ini pertemuan pertama kita, Kai Wenning," tambah Wei Lian Za.

"Tuan Wei," cicit Kai Wenning.

"Bahkan sekarang kamu memanggilku dengan sebutan Tuan Wei," kata Wei Lian Zai. Pandangan pria itu masih menusuk tepat di mata Kai Wenning, Kai Wenning menundukkan kepalanya, tidak kuasa menatap mata mantan sahabatnya.

Masih teringat jelas di ingatan Kai Wenning, salah satu hal yang tidak disukai Wei Lian Zai adalah saat ia menggilnya dengan sebutan 'Tuan.

Flasback On :

Dua bocah berusia lima tahun tengah memainkan pedang kayu seolah mereka seorang ksatria sejati. Dia adalah Wei Lian Zai, anak ksatria sejati kerajaan Ambuna. Sedangkan Kai Wenning adalah anak penjual buah di pasar. Keduanya bertemu saat ibu Kai Wenning menjajakan buahnya di kerajaan. Saat itu Kai Wenning dan Wei Lian Zai menjadi teman dekat. Setiap hari Wei Lian Zai akan memanjat tembok belakang kerjaan dan kabur menuju rumah Kai Wenning untuk bermain. Kai Wenning pun selalu menyambut baik kedatangan Tuan Muda Wei.

"Yeyy aku menang," teriak Wei Lian Zai saat ia berhasil mengalahkan Kai Wenning. Kai Wenning terjatuh ke tanah seolah ia sudah ditusuk oleh pedang Wei Lian Zai. Kai Wenning mengaduh seolah kesakitan.

"Anak-anak, makan dulu," ucap seroang perempuan yang merupakan ibu Kai Wenning.

Wei Lian Zai mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Kai Wenning. Wei Lian Zai membantu Kai Wenning bediri, dua bocah menggemaskan itu berlai menuju kursi kayu yang tampak reyot di mana ibu Kai Wenning sudah meletakkan makanan.

"Asik makan lagi," pekik Wei Lian Zai dan Kai Wenning bersamaan.

"Tuan Muda, makan yang banyak, ya," uja ibu Kai Wenning.

"Tuan muda harus makan yang banyak biar menjadi ksataria sejati," kata Kai Wenning mengelus lengan Wei Lian Zai.

"Aku tidak suka dipanggil Tuan Muda," ucap Wei Lian Zai cemberut.

"Panggil aku Wei Lian Zai, ingat itu, Lian Zai!" tekan Wei Lian Zai tepat di telinga Kai Wenning. Kai Wenning terkikik geli dan mengusap telinganya yang panas.

"Baik, aku memanggilmu rubah jantan saja. Kamu licik seperti rubah, tapi juga menggemaskan," jawab Kai Wenning.

"Kelak kau harus selalu ada di sampingku. Di masa depan aku tidak ingin menjadi raja, aku Wei Lian Zai bersumpah akan terus menjadi sahabatmu, Kai Wenning," ucap Wei Lian Zai menepuk dadanya.

"Tapi kamu harus menjadi raja di kerajaan Ambuna," kata Kai Wenning.

"Tidak mau. Aku mau jadi Kultivator suci, tidak mau berurusan dengan kerajaan. Aku mau berdua dengan sahabatku, melakukan kultivasi dan mengasah ilmu kita sama-sama. Aku akan melindungimu dan kamu melindungiku, bagaimana, setuju?" oceh Wei Lian Zai merangkul pundak Kai Wenning.

"Setuju," jawab Kai Wenning tersenyum cerah.

Flasback Off :

"Aku masih mengingat jelas, Kai Wenning. Di setiap janji yang kita ucapkan aku selalu mengingatnya. Tapi kamu memilih mengikuti orang lain, kamu mengabdi pada Lan Yunxi. Kamu menghilang dalam waktu lama, saat itu aku seperti orang gila yang terus mencarimu tiada henti. Aku memainkan musik pemanggil roh untuk mencari keberadaanmu. Kamu menghilang seperti ditelan bumi, tidak meninggalkan jejak sedikit pun. Apa kamu pikir aku tidak mencarimu? Aku mencarimu, Kai Wennig!" teriak Wei Lian Zai dengan menggebu-gebu.

"Tapi apa yang aku dapatkan? Aku mendapatkan kamu bersama Lan Yunxi. Aku bagai badut yang tidak tahu apa-apa. Kamu menipuku, kamu menghianatiku. Janji kita, kita akan terus bersama, tapi apa kenyataannya, kamu meninggalkanku. Kamu berdiri di sisi berlawanan denganku dan membunuh semua keluargaku," tambah Wei Lian Zai.

Kai Wenning masih menatap Wei Lian Zai, mata keduanya sama-sama berkaca-kaca. Wei Lian Zai memalingkan wajahnya terlebih dahulu, ia tidak kuasa menahan air matanya yang mendesak ingin berjatuhan.